Tahapan-tahapan anak belajar geometri menurut van hiele adalah

Menurut Van Hiele perkembangan pemahaman dalam belajar geometri siswa akan melalui 5 tahap, yaitu: tahap 0 [visualisasi], tahap 1 [analisis], tahap 2 [deduksi informasi], tahap 3 [deduksi], tahap 4 [rigor] [Martina, 2003: 18]. Setiap tahap menunjukan karakteristik proses berpikir seseorang dalam belajar geometri dan pemahamannya dalam konteks geometri.

Untuk membantu melewati suatu tahap berpikir ke tahap berikutnya, pembelajaran matematika, khususnya geometri perlu disesuaikan antara pengalaman belajar dengan tahap berpikir siswa Fuys dkk [Martina, 2003: 46].

a.           Tahap 0 [visualisasi]

Pada tahap ini anak mengenal bentuk-bentuk geometri semata-mata berdasarkan penampilan visual dan penampakan bentuknya. Mereka dalam mengidentivikasi suatu bangun lebih didasarkan pada prototipe visual. Sebagai contoh melalui pengamatan, eksperimen, dan gambar, siswa mempunyai konsepsi bahwa bangun yang diketahui adalah persegi panjang karena “seperti daun pintu.

Siswa belum dapat memberikan sifat-sifat suatu bangun yang ditujukkan, meskipun suatu bangun telah ditentukan karakteristiknya, namun siswa belum menyadari karakteristik tersebut. Mereka mengenal bangun-bangun geometri secara keseluruhan tidak pada bagian-bagian.

b.         Tahap 1 [analisis].

Siswa pada tahap ini mengalami dan mencirikan bentuk bangun geometri berdasarkan sifat-sifatnya melalui kegiatan pengamatan, mengukur, mewarnai, melipat, memotong, menggambar dan sebagainya.

Meskipun kebanyakan siswa secara inplisit menyadari adanya hubungan antar bangun, tetapi siswa belum dapat memahami hubungan antara pesegi dan persegi panjang. Artinya siswa belum bisa memahami bahwa persegi juga merupakan persegi panjang.

c.         Tahap 2 [deduksi informal]

Tahap ini dikenal dengan tahap abstraksi, dimana siswa pada tahap berpikir ini sudah dapat melihat hubungan sifat-sifat pada suatu bangun. Misalnya; pada suatu segi empat, sisi yang berhadapan adalah sejajar mengakibatkan sudut yang berhadapan sama, dan hubungan antar bangun [persegi adalah persegi panjang, sebab persegi mempunyai semua sifat-sifat persegi panjang].

Pada tahap ini mereka dapat menyusun definisi-definisi abstrak dan dapat memberikan argumen-argumen informal serta mengklasifikasi bangun-bangun dengan hirarkis [mengurutkan sifat-sifat]. Misalnya, siswa mendeduksikan bahwa dalam segi empat jumlah semua ukuran sudutnya adalah 3600, sebab setiap segi empat dapat dikomposisi menjadi 2 segitiga yang masing-masing jumlah besar sudutnya 1800.

Seperti siswa menemukan sifat-sifat dari berbagai bangun, mereka perlu mengorganisasikan sifat-sifat itu. Satu sifat dapat menjadi perantara sifat-sifat lain, sehingga  definisi  lain  tidak  dilihat  sebagai  deskripsi  belaka, tetapi  sebagai  metode

pengorganisasian yang logis. Siswa pada tahap ini masih belum mengerti bahwa deduksi logis adalah metode untuk membangun kebenaran geometri. Menurut Clements & Battista [Zubaidah, 1999: 56] produk penalaran siswa pada tahap ini adalah berorganisasi pada ide-ide yang telah dipahami sebelumnya dengan menghubung-hubungkan  antara sifat-sifat bangun dengan kelas-kelasnya.

d.        Tahap 3 [deduksi]

Pada tahap ini, siswa sudah mulai memahami penalaran deduktif. Siswa kemungkinan sudah dapat menyatakan argumen-argumen untuk membuktikan suatu pernyataan dengan lebih dari satu cara. Misalnya, membuat serangkaian pernyataan-pernyataan logis yang memenuhi untuk menarik kesimpulan yang merangkum pernyataan itu. Secara eksplisit dapat memahami mengapa suatu pernyataan bernilai benar. Siswa pada tingkat ini juga telah dapat melihat secara jelas bahwa diagonal-diagonal persegi panjang saling membagi sama, dan dapat menyadari perlunya untuk membuktikan melalui serangkaian alasan deduktif.

e.         Tahap 4 [rigor]

Tahap ini merupakan tahap terakhir perkembangan geometrik siswa. Pada tahap ini siswa bernalar secara formal dalam sistem matematika dan dapat mengkaji geometri tanpa referensi model-model. Siswa dapat memahami suatu konsep atau teori atas berbagai sistem aksiomatik dan sistem logika.


Referensi :

Martina. 2003. Pemahaman Konsep Segitiga dengan Penerapan Teori Van Hiele Bagi Siswa Kelas I SLTP Negeri 3 Banjarmasin. Tesis. Malang: Universitas Negeri Malang. Program Pascasarjana Program Studi Pendidikan Matematika.


Zubaidah. 1999. Membangun Konsepsi Geometri Melalui Model Belajar Perubahan Konseptual Berpadu pada Teori Van Hiele pada Siswa Kelas V SD. Tesis. Malang: Universitas Negeri Malang.

TEORI BELAJAR MENGAJAR

VAN HIELE

KONSEP DASAR TEORI BELAJAR VAN HIELE

Van Hiele adalah seorang pengajar matematika Belanda yang telah mengadakan penelitian di lapangan, melalui observasi dan tanya jawab, kemudian hasil penelitiannya ditulis dalam disertasinya pada tahun 1954. Penelitian yang dilakukan Van Hiele melahirkan beberapa kesimpulan mengenai tahap-tahap perkembangan kognitif anak dalam memahami geometri. Van Hiele [dalam Ismail, 1998] menyatakan bahwa terdapat 5 tahap pemahaman geometri yaitu: Tahap pengenalan, analisis, pengurutan, deduksi, dan keakuratan.

A. Lima Tahap Pemahaman Geometri

1. Tahap Pengenalan

Pada tahap ini siswa hanya baru mengenal bangun-bangun geometri seperti bola, kubus, segitiga, persegi dan bangun-bangun geometri lainnya. Seandainya kita hadapkan dengan sejumlah bangun-bangun geornetri, anak dapat memilih dan menunjukkan bentuk segitiga. Pada tahap pengenalan anak belum dapat menyebutkan sifat-sifat dari bangun-bangun geometri yang dikenalnya sifat-sifat dari bangun-bangun geometri yang dikenalnya itu. Sehingga bila kita ajukan pertanyaan seperti “apakah pada sebuah persegipanjang, sisi-sisi yang berhadapan panjangnya sama?”, “apakah pada suatu persegipanjang kedua diagonalnya sama panjang?”. Untuk hal ini, siswa tidak akan bisa menjawabnya. Guru harus memahami betul karakter anak pada tahap pengenalan, jangan sampai, anak diajarkan sifat-sifat bangun-bangun geometri tersebut, karena anak akan menerimanya melalui hafalan bukan dengan pengertian.

2. Tahap Analisis

Bila pada tahap pengenalan anak belum mengenal sifat-sifat dari bangun-bangun geometri, tidak demikian pada tahap Analisis. Pada tahap ini anak sudah dapat memahami sifat-sifat dari bangun-bangun geometri. Pada tahap ini anak sudah mengenal sifat-sifat bangun geometri, seperti pada sebuah kubus banyak sisinya ada 6 buah, sedangkan banyak rusuknya ada 12. Seandainya kita tanyakan apakah kubus itu balok?, maka anak pada tahap ini belum bisa menjawab pertanyaan tersebut karena anak pada tahap ini belum memahami hubungan antara balok dan kubus. Anak pada tahap analisis belum mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu bangun geometri dengan bangun geometri lainnya.

3. Tahap Pengurutan

Pada tahap ini pemahaman siswa terhadap geometri lebih meningkat lagi dari sebelumnya yang hanya mengenal bangun-bangun geometri beserta sifat-sifatnya, maka pada tahap ini anak sudah mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu bangun geometri dengan bangun geometri lainnya. Anak yang berada pada tahap ini sudah memahami pengurutan bangun-bangun geometri. Misalnya, siswa sudah mengetahui jajargenjang itu trapesium, belah ketupat adalah layang-layang, kubus itu adalah balok. Pada tahap ini anak sudah mulai mampu untuk melakukan penarikan kesimpulan secara deduktif, tetapi masih pada tahap awal artinya belum berkembang baik. Karena masih pada tahap awal siswa masih belum mampu memberikan alasan yang rinci ketika ditanya mengapa kedua diagonal persegi panjang itu sama, mengapa kedua diagonal pada persegi saling tegak lurus.

4. Tahap Deduksi

Pada tahap ini anak sudah dapat memahami deduksi, yaitu mengambil kesimpulan secara deduktif. Pengambilan kesimpulan secara deduktif yaitu penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat khusus. Seperti kita ketahui bahwa matematika adalah ilmu deduktif. Matematika, dikatakan sebagai ilmu deduktif karena pengambilan kesimpulan, membuktikan teorema dan lain-lain dilakukan dengan cara deduktif. Sebagai contoh untuk menunjukkan bahwa jumlah sudut-sudut dalam jajargenjang adalah 360o secara deduktif dibuktikan dengan menggunakan prinsip kesejajaran. Pembuktian secara induktif yaitu dengan memotong-motong sudut-sudut benda jajargenjang, kemudian setelah itu ditunjukkan semua sudutnya membentuk sudut satu putaran penuh atau 360° belum tuntas dan belum tentu tepat. Seperti diketahui bahwa pengukuran itu pada dasarnya mencari nilai yang paling dekat dengan ukuran yang sebenarnya. Jadi, mungkin saja dapat keliru dalam mengukur sudut-sudut jajargenjang tersebut. Untuk itu pembuktian secara deduktif merupakan cara yang tepat dalam pembuktian pada matematika. Anak pada tahap ini telah mengerti pentingnya peranan unsur-unsur yang tidak didefinisikan, di samping unsur-unsur yang didefinisikan, aksioma atau problem, dan teorema. Anak pada tahap ini belum memahami kegunaan dari suatu sistem deduktif. Oleh karena itu, anak pada tahap ini belum dapat menjawab pertanyaan “mengapa sesuatu itu disajikan teorema atau dalil.”

5. Tahap Keakuratan

Tahap terakhir dari perkembangan kognitif anak dalam memahami geometri adalah tahap keakuratan. Pada tahap ini anak sudah memahami betapa pentingnya ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Anak pada tahap ini sudah memahami mengapa sesuatu itu dijadikan postulat atau dalil. Dalam matematika kita tahu bahwa betapa pentingnya suatu sistem deduktif. Tahap keakuratan merupakan tahap tertinggi dalam memahami geometri. Pada tahap ini memerlukan tahap berpikir yang kompleks dan rumit. Oleh karena itu, jarang atau hanya sedikit sekali anak yang sampai pada tahap berpikir ini sekalipun anak tersebut sudah berada di tingkat SMA.

Selain mengemukakan mengenai tahap-tahap perkembangan kognitif dalam memahami geometri, Van Hiele juga mengemukakan beberapa teori berkaitan dengan pembelajaran geometri. Teori yang dikemukakan Van Hiele antara lain adalah sebagai berikut:

Tiga unsur yang utama pembelajaran geometri yaitu waktu, materi pembelajaran dan metode penyusun yang apabila dikelola secara terpadu dapat mengakibatkan meningkatnya kemampuan berpikir anak kepada tahap yang lebih tinggi dari tahap yang sebelumnya.

Bila dua orang yang mempunyai tahap berpikir berlainan satu sama lain, kemudian saling bertukar pikiran maka kedua orang tersebut tidak akan mengerti. Sebagai contoh, seorang anak tidak mengerti mengapa gurunya membuktikan bahwa jumlah sudut-sudut dalam sebuah jajargenjang adalah 360o, misalnya anak itu berada pada tahap pengurutan ke bawah. Menurut anak pada tahap yang disebutkan, pembuktiannya tidak perlu sebab sudah jelas bahwa jumlah sudut-sudutnya adalah 360°. Contoh yang lain, seorang anak yang berada paling tinggi pada tahap kedua atau tahap analisis, tidak mengerti apa yang dijelaskan gurunya bahwa kubus itu adalah balok, belah ketupat itu layang-layang. Gurunya pun sering tidak mengerti mengapa anak yang diberi penjelasan tersebut tidak memahaminya. Menurut Van Hiele seorang anak yang berada pada tingkat yang lebih rendah tidak mungkin dapat mengerti atau memahami materi yang berada pada tingkat yang lebih tinggi dari anak tersebut. Kalaupun anak itu dipaksakan untuk memahaminya, anak itu baru bisa memahami melalui hafalan saja bukan melalui pengertian.

Untuk mendapatkan hasil yang diinginkan yaitu anak memahami geometri dengan pengertian, kegiatan belajar anak harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak atau disesuaikan dengan taraf berpikirnya. Dengan demikian anak dapat memperkaya pengalaman dan berpikirnya, selain itu sebagai persiapan untuk meningkatkan tahap berpikirnya kepada tahap yang lebih tinggi dari tahap sebelumnya.

FASE-FASE PEMBELAJARAN GEOMETRI

Menurut teori Pierre dan Dina Van Hiele [dalam Muharti, 1993] tingkat-tingkat pemikiran geometrik dan fase pembelajaran siswa berkembang atau maju menurut tingkat-tingkat sebagai berikut: dari tingkat visual Gestalt-like melalui tingkat-tingkat sophisticated dari deskripsi, analisis, abstraksi dan bukti. Teori ini mempunyai karakteristik sebagai berikut:

a. Belajar adalah suatu proses yang diskontinu, yaitu ada loncatan-loncatan dalam kurva belajar yang menyatakan adanya tingkat-tingkat pemikiran yang diskrit dan berbeda secara kualitatif.

b. Tingkat-tingkat itu berurutan dan berhirarki. Supaya siswa dapat berperan dengan baik pada suatu tingkat yang lanjut dalam hirarki van Hiele, ia harus menguasai sebagian besar dari tingkat yang lebih rendah. Kenaikan dari tingkat yang satu ke tingkat yang berikutnya lebih banyak tergantung dari pembelajaran daripada umur atau kedewasaan biologis. Seorang guru dapat mengurangi materi pelajaran ke tingkat yang lebih rendah, dapat membimbing untuk mengingat-ingat hafalan, tetapi seorang siswa tidak dapat mengambil jalan pintas ke tingkat tinggi dan berhasil mencapai mencapai pengertian, sebab menghafal bukan ciri yang penting dari tingkat manapun. Untuk mencapai pengertian dibutuhkan kegiatan tertentu dari fase-fase pembelajaran.

c.   Konsep-konsep yang secara implisit dipahami pada suatu tingkat menjadi dipahami secara eksplisit pada tingkat berikutnya. Pada setiap tingkat muncul secara ekstrinsik dari sesuatu yang intrinsik pada tingkat sebelumnya. Pada tingkat dasar, gambar-gambar sebenarnya juga tertentu oleh sifat-sifatnya, tetapi  seseorang yang berpikiran pada tingkat ini tidak sadar atau tidak tahu akan sifat-sifat itu.

d. Setiap tingkat mempunyai bahasanya sendiri, mempunyai simbol linguistiknya sendiri dan sistem relasinya sendiri yang menghubungkan simbol-simbol itu. Suatu relasi yang benar pada suatu tingkat, ternyata akan tidak benar pada tingkat yang lain. Misalnya pemikiran tentang persegi dan persegi panjang. Dua orang yang berpikir pada tingkat yang berlainan tidak dapat saling mengerti, dan yang satu tidak dapat mengikuti yang lain. [Van Hiele, 1959/1985/p:246]. Struktur bahasa adalah suatu faktor yang kritis dalam perpindahan tingkat-tingkat ini. [Clements, 1992].

Model Van Hiele tidak hanya memuat tingkat-tingkat pemikiran geometrik. Menurut Van Hiele [dalam Ismail, 1998], kenaikan dari tingkat yang satu ke tingkat berikutnya tergantung sedikit pada kedewasaan biologis atau perkembangannya, dan tergantung lebih banyak kepada akibat pembelajarannya. Guru memegang peran penting dan istimewa untuk memperlancar kemajuan, terutama untuk memberi bimbingan mengenai pengharapan.

Walaupun demikian, teori Van Hiele tidak mendukung model teori absorbsi tentang belajar mengajar. Van Hiele menuntut bahwa tingkat yang lebih tinggi tidak langsung menurut pendapat guru, tetapi melalui pilihan-pilihan yang tepat. Lagi pula, anak-anak sendiri akan menentukan kapan saatnya untuk naik ke tingkat yang lebih tinggi. Meskipun demikian, siswa tidak akan mencapai kemajuan tanpa bantuan guru. Oleh karena itu, maka ditetapkan fase-fase pembelajaran yang menunjukkan tujuan belajar siswa dan peran guru dalam pembelajaran dalam mencapai tujuan itu.

Fase-fase pembelajaran tersebut adalah:

1] fase informasi

2] fase orientasi

3] fase eksplisitasi

4] fase orientasi bebas

5] fase integrasi.

Setelah selesai fase kelima ini, maka tingkat pemikiran yang baru tentang topik itu dapat tercapai. Pada umumnya, hasil penelitian di Amerika Serikat dan negara lainnya menetapkan bahwa tingkat-tingkat dari Van Hiele berguna untuk menggambarkan perkembangan konsep geometrik siswa dari SD sampai Perguruan Tinggi.

Fase 1. Informasi

Pada awal tingkat ini, guru dan siswa menggunakan tanya-jawab dan kegiatan tentang objek-objek yang dipelajari pada tahap berpikir siswa. Dalam hal ini objek yang dipelajari adalah sifat komponen dan hubungan antar komponen bangun-bangun segi empat. Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa sambil melakukan observasi. Tujuan dari kegiatan ini adalah: [1] guru mempelajari pengalaman awal yang dimiliki siswa tentang topik yang dibahas. [2] guru mempelajari petunjuk yang muncul dalam rangka menentukan pembelajaran selanjutnya yang akan diambil.

Fase 2: Orientasi

Siswa menggali topik yang dipelajari melalui alat-alat yang dengan cermat telah disiapkan guru. Aktivitas ini akan berangsur-angsur menampakkan kepada siswa struktur yang memberi ciri-ciri sifat komponen dan hubungan antar komponen suatu bangun segi empat. Alat atau pun bahan dirancang menjadi tugas pendek sehingga dapat mendatangkan respon khusus.

Fase 3: Penjelasan

Berdasarkan pengalaman sebelumnya, siswa menyatakan pandangan yang muncul mengenai struktur yang diobservasi. Di samping itu, untuk membantu siswa menggunakan bahasa yang tepat dan akurat, guru memberi bantuan sesedikit mungkin. Hal tersebut berlangsung sampai sistem hubungan pada tahap berpikir mulai tampak nyata.

Fase 4: Orientasi Bebas

Siswa menghadapi tugas-tugas yang lebih kompleks berupa tugas yang memerlukan banyak langkah, tugas yang dilengkapi dengan banyak cara, dan tugas yang open-ended. Mereka memperoleh pengalaman dalam menemukan cara mereka sendiri, maupun dalam menyelesaikan tugas-tugas. Melalui orientasi di antara para siswa dalam bidang investigasi, banyak hubungan antar objek menjadi jelas.

Fase 5: Integrasi

Siswa meninjau kembali dan meringkas apa yang telah dipelajari. Guru dapat membantu siswa dalam membuat sintesis ini dengan melengkapi survey secara global terhadap apa yang telah dipelajari. Hal ini penting, tetapi kesimpulan ini tidak menunjukkan sesuatu yang baru. Pada akhir fase kelima ini siswa mencapai tahap berpikir yang baru. Siswa siap untuk mengulangi fase-fase belajar pada tahap sebelumnya.

Pengembangan Pembelajaran Matematika SD 4-10

IMPLEMENTASI TEORI BELAJAR VAN HIELE

DALAM PEMBELAJARAN GEOMETRI

Pada sub unit ini Anda akan mempelajari suatu kegiatan belajar-mengajar yang mengacu pada fase-fase pembelajaran model Van Hiele. Kegiatan belajar di sini dimaksudkan untuk meningkatkan tahap berpikir siswa dari 0 [visualisasi] ke tahap 1 [analitik].

Ciri-ciri dari tahap visualisasi adalah sebagai berikut: Siswa mengidentifikasi, memberi nama, membandingkan, dan mengoperasikan gambar-gambar geometri seperti: segitiga, sudut, dan perpotongan garis berdasarkan penampakannya.

Sedangkan ciri-ciri tahap analitik adalah: Siswa menganalisis bangun berdasarkan sifat-sifat dari komponen dan hubungan antar komponen, menyusun sifat-sifat pada sebuah kelas bangun-bangun secara nyata, dan menggunakan sifat-sifat tersebut untuk memecahkan persoalan.

Teori-teori yang dikemukakan oleh Van Hiele memang lebih sempit dibandingkan teori-teori yang dikemukakan Piaget dan Dienes, karena ia hanya mengkhususkan pada pembelajaran geometri saja. Meskipun demikian sumbangan tidak sedikit dalam pembelajaran geometri. Berikut hal-hal yang diambil manfaatnya dari teori yang dikemukakan. Guru dapat mengambil manfaat dari tahap-tahap perkembangan kognitif anak yang dikemukakan Van Hiele. Guru dapat mengetahui mengapa seorang anak tidak memahami bahwa kubus itu merupakan balok karena anak tersebut tahap berpikirnya masih berada pada tahap analisis ke bawah, anak belum masuk pada tahap pengurutan.

Supaya anak dapat memahami geometri dengan pengertian, pembelajaran geometri harus disesuaikan dengan tahap berpikir anak. Jadi, jangan sekali-kali memberi pembelajaran materi yang sebenarnya berada di atas tahap berpikirnya. Selain itu, hindarilah siswa untuk menyesuaikan dirinya dengan tahap pembelajaran guru tetapi yang terjadi harus sebaliknya.

Agar topik-topik pada materi geometri dapat dipahami dengan baik, anak dapat mempelajari topik-topik tersebut berdasarkan urutan tingkat kesukarannya dimulai dari tingkat yang paling mudah sampai dengan tingkat yang paling rumit dan kompleks.

Mari kita perhatikan model pemahaman segi empat menurut Van Hiele!

Segiempat terdiri dari persegi panjang, persegi, jajargenjang, belah ketupat, layang-layang, dan tapesium. Sifat-sifat masing-masing bangun yang dipelajari pada Skema 1 berikut:

a. Persegi

1. keempat sisinya sama panjang

2. keempat sudutnya sama besar

b. Persegi panjang

1. sisi yang berhadapan sama panjang

2. keempat sudutnya sama besar

c. Belah ketupat

1. keempat sisinya sama panjang

2. sudut yang berhadapan sama panjang

d. Jajar genjang

1. sisi yang berhadapan sama panjang

2. sudut yang berhadapan sama besar

e. Trapesium

1. satu pasang sisi yang berhadapan sejajar.

f. Layang-layang

1.dua pasang sisi yang tidak berhadapan sama panjang

2. satu pasang sudut yang berhadapan sama besar.

Pembelajaran yang Dilaksanakan pada Setiap Fase Pembelajaran

1. Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 1 [Informasi]

a  Dengan memakai gambar bermacam-macam bangun segiempat, siswa diinstruksikan untuk memberi nama masing-masing bangun.

b. Guru mengenalkan kosa kata khusus, seperti: simetri lipat, simetri putar, sisi berhadapan, sudut berhadapan, dan sisi sejajar.

c.   Dengan metode tanya jawab, guru menggali kemampuan awal siswa.

2. Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 2 [Orientasiasi]

1. Siswa disuruh membuat suatu model bangun segiempat dari kertas.

a. Dengan menggunakan model bangun tersebut serta kertas berpetak siku-siku, siswa diinstruksikan untuk menyelidiki:

1] banyaknya sisi berhadapan yang sejajar

2] sudut suatu bangun siku-siku atau tidak

b. Dengan menggunakan suatu model bangun, siswa diminta untuk melipat model bangun tersebut. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menemukan sumbu simetri. Selanjutnya siswa diinstruksikan untuk menyelidiki banyaknya sumbu simetri yang dimiliki oleh suatu bangun.

c.  Melipat model tersebut pada diagonalnya, kemudian menempatkan yang satu di atas yang lain. Siswa diminta untuk menyelidiki banyaknya pasangan sudut berhadapan yang besarnya sama.

d. Memotong pojok yang berdekatan, kemudian menempatkan salah satu sisi potongan pertama berimpit dengan salah satu sisi potongan yang kedua. Siswa diminta untuk menyelidiki apakah sudut yang berdekatan membentuk sudut lurus.

e. Memotong semua pojoknya dan menempatkan potongan-potongan tersebut sedemikian sehingga menutup bidang rata. Selenjutnya siswa diminta untuk menyelidiki apakah keempat sudut itu membentuk sudut putaran.

  1. Siswa diinstruksikan untuk mengukur panjang sisi-sisi suatu segiempat, apakah ada sisi yang sama panjang?
  2. Siswa diinstruksikan untuk mengukur diagonal suatu segi empat, apakah diagonalnya sama panjang?

3. Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 3 [Penjelasan]

Siswa diberi bemacam-macam potongan segiempat. Mereka diminta untuk mengelompokkan segiempat berdasarkan sifat-sifat tertentu, seperti:

a] segiempat yang mempunyai sisi sejajar

b] segiempat yang mempunyai sudut-sudut siku-siku

c] segiempat yang mempunyai sisi-sisi sama panjang

4. Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 4 [Orientasi Bebas]

Dengan menggunakan potongan segitiga, siswa diminta untuk membentuk segiempat, dan menyebutkan nama segiempat yang telah terbentuk.

5. Aktivitas yang dilaksanakan pada fase 5 [Integrasi]

Siswa dibimbing untuk menyimpulkan sifat-sifat segiempat tertentu, seperti:

a] sifat persegi adalah: ….

b] sifat persegipanjang adalah ….

c] sifat belahketupat adalah ….

d] sifat jajargenjang adalah ….

e] sifat layang-layang adalah ….

f] sifat trapesium adalah ….

Rangkuman

Menurut van Hiele, terdapat lima tahapan pemahaman geometri, yaitu:

a. Tahap Pengenalan

b. Tahap Analisis

c. Tahap Pengurutan

d. Tahap Deduksi

e. Tahap Keakuratan

Menurut van Hiele, terdapat tiga unsur utama dalam pengajaran geometri, yaitu: waktu, meteri pengajaran, dan metode pengajaran. Apabila ketiga unsur itu dikelola dengan baik, maka peningkatan kemampuan berpikir anak lebih tinggi.

Bila dua orang mempunyai tahap berpikir yang berlainan, kemudian mereka bertukar pikiran, maka keduanya tidak akan saling mengerti.

Kegiatan belajar siswa harus disesuaikan dengan tahap berpikir siswa.

Menurut van Hiele, pengurutan topik-topik geometri harus disesuaikan dengan tingkat kesukarannya.

Ada 5 fase pembelajaran geometri, yaitu:

1] fase informasi,

2] fase orientasi,

3] fase eksplisitasi,

4] fase orientasi bebas,

5] fase integrasi.

Pada Fase Integrasi: Siswa meninjau kembali dan meringkas apa yang telah dipelajari. Guru dapat membantu siswa dalam membuat sintesis ini dengan melengkapi survey secara global terhadap apa yang telah dipelajari. Hal ini penting, tetapi kesimpulan ini tidak menunjukkan sesuatu yang baru. Pada akhir fase kelima ini siswa mencapai tahap berpikir yang baru. Siswa siap untuk mengulangi fase-fase belajar pada tahap sebelumnya.

Geometri memberikan kepada kita jalan untuk mengartikan dan memikirkan alam sekitar kita. Ia dapat digunakan sebagai alat untuk mempelajari topik-topik yang lain dalam matematika dan sains.

Pembelajaran geometri menurut van Hiele harus sesuai dengan tahap pemahaman siswa.

Dalam memperkenalkan bangun geometri, guru perlu memberikan penekanan pada bagian-bagian yang menjadi sifat [ciri] utama dari bangun tersebut.

Wawasan keruangan jelas mendasari geometri. Wawasan keruangan itu esensial [dasar] untuk pemikiran kreatif dalam semua cabang matematika tingkat tinggi. Hal ini telah disarankan oleh ilmuwan terkenal, yaitu Einstein. Oleh karena itu, pembelajaran geometri perlu selalu ditingkatkan dan diperhatikan.

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề