Apa perubahan yang ada di dalam rumusan dasar negara pada sidang PPKI

Ilustrasi latar belakang perubahan rumusan dasar negara sila pertama naskah Piagam Jakarta. Sumber: Kumparan/Shutterstock

Pancasila merupakan ideologi atau dasar negara Indonesia yang kita gunakan hingga saat ini. Seperti yang kita tahu, Pancasila sendiri terdiri dari 5 sila yang digagas Ir. Soekarno pada 1 Juni 1945 melalui pidato spontannya di hadapan anggota BPUPKI.

Namun tahukah kamu bahwa sila pertama Pancasila yang kita kenal sekarang sebenarnya tidak sama dengan gagasan awal Pancasila lho!

Rumusan awal sila-sila dalam Pancasila itu sendiri pada dasarnya tercantum dalam isi Piagam Jakarta, namun dalam sidang PPKI [Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia] tanggal 18 Agustus 1945 akhirnya sila pertama Pancasila tersebut diubah.

Melansir dari buku Menggores Tinta di Lembah Hijau, Muhammad Nurudin [2019: 153], latar belakang perubahan rumusan dasar negara sila pertama naskah Piagam Jakarta menurut Mohammad Hatta disebabkan oleh adanya rasa keberatan dari wakil-wakil pemeluk agama lain dengan rumusan sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.

Setelah adanya rasa keberatan atas rumusan tersebut, maka setelahnya sila pertama pun diubah menjadi “Ketuhanan yang Maha Esa” atas hasil musyawarah dengan tujuan menjaga bangsa Indonesia dan menjaga hubungan antara tokoh pendiri bangsa agar tidak terpecah belah.

Berdasarkan pendapat Mohammad Hatta tadi, maka secara umum latar belakang perubahan rumusan dasar negara sila pertama naskah Piagam Jakarta tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini:

  • Rakyat Indonesia memiliki latar belakang agama dan kepercayaan yang berbeda-beda sehingga rumusan “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” tidak dapat mewakili seluruh rakyat Indonesia.

  • Tokoh pendiri bangsa Indonesia berusaha untuk menampung aspirasi dan pendapat dari perwakilan Indonesia Timur khususnya dari para pemeluk agama lain

  • Perubahan rumusan sila pertama dilakukan untuk mempertahankan keutuhan dan persatuan serta kesatuan bangsa Indonesia

Demikianlah ulasan singkat terkait latar belakang perubahan rumusan dasar negara sila pertama naskah Piagam Jakarta. Semoga informasi tadi dapat bermanfaat! [HAI]

Pembahasan dalam artikel kali ini adalah seputar sidang ppki, hasil sidang ppki 18 Agustus 1945, rumusan dasar negara, rumusan pancasila, dan perumusan dasar negara.

Pada 18 Agustus 1945, semua anggota PPKI diundang untuk melaksanakan sidang guna menetapkan UUD serta memilih presiden dan wakil presiden. Dalam persidangan itu, terdapat beberapa perubahan rumusan pembukaan UUD hasil Piagam Jakarta dan rancangan batang tubuh UUD hasil Sidang II BPUPKI.

Empat perubahan yang disepakati tersebut adalah sebagai berikut.

  1. Kata Mukaddimah diganti dengan kata Pembukaan.
  2. Sila pertama, yaitu Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk pemeluknya” diganti dengan rumusan “Ketuhanan Yang Maha Esa.”
  3. Perubahan pasal 6 UUD yang berbunyi “Presiden ialah orang Indonesia asli yang beragama Islam” menjadi “Presiden ialah orang Indonesia asli.”
  4. Pasal 28 UUD 1945 yang berbunyi “Negara berdasar atas Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi pasal 29 UUD 1945 yang berbunyi “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Perubahan-perubahan yang cukup mendasar ini dikaji oleh Drs. Moh. Hatta setelah menerima tamu seorang opsir kaigun Jepang. Opsir tersebut memberitahu kan bahwa wakil-wakil Protestan dan Katholik di daerah yang dikuasai oleh Angkatan Laut Jepang di Indonesia Timur menyatakan keberatan dengan rumusan tujuh kata dalam sila pertama Piagam Jakarta. Apabila tetap dipertahankan, mereka lebih memilih untuk keluar dari Indonesia.

Untuk tetap menjaga persatuan dan kesatuan serta kemerdekaan yang telah susah payah diperjuangkan, Drs. Moh. Hatta bermusyawarah dengan Ki Bagoes Hadikoesoemo, Kasman Singodimedjo, Teuku Hasan, dan Wachid Hasyim.

Kemudian, tercapailah kesepakatan untuk menghapus tujuh kata kunci dalam sila pertama. Dengan perubahan-perubahan itu, terutama dalam bagian Pembukaan UUD 1945, maka rumusan dasar negara Pancasila yaitu sebagai berikut:

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa;
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;
  3. Persatuan Indonesia;
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan Perwakilan;
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Undang-undang yang disusun oleh BPUPKI dan Undang- Undang Dasar yang ditetapkan oleh PPKI, tidak memuat satu pasal pun mengenai luas wilayah dan batas negara. 

Namun, dalam rapat pada 18 Agustus 1945, Ir. Soekarno menerangkan bahwa dirinya diberitahukan oleh Jenderal Terauchi bahwa negara Indonesia merdeka akan meliputi batas Hindia Belanda dahulu. 

Selengkapnya, keputusan yang dihasilkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945, yaitu sebagai berikut:

  1. Mengesahkan dan menetapkan UUD 1945;
  2. Memilih Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil presiden;
  3. Pembentukan Komite Nasional Indonesia Pusat [KNIP]

Dengan disahkan Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945 pada 18 Agustus 1945, resmilah Indonesia menjadi sebuah negara. UUD 1945 ini merupakan konstitusi yakni sebagai hukum dasar tertulis bagi aturan-aturan dalam penye lenggaraan pemerintahan negara yang telah dibentuk. PPKI juga telah memilih Presiden dan Wakil Presiden untuk menyelenggarakan pemerintahan.


Jumlah pasal dalam batang tubuh UUD 1945 terdiri atas 37

pasal, empat aturan peralihan dan dua aturan tambahan.

Lihat pula: Detik-detik Proklamasi

Jakarta - Rumusan dasar negara dalam Piagam Jakarta yang telah disepakati dan ditandatangi bersama anggota Panitia Sembilan mengalami revisi. Hasil revisi yang sah dan benar tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Seperti apa perbedaan rumusan dasar negara dalam piagam Jakarta dengan pembukaan UUD 1945?

Perumusan dasar negara menjadi salah satu agenda pembicaraan sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia [BPUPKI]. Bahkan BPUPKI membentuk sebuah panitia kecil untuk menyiapkan rumusan dasar negara.

Panitia kecil tersebut beranggotakan sembilan orang, sehingga dikenal dengan nama Panita Sembilan yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Pada tanggal 22 Juni 1945, pertemuan antara BPUPKI dan Panitia Sembilan akhirnya menghasilkan sebuah rumusan dasar negara.

Dikutip dari buku Bahas Tuntas 1001 Soal IPS karya Forum Tentor, rumusan tersebut menggambarkan maksud dan tujuan pembentukan negara Indonesia dan diberi nama Jakarta Charter atau Piagam Jakarta. Bunyi dari rumusan dasar negara dalam Piagam Jakarta adalah sebagai berikut:

1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya;

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;

3. Persatuan Indonesia;

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan;

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Lantas apa perbedaan rumusan dasar negara dalam piagam jakarta dengan pembukaan UUD 1945?

Pada 11 Juli 1945, Panitia Perancang Undang-Undang menyetujui isi preambule [Pembukaan UUD] yang diambil dari Piagam Jakarta. Panitia Perancang Undang-Undang membentuk sebuah panitia kecil lagi yang diketuai oleh Prof. Dr. Mr. Soepomo.

Mereka bertugas untuk merumuskan isi pembukaan UUD yang kemudian hasilnya disempurnakan bahasanya oleh Panitia Penghalus Bahasa. Panitia ini terdiri dari Husein Jayadiningrat, Agus Salim, dan Supomo.

Pembukaan dan batang tubuh rancangan UUD yang dihasilkan disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945. Namun, sebelum disahkan, pembukaan UUD yang diambil dari Piagam Jakarta mengalami perubahan.

Tepatnya pada 17 Agustus 1945 sore, seorang opsir angkatan laut Jepang menemui Drs. Mohammad Hatta. Opsir tersebut menyampaikan keberatan dari tokoh-tokoh rakyat Indonesia bagian Timur atas kalimat dalam sila pertama Piagam Jakarta.

Moh. Hatta dan Ir. Soekarno meminta empat tokoh Islam, Ki Bagus Hadikusumo, Wahid Hasyim, Mr. Kasman Singodimejo, dan Mr. Teuku Moh. Hasan untuk membicarakan hal tersebut. Setelah berdiskusi, akhirnya disepakati rumusan pada sila pertama dalam Piagam Jakarta diganti dengan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Kesepakatan ini menunjukkan toleransi yang tinggi. Artinya, para pejuang menyadari bahwa Indonesia multikultural yang didirikan di tengah keberagaman, baik suku, ras, maupun agama.

Menurut buku Modul Resmi SKB dan SKD karya Tim Psikologi Salemba, rumusan 'Ketuhanan' dalam Piagam Jakarta belum mampu mengakomodasi seluruh agama atau keyakinan yang dipeluk bangsa Indonesia. Oleh karena itu, rumusan dasar negara dalam sila pertama tersebut mengalami perubahan.

Hasil revisi inilah yang disebutkan dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai rumusan dasar negara yang sah dan benar. Hal itu pun ditegaskan dalam Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 1968.

Jadi, perbedaan rumusan dasar negara dalam Piagam Jakarta dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 [UUD 1945] terdapat pada sila pertama. Berikut rumusan dasar negara dalam Pembukaan UUD 1945 setelah diubah.


1. Ketuhanan Yang Maha Esa;

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;

3. Persatuan Indonesia;

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan;

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

detikers, sudah tahu apa perbedaan rumusan dasar negara dalam piagam jakarta dengan pembukaan UUD 1945 kan? Semoga bermanfaat!

Simak Video "Survei SMRC: 78% Rakyat Indonesia Tak Setuju Amandemen UUD 1945"


[Gambas:Video 20detik]
[rah/pay]

Video yang berhubungan

Bài Viết Liên Quan

Bài mới nhất

Chủ Đề