Siapa saja yang disebut sebagai ahli waris?

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menurut Dr Muhammad Ali a- Shabuni dalam bukunya, Al-Mawarist fi as-Syariah al-Islamiyyah fi Dhau' al-Kitab wa as-Sunnah, ada tiga ayat yang dijadikan pedoman dasar dalam ilmu waris, yaitu QS an-Nisaa [4] ayat ke 11, 12, dan 176. Ketiga ayat tersebut menjelaskan ketentuan orang-orang terdekat atau kerabat yang berhak mendapatkan harta warisan berikut tiap-tiap pembagiannya [persentasi yang diterima].

Ada enam pembagian yang ditentukan sebagaimana digariskan ayat-ayat mawarist, yaitu ½, ¼, 1/8, 1/3, 2/3, dan 1/6. Deretan kerabat yang termaktub dalam ketiga ayat tersebut kemudian dikenal dengan istilah ashab al-furudl.

Kelompok ashab al-Furudl ini terdiri atas keluarga yang ditinggalkan, baik laki-laki maupun perempuan. Dari pihak laki-kaki, yang berhak mendapatkan harta waris adalah anak laki-laki, cucu laki-laki, sampai ke atas dari garis anak laki-laki, ayah, kakek sampai ke atas garis ayah, saudara laki-laki kandung, saudara laki-laki seayah, saudara laki-laki seibu, anak laki-laki saudara kandung sampai ke bawah, anak laki-laki saudara seayah sampai ke bawah, paman kandung, paman seayah, anak paman kandung sampai ke bawah, anak paman seayah sampai ke bawah, suami, dan laki-laki yang memerdekakan.

Baca Juga: Kronologi Cucu Nabi SAW Husain Diarahkan ke Karbala

Sementara itu, ahli waris dari perempuan adalah anak perempuan, cucu perempuan sampai ke bawah dari anak laki-laki, ibu, nenek sampai ke atas dari garis ibu, nenek sampai ke atas dari garis ayah, saudara perempuan kandung, saudara perempuan seayah, saudara perempuan seibu, istri, wanita yang memerdekakan.

Dari sekian ahli waris yang dikategorikan dalam ashab al-furudl ini, mereka berhak dapat bagian dari harta bagian yang besarannya telah ditentukan dalam QS an-Nisaa [4] ayat 11-12 dan 176.

•    Ashab al-Furudl 1/2

Ahli waris yang mendapatkan bagian 1/2 adalah suami. Dia berhak memperoleh 1/2 apabila istri yang meninggal tidak mempunyai anak, baik laki-laki maupun perempuan.

Selanjutnya, anak perempuan tunggal, anak perempuan dari anak laki-laki, dan saudara perempuan jika dia sendirian dan tidak ada kerabat lain yang menghalanginya.

•    Ashab al-Furudl 1/4

Kerabat yang termasuk kategori ini ada dua, yaitu suami dan istri. Seorang suami bagiannya hanya 1/4 jika almarhum istri meninggalkan anak dari anak laki-laki, baik laki-laki atau perempuan. Istri, baik satu maupun lebih, berhak atas 1/4 harta apabila almarhum suami tidak meninggalkan anak atau tidak juga anak dari anak laki-laki.

•    Ashab al-Furudl 1/8

Yang termasuk kategori ini adalah istri, baik satu maupun lebih [maksimal empat], dengan catatan jika suami yang meninggal mempunyai anak atau anak dari anak laki-laki.

•    Ashab al-Furudl 2/3

Ada empat ahli waris yang termasuk kategori ini.

Pertama, dua anak perempuan atau lebih dengan syarat tidak ada anak laki-laki. Kedua, dua anak perempuan atau lebih dari anak laki-laki jika tidak ada anak perempuan dan tidak terdapat ahli waris lain yang menjadi penghalang.

Ketiga, dua orang saudara perempuan kandung [seibu sebapak] atau lebih selama tidak ada ahli waris yang menjadi penghalang. Keempat, dua orang sudara perempuan seayah atau lebih dengan syarat tidak ada saudara perempuan kandung dan tidak ada ahli waris lain yang menghalangi

•    Ashab al-Furudl 1/3

Ibu dan dua saudara atau lebih yang seibu adalah dua kerabat yang termasuk kelompok ini. Ibu memperoleh bagian 1/3 apabila almarhum tidak mempunyai anak atau anak dari anak laki-laki [cucu laki-laki atau perempuan] dan tidak pula meninggalkan dua orang saudara atau lebih, baik laki-laki maupun perempuan.

Sementara itu, dua saudara atau lebih yang seibu baik laki-laki ataupun perempuan dengan syarat apabila tidak ada orang lain yang berhak menerima.

Baca Juga: Mulailah Siapkan Harta Warisan untuk Anak

•    Ashab al-Furudl 1/6

Pertama, ayah almarhum apabila yang meninggal memiliki anak atau anak dari anak laki-laki. Kedua, ibu apabila almarhum mempunyai anak atau anak dari anak laki-laki dengan dua saudara kandung atau lebih, baik laki-laki maupun perempuan yang seibu seayah, seayah, atau seibu saja. Ketiga, kakek [dari ayah], apabila ada anak atau anak dari anak laki-laki dan tidak ada ayah.

Keempat, nenek [baik dari jalur ibu maupun ayah] selama tidak ada ibu. Kelima, satu orang anak perempuan dari anak laki-laki [cucu] atau lebih jika ada anak seorang anak perempuan, serta tidak ada ahli waris lain yang menghalangi.

Keenam, saudara perempuan sebapak apabila ada saudara perempuan kandung [seibu seayah] serta tidak ada ahli waris lain yang menghalangi. Ketujuh, saudara laki-laki atau perempuan seibu jika tidak ada ahli waris lain yang menjadi penghalang.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis Isu-Isu Terkini Persepektif Republika.co.id

Tag :

14 menit yang lalu

Ahli waris adalah orang yang berhak mendapatkan bagian dari harta warisan yang ditinggalkan pewaris. Seseorang bisa dinyatakan sebagai ahli waris setelah ditunjuk secara resmi berdasarkan hukum yang digunakan dalam pembagian harta warisan, yaitu hukum Islam, hukum perdata, dan hukum adat.

Berdasarkan hukum agama Islam, keberadaannya ditentukan oleh dua hal. Pertama, karena terdapat hubungan pertalian darah ayah dan anak. Kedua, karena terdapat hubungan pernikahan.

Penentuan Ahli Waris Menurut Hukum Islam

Masing-masing ahli waris sudah ditentukan bagian masing-masing menurut ajaran Islam yang bersumber dari Al-Quran dan Assunnah. 

Dalam hukum waris Islam terdapat tiga macam ahli waris.

  • Ashab Al-Furiid, yaitu kelompok yang mendapatkan bagian tertentu. 
  • Ashabah, yaitu kelompok yang mendapatkan sisa setelah dilakukan pembagian.
  • Zawi Al-Arham, yaitukelompok yang tidak menerima bagian, kecuali tidak ada Ashab Al-Furiid dan Ashabah.

Kelompok Ahli Waris Berdasarkan Aturan Hukum Perdata

Berdasarkan Hukum Perdata, ada dua golongan yang disebut sebagai ahli waris, yaitu: 

  • Pertama, orang yang ditunjuk oleh pewaris atau diberikan wasiat [Pasal 830 KUHPerdata].
  • Kedua, orang yang memiliki hubungan darah dengan pewaris dan terikat dengan perkawinan [Pasal 832 KUHPerdata].

Mengenai kelompok orang yang memiliki pertalian darah, dibagi lagi ke dalam empat golongan berdasarkan KUHPerdata , yaitu:

  1. Golongan I: Suami/Istri yang hidup terlama dan anak keturunannya [Pasal 852 KUHPerdata]
  2. Golongan II: Orang tua dan saudara kandung pewaris.
  3. Golongan III: Keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu pewaris.
  4. Golongan IV: Paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu, keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari pewaris, saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai derajat keenam dihitung dari pewaris.  

Khusus bagi orang yang terikat pernikahan, misalnya suami dan istri, ahli waris dapat menerima warisan selama belum bercerai. Apabila pewaris meninggal dunia dalam kondisi sudah bercerai, maka mantan suami/istri sudah tidak berhak lagi atas harta warisan dari mendiang.

Dalam hukum perdata golongan-golongan ini bersifat prioritas dari golongan teratas. Artinya, jika seorang pewaris masih memiliki istri dan anak kandung, maka golongan di bawahnya tidak akan mendapatkan warisan.

Lain halnya jika pewaris tidak memiliki suami/istri dan keturunan, maka golongan kedua yang berhak untuk mendapatkan warisan, yaitu orang tua dan saudara kandung. Begitu seterusnya jika tidak ada golongan ketiga, maka yang berhak menerima warisannya adalah golongan keempat.

Ahli Waris di Mata Hukum Adat

Dalam hukum adat, ahli waris ditentukan berdasarkan dua garis pokok, yaitu garis pokok keutamaan dan garis pokok penggantian. Garis pokok keutamaan berasal dari keluarga pewaris di antaranya:

  1. Kelompok keutamaan I: Keturunan pewaris.
  2. Kelompok keutamaan II: Orang tua pewaris.
  3. Kelompok keutamaan III: Saudara-saudara pewaris dan keturunannya.
  4. Kelompok keutamaan IV: Kakek dan nenek pewaris dan seterusnya.

Garis pokok penggantian adalah garis hukum yang bertujuan menentukan siapa di antara orang-orang di dalam kelompok keutamaan tertentu. Mereka yang dipilih harus memiliki kriteria:

  1. Orang yang tidak punya penghubung dengan pewaris.
  2. Orang yang tidak ada lagi penghubungannya dengan pewaris.

Jika disederhanakan, garis pokok penggantian ini merupakan sosok yang mendapatkan wasiat tertentu atau penunjukan langsung dari pewaris sebelum meninggal dunia.

Dalam hal ini bisa saja pewaris yang dimaksud berstatus anak angkat, anak tiri, anak akuan [anak pungut], dan anak piara. Kelompok ini tidak memiliki garis keutamaan [bukan kandung], tetapi termasuk dalam garis pokok penggantian. 

Itulah beberapa ketentuan tentang penyebutan ahli waris berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia mulai dari hukum Islam, hukum perdata dan hukum adat. Seorang pewaris berhak menentukan untuk mengikuti aturan yang mana dalam menentukan pembagian dan pengelompokan ahli warisnya. 

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề