Apa yang dimaksud dengan state of the art

Oleh Murad Maulana 11 Des, 2016

Salah satu kunci penting dalam melakukan penelitian ilmiah adalah pada state of the art dan gap teoritik. Setidaknya dua istilah itulah yang harus dicari terlebih dahulu sehingga akan terlihat rumusan masalah yang ada dilapangan. Dua istilah itu, saya dapatkan dari Prof.Achmad Djunaedi, dosen mata kuliah seminar proposal semester ini yang saya ikuti. Setidaknya ini menjadi trik baru ketika akan melakukan sebuah penelitian. Jujur, sebelumnya saya hanya melist sebuah masalah dilapangan terlebih dahulu baru kemudian melihat dari sisi teorinya.

Kalau di detailkan, apa sih sebenarnya state of the art dan gap teoritik itu? Saya memahaminya kira-kira seperti ini:

Menurut beliau bahwa state of the art adalah ujungnya ilmu pengetahuan. Seperti yang kita tahu, ilmu pengetahuan itu tidak statis. Ia mengalami perubahan dari waktu ke waktu, jadi dinamis. Dalam istilah yang pernah disinggung oleh Thomas Kuhn bahwa ilmu pengetahuan itu bersifat revolusioner dari satu pradigma ke paradigma baru. Nah, state of the art ini adalah fokusnya pada apa yang paling terbaru dari sebuah teori yang ada. Biasanya di jurnal-jurnal akan ditemukan state of the art dari sebuah ilmu pengetahuan yang paling mutakhir. Oleh karenanya penting sekali membaca jurnal untuk mengikuti trend atau perkembangan terbaru dari sebuah ilmu pengetahuan.

Lantas, apa itu gap teoritik? Nah, gap teoritik adalah perbedaan atau jeda yang terjadi antara state of the art dengan empiris atau fenomena yang terjadi dilapangan. Ini bisa dilihat setelah melakukan perbandingan di antara keduanya. Jika terjadi keraguan, maka perlu menguji yang dilanjutkan misalnya dengan cara melakukan metode penelitian survey [survey research methods]. Penelitian ini apa yang disebut dengan peneltian kuantitatif. Logika berpikirnya adalah deduksi. Lain lagi dengan qualitative research methods, maka tidak ada teori ketika akan terjun dilapangan. Teori hanya sebagai pembanding agar tetap dalam koridor penelitian. Logika berpikirnyapun secara induksi. Bagaimana seandainya teori tidak lengkap? Maka bisa menggunakan modifikasi teori yang dikenal dengan penelitian studi kasus [case study]. Salah satu buku rekomendasinya adalah yang ditulis oleh R.K.Yin.

Jika digambaran antara state of the art dan gap terotik dalam penelitian ilmiah kira-kira seperti ini:


State of the Art dan Gap Teoritik
Kita bisa melihat pada gambar diatas topik sebuah penelitian dalam hal ini masalah bisa muncul ketika melihat adanya gap teoritik antara state of the art dengan yang terjadi fenomena dilapangan. Pendek kata, antara teori yang ada ternyata terjadi perbedaan dengan situasi yang terjadi di lapangan, maka ini terjadi gap teoritik. Tinjauan pustaka menjadi penting untuk melihat sejauh mana ilmu pengetahuan telah berkembang hingga yang paling terbaru itu ada. Umumnya bisa dengan melihat penelitian-penelitian terdahulu misalnya dengan membaca jurnal-jurnal. Jadi, dengan kata lain tinjauan pustaka itu berfungsi bukan hanya untuk melihat perbedaan dengan penelitian yang akan kita lakukan. Namun demikian, itu bermanfaat untuk melihat perkembangan ilmu pengetahuan tahap demi tahap sehingga terlihat alur proses perkembangannya. Biasanya untuk mempermudah dibuat tabel dari tahun ke tahun perkembangan dari ilmu pengetahuan tersebut berdasarkan dengan subjek ilmunya.

Nah, kira-kira seperti itulah pentingnya state of the art dan gap teoritik dalam sebuah penelitian ilmiah. Jika ada yang dirasa keliru dengan pemahaman saya, mohon kiranya kawan-kawan bisa memberikan masukan melalui kotak komentar dibawah atau bisa via email sehingga nanti bisa saya update secepatnya.

Salam,

Pustakawan Blogger

JANGAN LEWATKAN

Kehadiran Ameena Hanna Nur Atta membawa kehangatan dan keceriaan bagi keluarga besar Aurel Hermansyah dan Atta Halilintar. Apalagi hubungan Aurel…

Isu bakal rujuk kembali antara mantan pasangan artis, Gading Marten dan Gisel sempat santer terdengar. Apalagi penyanyi jebolan ajang pencarian…

Syahrini diketahui sudah 3 tahun dinikahi Reino Barack namun tak kunjung dapat momongan. Sudah 3 tahun dinikahi Reino Barack namun…

Rieta Amalia, ibunda dari sultan Andara, Nagita Slavina, baru-baru ini memberikan kabar kurang sedap yang menjadi sorotan publik. Kabarnya, Rieta…

Masih ingat dengan Zarima Mirafsur yang dijuluki ratu ekstasi? Dijuluki ratu ekstasi, begini kisah tragis Zarima Mirafsur yang pernah melahirkan…

Dalam sebuah wawancara baru-baru ini lewat kanal Youtube Qiss You TV, Ayu Ting Ting berhasil mendatangkan sosok di luar dugaan.…

Kabar gembira tengah meliputi sosok penyanyi dangdut, Zaskia Gotik yang diketahui sedang hamil anak kedua. Tapi baru-baru ini hal mengejutkan…

Telak, sosok artis cantik ini minta cerai usai tangkap basah suami selingkuh dengan sang ibu kandung. Nasib rumah tangga artis…

Artis cilik, King Faaz kian makin hari makin tenar karena tingkah lucu dan sikap sopan yang dimilikinya, Ya, Putra kandung…

Fungsi Teori dan State of the Arts dalam Penelitian

[Bahan Kuliah Program Magister dan Doktor]

[Prof. Dr. Mudjia Rahardjo, M.Si]

 

A. Pengantar

 

Selain masalah, pertanyaan, tujuan, dan metode penelitian, bagian lain yang tidak kalah pentingnya dan menjadi bagian tak terpisahkan dari kegiatan penelitian adalah teori. Tetapi sebelum melangkah lebih lanjut, penting untuk ditegaskan apa yang dimaksud dengan teori. Kendati istilah ‘teori’ begitu sering dipakai dalam wacana akademik, sebenarnya arti yang tepat masih samar-samar [vague] dan beragam. Para pakar memberikan definisi sesuai pandangannya masing-masing.  Namun, secara umum, teori diartikan sebagai seperangkat ide, penjelasan atau prediksi secara ilmiah.  Dengan nafas positivistik, Kerlinger [Creswell, 2003: 120] mengartikan teori sebagai seperangkat ide, konstruk atau variabel, definisi, dan proposisi yang memberikan gambaran suatu fenomena atau peristiwa secara sistematik dengan cara menentukan hubungan antar-variabel. Lengkapnya definsi Kerlinger tersebut adalah:

“A theory is a set of interrelated constructs  [variables], definitions, and propositions that presents a systematic view of phenomena by specifying relations among variables.

Senada dengan definsi tersebut, Labovitz dan Hagedorn menambahkan bahwa teori merupakan anggapan dasar [rationale] yang menentukan bagaimana dan mengapa variabel dan pernyataan-pernyataan relasional tertentu saling terkait.  Misalnya, mengapa variabel bebas X [independent variable X] mempengaruhi atau berpengaruh terhadap variabel Y?. Teori akan memberikan penjelasan mengenai prediksi tersebut. Dengan demikian, teori digunakan untuk menjelaskan sebuah model atau seperangkat konsep dan proposisi yang  sesuai dengan kejadian yang sebenarnya atau  sebagai dasar melakukan suatu tindakan yang terkait dengan sebuah peristiwa tertentu.

Sementara itu, tidak seperti Kerlinger, Labovitz dan Hagedorn yang definisinya mengenai teori lebih positivistik, Thomas Kuhn memberikan pandangan agak berbeda bahwa pada umumnya peneliti kualitatif berpandangan bahwa semua observasi berbasis teori [theory laden]. Artinya, pemahaman kita tentang dunia secara otomatis dibentuk oleh pengetahuan kita sebelumnya tentang dunia itu, sehingga tidak akan pernah ada deskripsi atau penjelasan berbasis teori yang netral dan objektif lepas dari perspektif tertentu. Karena itu, teori, terungkap atau tidak, merupakan komponen tak terpisahkan dari penelitian.

Jika Kerlinger, Labovitz dan Hagedorn, dan Thomas Kuhn memberikan penjelasan mengenai teori lebih secara konseptual, Neuman [2000] lebih melihat wilayah cakupannya [a breadth of coverage]. Menurutnya, ada tiga tingkatan teori, yaitu  tingkat mikro [micro-level], tingkat meso [meso-level], dan tingkat makro [macro-level]. Teori tingkat mikro memberikan penjelasan hanya terbatas pada peristiwa yang berskala kecil, baik dari sisi waktu, ruang, maupun jumlah orang, seperti di dalam sosiologi dikenal teori “face work” Erving Goffman yang mengkaji kegiatan ritual dua orang yang saling berhadapan atau bertatap muka [face to face]. Teori tingkat meso menghubungkan tingkat mikro dan makro. Misalnya, teori organisasi, gerakan sosial, atau komunitas. Teori Collin tentang kontrol organisasi merupakan contoh teori tingkat meso. Se dangkan teori tingkat makro menjelaskan objek yang lebih luas, seperti lembaga sosial, sistem budaya, dan masyarakat secara keseluruhan. Misalnya, teori makro Lenski tentang stratifikasi sosial menjelaskan bagaimana surplus yang terjadi di masyarakat berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat itu sendiri. Artinya, jika sebuah masyarakat berkembang pesat, maka akan diikuti oleh surplus pada masyarakat itu.

 

B. Bentuk Teori

Terdapat macam-macam bentuk atau wujud teori sebagai berikut:

a.  Bentuk seperangkat hipotesis, seperti:

1. “Semakin tinggi kedudukan seseorang, semakin tinggi pula tingkat kepercayaan masyarakat kepadanya”.

2. “Semakin tinggi tingkat pendapatan keluarga, semakin tinggi pula tingkat pengeluarannya”.

b.  Dalam bentuk model  pernyataan “jika … , ma ka …”, seperti:

1. “Jika interaksi antara dua atau lebih orang intensif, maka tingkat kesukaan di antara mereka juga meningkat”.

2. “Jika fasilitas belajar mengajar lengkap, maka kompetensi siswa juga akan meningkat”.

c.  Ketiga adalah model visual, sebagaimana digambarkan berikut:

Bagan 1: Three independent variables influencing a single dependent variable mediated by two intervening variables. [Gambar diambil dari Creswell [2003: 122-123]

Bagan 2: Two Given Different treatments on X1 are compared in terms of Y1 controlling for X2.

 

C. Fungsi Teori dalam Penelitian

Sebagaimana diketahui menurut filsafat ilmu pengetahuan, dikenal ada dua aliran pemikiran besar atau paradigma ilmu dalam memandang persoalan, yakni paradigma positivistik yang bersumber atau dipengaruhi oleh cara pandang ilmu alam yang bersandar pada hal-hal yang bersifat empirik, dan menjadi dasar metode penelitian kuantitatif, dan paradigma interpretif yang berakar dari cara pandang ilmu sosial yang lebih bersifat holistik dalam memandang persoalan, dan menjadi dasar metode penelitian kualitatif. Masing-masing metode tersebut berbeda sangat tajam dalam memandang persoalan yang diangkat menjadi masalah penelitian, mulai dari tujuan penelitian, desain penelitian, proses penelitian, bentuk pertanyaan penelitian, metode perolehan data, mengukur keabsahan data, analisis data hingga makna dan fungsi teori. Berikut uraian ringkasnya.

Dalam metode penelitian kuantitatif, teori berfungsi sebagai dasar penelitian untuk diuji. Oleh karena itu, sebelum mulai kegiatan pengumpulan data, peneliti menjelaskan teori secara komprehensif. Uraian mengenai teori ini dipaparkan dengan jelas dan rinci pada desain penelitian. Teori menjadi kerangka kerja [framework] untuk keseluruhan proses penelitian, mulai bentuk dan rumusan pertanyaan atau hipotesis hingga prosedur pengumpulan data. Peneliti menguji atau memverifikasi teori dengan cara menjawab hipotesis atau pertanyaan penelitian yang diperoleh dari teori. Hipotesis atau pertanyaan penelitian tersebut mengandung variabel untuk ditentukan  jawabannya. Karena itu, metode penelitian kuantitatif berangkat dari teori.

Sebaliknya, metode penelitian kualitatif berangkat dari lapangan dengan melihat fenomena atau gejala yang terjadi untuk selanjutnya menghasilkan atau mengembangkan teori. Jika dalam metode penelitian kuantitatif teori berwujud dalam bentuk hipotesis atau definisi sebagaimana dipaparkan pada halaman sebelumnya, maka dalam metode penelitian kualitatif teori berbentuk pola [pattern] atau generalisasi naturalistik [naturalistic generalization]. Karena itu, pola dari suatu fenomena bisa dianggap sebagai sebuah teori.  Kalau begitu apa fungsi teori dalam metode penelitian kualitatif? Teori dipakai sebagai bahan pisau analisis untuk memahami persoalan yang diteliti.

Dengan teori, peneliti akan memperoleh inspirasi untuk bisa memaknai persoalan. Memang teori  bukan satu-satunya alat atau bahan untuk melihat persoalan yang diteliti. Pengalaman atau pengetahuan peneliti sebelumnya yang diperoleh lewat pembacaan literatur, mengikuti diskusi ilmiah, seminar atau konferensi, ceramah dan sebagainya bisa dipakai sebagai bahan tambahan untuk memahami persoalan secara lebih mendalam. Teori dipakai sebagai informasi pembanding atau tambahan untuk melihat gejala yang diteliti secara lebih utuh. Karena tujuan utama penelitian kualitatif adalah untuk memahami gejala atau persoalan tidak dalam konteks mencari penyebab atau akibat dari sebuah persoalan lewat variabel yang ada melainkan untuk memahami gejala secara komprehensif, maka berbagai informasi mengenai persoalan yang diteliti wajib diperoleh. Informasi dimaksud termasuk dari hasil-hasil penelitian sebelumnya mengenai persoalan yang sama atau mirip.

Misalnya, jika seorang mahasiswa program magister atau doktor bidang pendidikan ingin meneliti mengenai pola orangtua di masyarakat perkotaan dalam mendidik anak, maka informasi dari mana saja, lebih-lebih dari hasil penelitian sebelumnya yang mirip dengan tema tersebut, wajib dikumpulkan. Informasi itu tidak saja dipakai sebagai bahan perbandingan untuk memahami persoalan yang diteliti, tetapi juga untuk menegaskan bahwa peneliti tidak melakukan duplikasi atau replikasi dari penelitian sebelumnya. Sebab, baik duplikasi maupun replikasi keduanya dianggap tidak memberikan kontribusi apa-apa dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Kegiatan penelitian memerlukan hal-hal yang baru [novelty] yang tentu tidak akan diperoleh dari duplikasi dan replikasi. Itu yang oleh para ahli sering disebut sebagai ‘state of the arts’ dalam penelitian yang meliputi siapa saja hingga yang paling terakhir meneliti apa, di mana [jika penelitian lapangan], apa masalahnya, metode apa yang dipakai, dan dengan hasil apa.  Untuk kepentingan praktis agar memudahkan pembaca melihat posisi peneliti pada deretan tema sejenis, state of the arts dibuat dalam bentuk tabel dengan komponen-komponen tersebut.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi peminat bidang metodologi penelitian, para peneliti, dan juga para mahasiswa yang akan atau sedang melakukan penelitian untuk skripsi, tesis atau disertasi. Secara khusus, saya berharap tulisan pendek ini dapat mengurangi kebingungan para mahasiswa mengenai posisi dan fungsi teori dalam penelitian sebagaimana selama ini terjadi.

__________

Malang, 25 April 2011

 

Daftar Pustaka

Borg, Waler R., and Meredith D. Gall. 1989. Educational Research: An Introduction. New York and London: Longman.

Creswell, John W. 2003. RESEARCH DESIGN: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. Thousand Oaks: SAGE Publications.

Creswell, John W., and Vicki L. Plano Clark. 2007. Designing and Conducting Mixed Methods Research. Thousand Oaks: SAGE Publications.

Denzin Norman K., and Yvonna S. Lincoln [Eds. ]. 1994. Handbook of Qualitative Research. Thousand Oaks: SAGE Publications.

Given, Lisa M. [Ed.]. 2008. The SAGE Encyclopedia of QUALITATIVE RESEARCH METHODS. Los Angeles:  SAGE Reference Publication.

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề