Apa saja adab bermusyawarah yang terdapat dalam surat Ali Imran ayat 159?

  • فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ

    159. Maka berkat rahmat Allah engkau [Muhammad] berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.

Dalam kehidupan bersama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, maupun bangsa, musyawarah sangat diperlukan. Karena, musyawarah memiliki posisi penting dalam membangun tatanan kehidupan masyarakat.

Saking pentingnya, Islam memberikan kaidah dalam musyawarah agar suasana kondusif tetap terjaga—sebelum, selama, dan setelah musyawarah—sebagaimana dijelaskan dalam Alquran surah Ali Imran [3] ayat 159, "Maka, disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya, Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya." Yang dimaksud "bermusyawarah dalam urusan itu" dalam ayat tersebut sebagaimana dijelaskan dalam Alquran dan Terjemahnya Departemen Agama Republik Indonesia adalah urusan peperangan dan hal-hal duniawiah lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan, dan lain-lainnya. Agar musyawarah yang diselenggarakan itu mendapatkan hasil keputusan terbaik dan mendapat ridha Allah SWT maka setiap peserta mesti memahami kaidah dalam bermusyawarah [QS Ali Imran [3]: 159]. Pertama, bersikap lemah lembut. Setiap peserta musyawarah harus dapat bersikap lemah lembut, baik dalam sikap, ucapan dan tindakan, serta menghindari sikap emosional, berkata-kata kasar, menggebrak meja, dan keras kepala. Kedua, mudah memberi maaf. Sikap ini harus dimiliki oleh setiap peserta sebab musyawarah itu tidak akan berjalan dengan baik jika masing-masing peserta masih diliputi kekeruhan hati. Ketiga, membangun hubungan yang kuat dengan Allah melalui permohonan ampun. Dalam musyawarah dimungkinkan terjadi kesalahan, baik yang disadari maupun tidak, Rasulullah SAW mengajarkan doa kafaratul majelis sebagai penutup musyawarah. "Subhanakallahumma wabihamdika asyhadu alla ilahailla anta astaghfiruka wa'atubu ilaik" [Maha Suci Engkau ya Allah, dengan memuji-Mu aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq disembah melainkan diri-Mu, aku memohon pengampunan-Mu dan bertaubat kepada-Mu]. [HR Tirmidzi]. Keempat, membulatkan tekad. Sudah semestinya peserta musyawarah membulatkan tekad dalam mengambil suatu keputusan yang disepakati bersama [mufakat], bukan saling ingin menang sendiri tanpa ada keputusan. Dan, jika suatu keputusan harus diputuskan melalui voting maka setiap peserta musyawarah hendaknya dapat menerima hasilnya dengan lapang dada. Kelima, bertawakal kepada Allah. Setelah bermusyawarah semestinya keputusan yang telah diambil, baik secara mufakat maupun voting—hasilnya diserahkan sepenuhnya kepada Allah karena Dialah yang menentukan segala sesuatu itu terjadi.

Semoga Allah membimbing kita dan para pengelola bangsa dalam bermusyawarah agar tercipta ketenangan, keharmonisan, dan hasil yang terbaik dalam upaya membangun bangsa menuju kehidupan yang lebih baik dan bermartabat. Aamiin.

ZAINUL ABIDIN, NIM. 15530020 [2020] MUSYAWARAH DALAM QS. ALI ‘IMRĀN [3]: 159. Skripsi thesis, UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA.

Preview

Text [MUSYAWARAH DALAM QS. ALI ‘IMRĀN [3]: 159]
15530020_ZAINUL ABIDIN_BAB I_BAB IV_BAB V_DAFTAR PUSTAKA.pdf - Published Version

Download [7MB] | Preview
Text [MUSYAWARAH DALAM QS. ALI ‘IMRĀN [3]: 159]
15530020_ZAINUL ABIDIN_BAB II_BAB III_CURRICULUM VITAE.pdf - Published Version
Restricted to Registered users only

Download [5MB]

Abstract

Secara umum pembahasan tentang syura mempunyai arti yang hampir sama, yakni suatu proses mengeluarkan pendapat, berembuk dengan orang lain dalam rangka mencari keputusan yang tepat. dalam Al-Qur’an meskipun kata syura hanya ada tiga ayat tetapi prinsipya ada dimana-mana. dalam hal ini penulis memfokuskan pada QS. Ali ‘Imrān [3]: 159, memungkinkan timbulnya dugaan sebagian orang bahwa Al- Qur’an tidak memberi perhatian yang cukup terhadap persoalan musyawarah. Namun, dengan mengingat cara Al- Qur’an memberi petunjuk, yang dalam banyak hal memang hanya memberi prinsip-prinsip umum saja, serta dengan menggali lebih dalam [eksploratis] kandungan ayat-ayat tersebut, paling tidak dugaan itu akan sirna. Penelitian ini ditulis bertujuan untuk menjelaskan dan membandingkan penafsiran dua mufassir, yaitu Sayyid Quṭb dan M. Quraish Shihab terhadap makna musyawarah terhadap QS. Ali ‘Imrān [3] :159 dari Tafsir f ī> Z}ila>l Al-Qur’an karya Sayyid Quṭb dan Tafsir Al-Mishbah karya M. Quraish Shihab dengan mengunakan metode perbandingan. Rumusan masalah yang akan duteliti jawabannya adalah: [1] Bagaimana penafsiran Syura secara umum dalam Al- Qur’an? [2] Bagaimana persamaan dan perbedaan penafsiran Quraish Shihab dan Sayyid Quṭb tentang Syura dalam QS. Ali ‘Imrān [3]: 159? [3] Bagaimana signifikansi makna Syura dalam konteks ke-Indonesiaan? Setelah melakukan penelitian dengan metode analisiskomparatif [analytical- comparative-method],penulis menemukan bahwa Hasil penelitian yang didapatkan dari penafsiran dua mufassir dalam memahami QS. Ali ‘Imrān [3] :159 adalah terdapat banyak perbedaan dan persamaannya. Adapun persamaannya yakni dari segi penyajian Sayyid Quṭb menggunakan bahasa yang bernuansa politik dan cenderung tegas dan keras. Berbeda dengan Quraish Shihab yang xix cenderung terbuka dan toleransi dan memahami ayat secara kontekstual. Adapun perbedaan dari keduanya lebih disebabkan oleh situasi dan kondisi, latar belakang sosial ataupun dari segi pendidikan politik.

Share this knowledge with your friends :

Actions [login required]

View Item

Oleh Irfatun nadzifah

12301183073

Dalam kehidupan manusia musyawarah menjadi salah satu unsur penting dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat, dan me mbentuk tatanan masyarakat. Maka dari itu islam telah menetapkan kaidah-kaidah musyawarah agar terbentuknya masyarakat yang damai dan kondusif. Sebagaimana telah dijelaskan dalam firman Allah QS. Ali-Imran ayat 159:

فَبِمَا رَحۡمَةٖ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمۡۖ وَلَوۡ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلۡقَلۡبِ لَٱنفَضُّواْ مِنۡ حَوۡلِكَۖ فَٱعۡفُ عَنۡهُمۡ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لَهُمۡ وَشَاوِرۡهُمۡ فِي ٱلۡأَمۡرِۖ فَإِذَا عَزَمۡتَ فَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُتَوَكِّلِينَ ١٥٩

Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya” [QS. Ali-Imran: 159]

Firman Allah menjadi salah satu bukti bahwa karunia yang berupa rahmat kepada rasul-Nya, yaitu bahwa Allah SWT. Sendiri yang mendidik dan membentuk kepribadian Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana sabda beliau : “Aku dididik oleh Tuhanku”, maka sungguh baik hasil pendidikannya kepribadian beliau dibentuk sehingga bukan hanya pengetahuan yang Allah limpahkan kepada beliau melalui wahyu-wahyu AlQuran, tetapi kalbu beliau disinari, bahkan totalitas wujud beliau merupakan rahmat bagi seluruh alam.

Pada ayat diatas menurut DR. M. Quraish Shihab dalam tafsir Al-Misbah, ada tiga sifat secara berurutan disebut dan diperintahkan kepada Nabi Muhammad Saw. Untuk dilaksanakan sebelum bermusyawarah, penyebutan ketiga hal itu, walaupun dari segi konteks turunnya ayat, mempunyai makna tersendiri yang berkaitan dengan perang uhud, namun dari segi pelaksanaan dan esensi musyawarah. Ia menghiasi diri Nabi Muhammad Saw dan setiap orang yang melakukan musyawarah, setelah itu disebut lagi atau sikap yang harus diambil setelah adanya hasil musyawarah itu bulat tekadnya.

Pertama : Berlaku lemah lembut, tidak kasar dan tidak berhati keras, seorang yang melakukan musyawarah, apalagi yang berada dalam posisi pemimpin, yang pertama ia harus hindari adalah tutur kata yang kasar serta sikap keras kepala, karena jika tidak, aka mitra musyawarah akan bertebaran pergi.

Kedua : Memberi maaf dan membuka lembaran baru dalam bahasa ayat diatas, maaf secara harfiah berarti manghapus, mamafkan adalah enghapus bekas uka hati akibat perlakuan pihak pihak lain yang dinilai tidak wajar sedangkan kcerahan fikirannya hanya hadir bersamaan dengan sinarnya kekeruhan hati, disisi lain, yang bermusyawarah harus mempersiapkan mentalnya untuk selalu bersedia member maaf, karena boleh jadi ketika melakukan musyawarah terjadi perbedaan pendapat atau ada pendapat yang menyinggung perasaan bahkan bisa jadi mengubah musyawarah menjadi pertengkaran.

Untuk mencapai yang terbaik dari suatu hasil musyawarah, hubungan dengan Tuhan pun harus harmonis itu sebabnya hal ketiga harus mengiringi musyawarah adalah permohonan maghfirah dan ampunan Ilahi pesan terakhir ilahi dalam konteks musyawarah adalah bertawakkal atau berserah diri setelah membulatkan tekad.

Musyawarah menjadi salah satu jalan komunikasi dalam suatu organisasi maupun masyarakat. Dalam hubungan sosial komunikasi menjadi satu hal yang sangat penting, untuk mengungkapkan pemikiran dari masing-masing masyarakat. Dengan adanya musyawarah akan mempermudah komunikasi dalam suatu organisasi. Musyawarah secara tidak langsung juga menuntut kita untu saling menghargai setiap perbedaan yang ada. Kadang bahkan dengan perbedaan itulah dapat melahirkan keharmonisan dalam suatu organisasi atau masyarakat.

Dilihat dari sudut kenegaraan maka musyawarah adalah suatu prinsip konstitusional dalam demokrasi islam yang wajib dilaksanakan dalam suatu pemerintahan dengan tujuan untuk mencegah lahirnya keputusan yang merugikan kepentingan umum atau rakyat.

Islam memberikan tuntunan untuk bermusyawarah dalam menyelesaikan permasalahan dan mencapai suatu tujuan. Agar musyawarah dapat menghasilkan keputusan terbaik dan mendapatkan ridha Allah, maka perlu kita pahami kaidah-kaidah dalam musyawarah yang telah di jelaskan oleh Allah dalam QS. Al-Imran ayat 159. Kaidah pertama yang disebutkan dalam ayat tersebut yaitu: “Berlaku lemah lembut”, yaitu setiap anggota musyawarah hendaknya menata hatinya untuk senantiasa bersikap lemah lembut dalam berucap dan bertindak, dan juga menghindari sikap emosional, keras kepala dalam berlangsungnya musyawarah, sehingga musyawarah dapat berjalan dengan lancar.

Kaidah kedua yaitu, “maafkanlah mereka” artinya apabila dalam suatu musyawarah kita harus saling memaafkan kepada sesama anggota musyawarah agar dalam berjalannya musyawarah tidak diliputi dengan kemarahan terhadap sesama anggota musyawarh

Kaidah ketiga yaitu, “mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu” artinya memohonkan ampun kepada Allah, dalam musyawarahh sangat mungkin terjadi suatu kesalahan baik disadari maupun tidak disadari. Maka permohonan ampun kepada Allah ini sangat penting untuk membersihkan diri kita dan hati kita dari suatu kesalahan.

Kaidah keempat yaitu, “Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya” artinya membulatkan tekad dalam mengambil suatu keputusan dalam musyawarah yang telah disepakati, dan hendaknya dapat menerima hasilnya dengan lapang dada. Apabila keputusan telah disepakati langkah selanjutnya adalah menyerahkan hasil sepenuhnya kepada Allah, karena Allah lah yang menentukan segala sesuatu yang akan terjadi.

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề