Wilayah yang termasuk zona Indo malaya ditunjukkan oleh angka

Mengapa ada nama ilmiah untuk semua flora dan fauna? [Sylvana Toemon]

Bobo.id- Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak pulau.

Itu sebabnya, Indonesia memiliki jenis fauna [hewan] dan flora [tumbuhan] yang sangat beragam. Apa saja, ya? Yuk, kita cari tahu!

Baca Juga: Hutan Jadi Rumah Bagi Flora dan Fauna, Ini Dia 5 Jenis Hutan di Dunia

Penjelajahan Alfred Russel Wallace

Alfred Russel Wallace adalah seorang penjelajah dari Inggris. Ia hidup pada tahun 1823-1923.

Sekitar delapan tahun [1854-1862], Wallace menjelajah Nusantara. Nusantara merupakan sebutan untuk Indonesia pada zaman dulu.

Wallace menjelajah hampir ke semua wilayah Nusantara. Ia mengamati berbagai jenis fauna dan flora.

Ia sering mengawetkan beberapa fauna dan flora untuk diteliti. Selama menjelajah, ia juga tinggal bersama warga. Ia dikenal sebagai orang yang ramah dan baik hati.

Kisah perjalanannya di Nusantara ia tulis dalam sebuah buku, yaitu The Malay Archipelago atau Kepulauan Nusantara.

Dalam buku itu, ia menjelaskan bahwa flora dan fauna di Nusantara terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian barat, timur, dan tengah.

Bagian barat yaitu Pulau Sumatra, Jawa, dan Pulau Kalimantan. Bagian timur yaitu Papua, Halmahera, dan Kepulauan Aru.

Bagian tengah yaitu kepulauan Nusa Tenggara, Timor, Maluku, dan Pulau Sulawesi. Wilayah ini disebut flora dan fauna peralihan.

Page 2

Mengapa ada nama ilmiah untuk semua flora dan fauna? [Sylvana Toemon]

Adapun garis yang memisahkan fauna dan flora di bagian barat dan tengah disebut garis Wallace, sedangkan garis yang memisahkan fauna di bagian tengah dan timur disebut Garis Weber.

Persebaran Fauna

Fauna bagian barat memiliki ciri seperti halnya fauna Benua Asia, sehingga disebut tipe Asiatis [Asiatik]. S

ementara, fauna bagian timur memiliki ciri yang mirip dengan fauna yang hidup di Benua Australia, sehingga disebut tipe Australis [Australik].

Fauna bagian tengah merupakan fauna peralihan yang ciri atau tipenya berbeda dengan fauna Asiatis maupun Australis.

Faunanya memiliki ciri tersendiri yang tidak ditemukan di tempat lain di Nusantara. Fauna tipe ini disebut fauna endemik.

Baca Juga: Manfaat Metamorfosis Kupu-Kupu bagi Kehidupan Manusia, Mulai dari Penyerbukan Tanaman hingga Mengetahui Perubahan di Bumi

1. Fauna Indonesia bagian barat

Fauna Indonesia bagian Barat atau tipe asiatis mencakup wilayah Sumatra, Jawa, Bali, dan Kalimantan.

Hewan berukuran besar banyak ditemui di wilayah ini seperti gajah, macan, tapir, badak bercula satu, banteng, kerbau, rusa, babi hutan, orang utan, monyet, bekantan, dan lain-lain.

Di wilayah itu banyak pula ditemui reptil seperti ular, buaya, tokek, kadal, biawak, bunglon, kura-kura, dan trenggiling.

Page 3

Mengapa ada nama ilmiah untuk semua flora dan fauna? [Sylvana Toemon]

Berbagai jenis burung yang dapat ditemui seperti burung hantu, gagak, jalak, elang, merak, kutilang, dan berbagai macam unggas.

Berbagai macam ikan air tawar seperti pesut [sejenis lumba-lumba di Sungai Mahakam] bisa ditemui di wilayah ini.

2. Fauna Indonesia Bagian Tengah

Fauna bagian tengah disebut tipe peralihan. Fauna yang menghuni wilayah ini antara lain, babi rusa, anoa, ikan duyung, kuskus, monyet hitam, kuda, sapi, monyet saba, beruang, tarsius, sapi, dan banteng.

Terdapat juga reptil, amfibi, dan berbagai jenis burung. Repil yang terdapat di wilayah ini antara lain, biawak, komodo, buaya, dan ular.

Sedangkan, berbagai jenis burung yang ada di wilayah ini antara lain, maleo, kakatua nuri, rangkong, dan burung dewata.

3. Fauna Indonesia Bagian Timur

Fauna bagian timur antara lain, kanguru, beruang, walabi, landak irian, kuskus, kanguru pohon, dan kelelawar.

Ada juga reptil seperti biawak, buaya, ular, dan kadal. Sementara, berbagai jenis burung ditemui di wilayah ini antara lain burung cendrawasih, nuri, raja udang, kasuari, dan namudur. Sedangkan jenis ikan air tawar yang ada jumlahnya sedikit.

Baca Juga: Mizu Shingen Mochi, Mochi Sebening Air dari Jepang! Pernah Coba?

-----

Temen-teman, kalau ingin tahu lebih banyak tentang sains, dongeng fantasi, cerita misteri, dan pengetahuan seru, langsung saja berlangganan majalah Bobo dan Mombi SD. Tinggal klik di //www.gridstore.id

Atau teman-teman bisa baca versi elektronik [e-Magz] yang dapat diakses secara online di ebooks.gramedia.com

Lihat Foto

KOMPAS.COM / MUHAMMAD IRZAL ADIAKURNIA

Yaki, salah satu hewan endemik Sulawesi Utara yang ada di Taman Wisata Alam Batu Putih, Bitung, Kamis 31/8/2018].

KOMPAS.com - Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi.

Indonesia terletak di daerah tropis, ini menyebabkan memiliki tingkat curah hujan yang cukup tinggi.

Sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dibandingkan dengan daerah yang subtropis [iklim sedang] dan kutub [iklim kutub].

Tingginya keanekaragaman hayati di Indonesia ini terlihat dari berbagai macam ekosistem yang ada di Indonesia.

Dalam buku Melestarikan Indonesia [2008] karya Jatna Supriatna, Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai "mega diversity" jenis hayati dan merupakan "mega center" keanekaragaman hayati dunia.

Indonesia memiliki keanekaragaman hayati sebanding dengan Brazil yang mempunyai daratan lebih dari lima kali besarnya.

Baca juga: Tingkat Keanekaragaman Hayati

Keanekaragaman hayati Indonesia yang jumlahnya sangat tinggi, baru sekitar 6.000 spesies tumbuhan, 1.000 spesies hewan, dan 100 spesies jasad renik yang telah diketahui potensinya dan dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia untuk menunjang kebutuhan hidupnya.

Memiliki keunikan

Dilansir situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan [Kemdikbud], keanekaragaman hayati Indonesia memiliki keunikan tersendiri jika dibandingkan negara lain.

Keunikannya adalah disamping memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, Indonesia mempunyai areal tipe Indomalaya yang luas, juga tipe Oriental, Australia, dan peralihannya.

Selain itu di Indonesia terdapat banyak hewan dan tumbuhan langka, serta hewan dan tumbuhan endemik [penyebaran terbatas].

Metode elektromagnetik adalah metode geofisika yang memanfaatkan gelombang elektromagnetik alamiah maupun buatan manusia untuk mengetahui sifat fisis [resistivitas] di bawah permukaan bumi. Pemanfataan metode elektromagnetik disesuaikan dengan sumber daya manusia dan sumber daya alam pada setiap negara. Metode ini dapat dimanfaatkan untuk eksplorasi sumber daya geologi [seperti panas bumi, minyak dan gas bumi, serta bahan tambang] maupun dimanfaatkan untuk penelitian kegempaan. Di Indonesia, metode elektromagnetik sering dimanfaatkan untuk eksplorasi panas bumi, mengingat sumber daya panas bumi yang ada di Indonesia masih sangat melimpah [lihat postingan sebelumnya mengenai “Potensi Melimpah dari Geothermal”].

Berdasarkan sumber gelombang elektromagnetik, metode elektromagnetik dibagi menjadi dua, yakni pasif yaitu memanfaatkan gelombang elektromagnetik alamiah seperti metode magnetotelurik, serta aktif yang memanfaatkan gelombang elektromagnetik buatan seperti metode CSEM, CSMT, TEM, VLF, GPR. Metode yang paling sering digunakan untuk eksplorasi panas bumi adalah magnetotelurik.

Gambar 1. Skema Pengukuran menggunakan metode magnetotelurik
[Sumber : //majalah1000guru.net]

Magnetotelurik [MT] adalah metode elektromagnetik pasif yang mengukur perubahan medan magnet dan medan listrik secara alamiah. Dengan mengetahui kedua perubahan tersebut di suatu tempat maka dapat diketahui nilai konduktivitas di bawah permukaan bumi. Metode MT dilakukan dengan mengukur medan listrik menggunakan elektroda dan koil untuk mengukur medan magnet yang diletakkan di permukaan tanah.

Gambar 2. Sumber sinyal magnetotelurik [a] petir dan [b]solar wind [sumber : //majalah1000guru.net]

Sumber sinyal untuk metode magnetotelurik adalah medan magnetik yang berasal dari dalam dan luar bumi serta memiliki rentang frekuensi yang bervariasi. Medan magnet yang berasal dari dalam disebabkan oleh pergerakan mantel bumi terhadap inti bumi, contohnya solar wind. Sedangkan, medan magnet yang berasal dari luar bumi adalah medan magnet yang dihasilkan di atmosfer dan magnetosfer, seperti peristiwa petir yang menyambar. Semua sumber medan magnetik tersebut memiliki nilai yang bervariasi terhadap waktu, tetapi yang dimanfaatkan pada metode magnetotelurik hanya medan magnetik yang berasal dari luar bumi dengan rentang frekuensi yang lebih besar. Metode MT mempunyai rentang frekuensi yang panjang sehingga mampu untuk investigasi dari kedalaman beberapa puluh meter hingga ribuan meter di bawah permukaan bumi.

Gambar 3. Prinsip kerja metode magnetotelurik [sumber : //majalah1000guru.net]

Prinsip kerja metode magnetotelurik didasarkan pada proses penjalaran gelombang dan induksi elektromagnetik yang terjadi pada anomali bawah permukaan. Medan elektromagnetik yang menembus bawah permukaan akan menghasilkan medan listrik dan magnetik sekunder [arus eddy/arus telurik] dalam material konduktif di dalam bumi, yang kemudian direkam oleh sensor [alat magnetotelurik]. Menggunakan salah satu pendekatan yang digunakan dalam metode ini adalah bahwa medan elektromagnetik merupakan gelombang bidang yang merambat tegak lurus ke permukaan bumi.

Hasil pengolahan data metode magnetotelurik satu dimensi berupa grafik resistivitas semu dan fase terhadap frekuensi [grafik MT], dan nantinya data-data satu dimensi pada semua titik pengukuran tersebut akan diinversi dan digabungkan menjadi satu lintasan. Hasil pengolahan inversi data berupa gambar dua dimensi nilai resistivitas terhadap kedalaman.

Gambar 4. Contoh grafik MT [a] Frekuensi terhadap resistivitas semu, dan [b] frekuensi terhadap fase [sumber : Syahwanti Hezliana. Dkk. 2014]

Gambar 5. Contoh struktur lapisan bawah permukaan resistivitas terhadap kedalaman [sumber : Syahwanti Hezliana. Dkk. 2014]

Magnetotelurik dapat diterapkan dalam studi eksplorasi panas bumi [geothermal]. Dalam eksplorasi panas bumi dilakukan dua survei pendahuluan, yang pertama adalah survei geokimia untuk mengetahui kandungan kimia dalam sumber panas tersebut dan survei geofisika yang bisa menggunakan metode magnetotelurik untuk mengidentifikasi struktur bawah permukaan tanah seperti caps rock [batuan tudung], reservoir, dan sumber panas. Dengan menggunakan metode MT hasilnya akan berupa penampang tahanan jenis semu [apparent resistivity] bawah permukaan. Nilai tahanan jenis semu pada komponen eksplorasi panas bumi seperti caps rock adalah 60 Ωm. Frekuensi yang digunakan dalam MT berkisar 10-4 – 104  Hz.

Sumber panas bumi jenis hidrothermal sangat melimpah dan paling umum ditemui di Indonesa. Hal ini diakibatkan oleh adanya tumbukan Lempeng Pasifik, Lempeng Eurasia, dan Lempeng Indo-Australia. Interaksi antarlempeng menyebabkan adanya arus konveksi di mantel bumi, di mana arus konveksi ini menyebabkan adanya hidrothermal. Pelaksanaan eksplorasi panas bumi di permukaan diperkirakan adanya perambatan panas dari bawah permukaan atau adanya fluida panas bumi yang mengalir ke atas melalui rekahan-rekahan batuan.

Daftar Pustaka

Agung, L., 2009, Pemodelan Sistem Geothermal dengan Menggunakan Metode Magnetotelurik di Daerah Tawau, Sabah, Malaysia, Universitas Indonesia, Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Depok, [Skripsi].

Geofisika Indonesia. 2020 . Metode MT untuk Geothermal [Magnetotelurik] untuk Identifikasi Struktur Dalam. Online. Available at : //geofisika.id/metode-mt-untuk-geothermal-magnetotelurik-identifikasi-struktur-dalam/ diakses pada 7 November 2020

Sufyana, Candra Mecca. 2020. Pemanfaatan Medan Elektromagnetik Untuk Eksplorasi Bawah Permukaan Bumi. Online. Available at :  //majalah1000guru.net/2020/03/medan-elektromagnetik-bumi/.diakses 8 November 2020

Sulistio I., dkk. 2018. Aplikasi Metode Magnetotellurik Dalam Kegiatan Eksplorasi Panas Bumi Di Daerah “X”. Bandung : Prosiding Teknik Pertambangan. Vol.IV, No. 2 [2018], Hal.703.

Syahwanti Hezliana. Dkk. 2014. Aplikasi Metode Magnetotellurik untuk Pendugaan Reservoir Panas Bumi [Studi Kasus: Daerah Mata Air Panas Cubadak, Sumatera Barat]. Pontianak : Positron.Vol. IV, No. 2 [2014], Hal. 71 – 78

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề