Bagaimana implikasi globalisasi dan desentralisasi dalam pendidikan sehari hari

A.    Pengertian Pendidikan.

Pada dasarnya pengertian pendidikan [ UU SISDIKNAS No.20 tahun 2003 ] adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Menurut kamus Bahasa Indonesia Kata pendidikan berasal dari kata ‘didik’ dan mendapat imbuhan ‘pe’ dan akhiran ‘an’, maka kata ini mempunyai arti proses atau cara atau perbuatan mendidik. Secara bahasa definisi pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusiamelalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Menurut Ki Hajar Dewantara [Bapak Pendidikan Nasional Indonesia] menjelaskan tentang pengertian pendidikan yaitu: Pendidikan yaitu tuntutan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.

Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Menurut UU No. 20 tahun 2003 Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara.

B.     Perspektif Globalisasi.

Perspektif berasal dari bahasa latin yakni: “Per” artinya “melalui”, “Spectare” artinya “memandang”. Jadi perspektif itu suatu media yang dimiliki sorang pribadi dan melalui media itu dia memandang satu obyek, karena medianya berbeda maka pandangannya juga berbeda dari yang lain.

 Pengertian Globalisasi menurut bahasa terdiri dari dua kata “Global” dan “sasi”, Global adalah mendunia, dan Sasi adalah Proses, jadi apabila pengertian Globalisasi menurut bahasa ini di gabungkan menjadi "Proses sesuatu yang mendunia".

Adapun pengertian Globalisasi menurut para ahli, antara lain :

a.       Thomas L. Friedman : Globalisasi memiliki dimensi idiology dan tekhnologi. Dimensi tekhnologi yaitu kapitalisme dan pasar bebas, sedangkan dimensi tekhnologi adalah tekhnologi informasi yang telah menyatukan dunia .

b.       Malcom Waters : Globalisasi adalah sebuah proses sosial yang berakibat bahwa pembatasan geografis pada keadaan sosial budaya menjadi kurang penting, yang terjelma didalam kesadaran orang .

c.        Emanuel Ritcher : Globalisasi adalah jaringan kerja global secara bersamaan menyatukan masyarakat yang sebelumnya terpencar - pencar dan terisolasi kedalam saling ketergantungan dan persatuan dunia .

d.       Achmad Suparman : Globalisasi adalah sebuah proses menjadikan sesuatu benda atau perilaku sebagai ciri dan setiap individu di dunia ini tampa dibatasi oleh wilayah .

e.        Martin Albrown : Globalisasi menyangkut seluruh proses dimana penduduk dunia terhubung ke dalam komunitas dunia tunggal, komunitas global .

Dari keterangan di atas, dapat di simpulkan bahwa pengertian Globalisasi secara singkat adalah " Sebuah proses dimana antar individu / kelompok menghasilkan suatu pengaruh terhadap dunia "

Tahapan proses terjadinya globalisasi antara lain :

3.      Masyarakat, diantaranya RT, RW, Kelurahan, Kecamatan, Kota, Kabupaten, Provinsi, Pulau, Negara tersebut, dan Antar negara .

Sebab - sebab terjadinya Globalisasi, diantaranya :

1.      Berkembangnya cara berpikir dan semakin majunya pendidikan .

2.      kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi .

3.      penemuan sarana komunikasi yang semakin canggih .

5.      Adanya informasi - informasi baru .

Alasan Globalisasi tidak bisa di hindari .Globalisasi tidak bisa di hindari karena hidup itu terus berkembang tidak mungkin diam saja, dan pasti menghasilkan suatu pengaruh / perubahan. Mau tidak mau Globalisasi pun akan terus berkembang mengikuti  Zaman tersebut .

1.1    Perspektif Globalisasi.

a.       Jan L. Tucker dalam Sriartha [2004:2] perspektif global adalah pendidikan yang diarahkan pada pengembangan wawasan global yang mempersiapkan anak didik generasi muda menjadi manusiawi, rasional, sebagai warga negara yang mampu berpartisipasi dalam kehidupan dunia yang semakin menunjukkan saling ketergantungan.

b.      National Coucil for the Social Studies [NCSS] dalam Sriartha [2004:2] adalah pendidikan global berkaitan dengan upaya untuk meningkatkan wawasan generasi muda tentang dunia dengan penekanan pada saling hubungan antar budaya,antar individu dan bumi sebagai tempat hunian manusia.

c.       American Association of Colleges for  Teacher Education dalam Sriartha [2004:2]  pendidikan global adalah proses untuk membekali peseta didik tentang wawasan global sehingga mampu menjelaskan berbagai peristiwa global yang mangkin meningkat ketergantungannya baik ketergantungan antar negara dan antar budaya.

d.      Seriartha dkk, [2004,4] persepektif global pada hakikatnya adalah upaya pendididkan untuk menanamkan pada diri anak didik tentang wawasan global, dan mengembangkan pengetahuan, sikap dan keterampilan yng dibutuhkan untuk secara efektif di dalam dunia yang memiliki sumberdaya terbatas, keanekaragaman etnik, kemajemukan budaya, interaksi dan interdipendensi yang makin meningkat

e.       Barbara Benham Tye dan Kenneth A. Tye [1992] pendidikan global merupakan : “Global education involves [1] the study of problems and issues which cut across national boundaries, and the interconnectedness of cultural, environmental, economic, political, and technological systems, and [2] the cultivation of cross-cultural understanding, which includes development of the skill of “perspective-taking”-that is, being able to see life someone else’s point of view. Global perspective are important at every grade level, in every curricular subject area, and for all children and adults.”

         Definisi pendidikan global sebagaimana pengertian di atas, menekankan bahwa pendidikan global mencakup kajian tentang masalah-masalah dan isu-isu yang melintasi batas-batas nasional, saling keterhubungan budaya, lingkungan, ekonomi, politik, dan system teknologi. Dan pemahaman lintas-budaya yang di dalamnya termasuk pengembangan keterampilan “menentukan perspektif atau pandangan” sebagai sebuah sudut pandang seseorang. Perspektif global itu sangat penting untuk semua tingkatan usia, anak-anak maupun orang dewasa..

   Berdasarkan pengertian pendidikan global menurut para ahli yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa persepektif global merupakan pandangan, wawasan atau cara pandang tentang fenomena global untuk mengembangkan dan meningkatkan  wawasan global guna  mempersiapkan anak didik sebagai generasi muda dalam era globalisasi yang makin meningkatkan hubungan dan interaksi antar manusia sebagai individu yang beranekaragam. 

C.     pengertian Desentralisasi

Desentralisasi adalah pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan kepada manajer atau orang-orang yang berada pada level bawah dalam suatu struktur organisasi. Mengenai asas desentralisasi, ada banyak definisi. Secara etimologis, istilah desentralisasi berasal dari bahasa Latin “de”, artinya lepas dan “centrum”, yang berarti pusat, sehingga bisa diartikan melepaskan dari pusat. Sementara, dalam Undang-undang No. 32 tahun 2004, bab I, pasal 1 disebutkan bahwa desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan RI.

Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian desentralisasi pendidikan adalah suatu proses di mana suatu lembaga yang lebih rendah kedudukannya menerima pelimpahan kewenangan untuk melaksanakan segala tugas pelaksanaan pendidikan, termasuk pemanfaatan segala fasilitas yang ada serta penyusunan kebijakan dan pembiayaan.

Tujuan dan Manfaat Desentralisasi Pendidikan

Secara konseptual, terdapat dua jenis desentralisasi pendidikan, yaitu:

a.       Desentralisasi kewenangan di sektor pendidikan dalam hal kebijakan pendidikan dan aspek pendanaannya dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah [propinsi dan distrik].

b.      Desentralisasi pendidikan dengan fokus pada pemberian kewenangan yang lebih besar di tingkat sekolah.

c.       Konsep desentralisasi pendidikan yang pertama terutama berkaitan dengan otonomi daerah dan desentralisasi penyelenggaraan pemerintahan dari pusat ke daerah, sedangkan konsep desentralisasi pendidikan yang memfokuskan pada pemberian kewenangan yang lebih besar pada tingkat sekolah dilakukan dengan motivasi untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

Adapun tujuan dan orientasi dari desentralisasi pendidikan sangat bervariasi berdasarkan pengalaman desentralisasi pendidikan yang dilakukan di beberapa negara Amerika Latin, di Amerika Serikat dan Eropa. Jika yang menjadi tujuan adalah pemberian kewenangan di sektor pendidikan yang lebih besar kepada pemerintah daerah, maka fokus desentralisasi pendidikan yang dilakukan adalah pada pelimpahan kewenangan yang lebih besar kepada pemerintah lokal atau kepada Dewan Sekolah. Implisit ke dalam strategi desentralisi pendidikan yang seperti ini adalah target untuk mencapai efisiensi dalam penggunaan sumber daya [school resources; dana pendidikan yang berasal yang pemerintah dan masyarakat].

Di lain pihak, jika yang menjadi tujuan desentralisasi pendidikan adalah peningkatan kualitas proses belajar mengajar dan kualitas dari hasil proses belajar mengajar tersebut, maka desentralisasi pendidikan lebih difokuskan pada reformasi proses belajar-mengajar. Partisipasi orang tua dalam proses belajar mengajar dianggap merupakan salah satu faktor yang paling menentukan.

Desentralisasi pendidikan merupakan peluang bagi peningkatan mutu kegiatan belajar mengajar di sekolah. Dengan kata lain, ia merupakan peluang bagi peningkatan mutu pendidikan di setiap daerah. Hal ini karena perhatian terhadap peningkatan mutu guru, peningkatan mutu manajemen kepala sekolah, peningkatan sarana dan prasarana pendidikan, pembiayaan pendidikan menjadi lebih baik jika dikelola oleh para pejabat pendidikan yang ada di daerah. Pada akhirnya, tujuan desentralisasi pendidikan adalah pada pemerataan mutu pendidikan yang meningkat ini.

Desentralisasi pendidikan merupakan salah satu model pengelolaan pendidikan yang menjadikan sekolah sebagai proses pengambilan keputusan dan merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan serta sumber daya manusia termasuk profesionalitas guru yang belakangan ini dirisaukan oleh berbagai pihak baik secara regional maupun secara internasional.

Sistem pendidikan yang selama ini dikelola dalam suatu iklim birokratik dan sentralistik dianggap sebagai salah satu sebab yang telah membuahkan keterpurukan dalam mutu dan keunggulan pendidikan di tanah air kita. Hal ini beralasan, karena sistem birokrasi selalu menempatkan “kekuasaan” sebagai faktor yang paling menentukan dalam proses pengambilan keputusan. Sekolah-sekolah saat ini telah terkungkung oleh kekuasaan birokrasi sejak kekuasaan tingkat pusat hingga daerah bahkan terkesan semakin buruk dalam era reformasi saat ini. Ironisnya, kepala sekolah dan guru-guru sebagai pihak yang paling memahami realitas pendidikan berada pada tempat yang “dikendalikan”. Merekalah seharusnya yang paling berperan sebagai pengambil keputusan dalam mengatasi berbagai persoalan sehari-hari yang menghadang upaya peningkatan mutu pendidikan. Namun, mereka ada dalam posisi tidak berdaya dan tertekan oleh berbagai pembakuan dalam bentuk juklak dan juknis yang “pasti” tidak sesuai dengan kenyataan obyektif di masing-masing sekolah.

Disamping itu pula, kekuasaan birokrasi juga yang menjadi faktor sebab dari menurunnya semangat partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Dulu, sekolah sepenuhnya dimiliki oleh masyarakat, dan merekalah yang membangun dan memelihara sekolah, mengadakan sarana pendidikan, serta iuran untuk mengadakan biaya operasional sekolah. Jika sekolah telah mereka bangun, masyarakat hanya meminta guru-guru kepada pemerintah untuk diangkat pada sekolah mereka itu.

Pada waktu itu, kita sebenarnya telah mencapai pembangunan pendidikan yang berkelanjutan [sustainable development], karena sekolah adalah sepenuhnya milik masyarakat yang senantiasa bertanggungjawab dalam pemeliharan serta operasional pendidikan sehari-hari. Pada waktu itu, Pemerintah berfungsi sebagai penyeimbang, melalui pemberian subsidi bantuan bagi sekolah-sekolah pada masyarakat yang benar-benar kurang mampu.

Namun, keluarnya Inpres SDN No. 10/1973 adalah titik awal dari keterpurukan sistem pendidikan, terutama sistem persekolahan di tanah air. Pemerintah telah mengambil alih “kepemilikan” sekolah yang sebelumnya milik masyarakat menjadi milik pemerintah dan dikelola sepenuhnya secara birokratik bahkan sentralistik. Sejak itu, secara perlahan “rasa memiliki” dari masyarakat terhadap sekolah menjadi pudar bahkan akhirnya menghilang. Peran masyarakat yang sebelumnya “bertanggung jawab”, mulai berubah menjadi hanya “berpartisipasi” terhadap pendidikan, selanjutnya, masyarakat bahkan menjadi “asing” terhadap sekolah. Semua sumberdaya pendidikan ditanggung oleh pemerintah, dan seolah tidak ada alasan bagi masyarakat untuk ikut serta berpartisipasi apalagi bertanggungjawab terhadap penyelengaraan pendidikan di sekolah.

Berdasarkan pengalaman empiris tersebut, maka kemandirian setiap satuan pendidikan sudah menjadi satu keharusan dan merupakan salah satu sasaran dari kebijakan desentralisasi pendidikan saat ini. Sekolah-sekolah sudah seharusnya menjadi lembaga yang otonom dengan sendirinya, meskipun pergeseran menuju sekolah-sekolah yang otonom adalah jalan panjang sehingga memerlukan berbagai kajian serta perencanaan yang hati-hati dan mendalam. Jalan panjang ini tidak selalu mulus, tetapi akan menempuh jalan terjal yang penuh dengan onak dan duri. Orang bisa saja mengatakan bahwa paradigma baru untuk mewujudkan pengelolaan pendidikan yang demokratis dan partisipatif, tidak dapat dilaksanakan di dalam suatu lingkungan birokrasi yang tidak demokratis. Namun, pengembangan demokratisasi pendidikan tidak harus menunggu birokrasinya menjadi demokratis dulu, tetapi harus dilakukan secara simultan dengan konsep yang jelas dan transparans.

Selanjutnya desentralisasi pendidikan memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah maupun sekolah untuk mengambil keputusan terbaik tentang penyelenggaraan pendidikan di daerah atau sekolah yang bersangkutan berdasarkan potensi daerah dan stakeholders sekolah. Olah karenanya, desentralisasi pendidikan disamping diakui sebagai kebijakan politis yang berkaitan dengan pendidikan, juga merupakan kebijakan yang berkait dengan banyak hal.

Ada dua macam otoritas kewenangan dan tanggung jawab yang dibebankan pemerintah pusat ke pemerintah daerah dalam konteks desentralisasi. Pertama, desentralisasi politis.  Desentralisasi politis menyangkut segala kebijakan yang dibutuhkan untuk melaksanakan wewenang tersebut, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan sampai evaluasinya. Kedua, desentralisasi administratif, desentralisasi administratif menyangkut strategi pengelolaan kewenangan yang bersifat implementatif untuk melaksanakan suatu fungsi pendidikan.

Paqueo dan Lammaert menunjukkan alasan-alasan desentralisasi penyelenggaraan pendidikan yang sangat cocok untuk kondisi Indonesia, yaitu:

a.       Kemampuan daerah dalam membiaya pendidikan.

b.      Peningkatan efektivitas dan efesiensi penyelenggaraan pendidikan dari masing-masing daerah.

c.       Redistribusi kekuatan politik.

d.      Peningkatan kualitas pendidikan.

e.       Peningkatan inovasi dalam rangka pemuasan harapan seluruh warga negara.

Sesuai dengan tuntutan reformasi dan demokratisasi di bidang pendidikan, pengelolaan pendidikan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari keinginan dan tujuan bangsa Indonesia dalam penyelenggaran pendidikan itu sendiri. Sebagai contoh dalam pendidikan dasar, propenas menyebutkan kegiatan pokok dalam upaya memperbaiki manajemen pendidikan dasar di Indonesia adalah:

a.       Melaksanakan desentralisasi bidang pendidikan secara bertahap, bijaksana dan profesional, Termasuk peningkatan peranan stakeholders sekolah.

b.      Mengembangkan pola penyelenggaraan pendidikan secara desentralisasi untuk meningkatkan efesiensi pemanfaatan sumber daya pendidikan dengan memperhatikan kondisi dan kebutuhan masyarakat setempat;

c.       Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan, seperti diversifikasi penggunaan sumber daya dan dana.

d.      Mengembangkan sistem insentif yang mendorong terjadinya kompetensi yang sehat baik antara lembaga dan personil sekolah untuk pencapaian tujuan pendidikan

e.       Memberdayakan personil dan lembaga, antara lain melalui pelatihan yang dilaksanakan oleh lembaga profesional.

f.       Meninjau kembali semua produk hukum di bidang pendidikan yang tidak sesuai lagi dengan arah dan tuntutan pembangunan pendidikan; dan

g.      Merintis pembentukan badan akreditasi dan sertifikasi mengajar di daerah untuk meningkatkan kualitas tenaga kependidikan secara independen.

   Berdasarkan pengertian pendidikan global menurut para ahli yang dikemukakan, dapat disimpulkan bahwa persepektif global merupakan pandangan, wawasan atau cara pandang tentang fenomena global untuk mengembangkan dan meningkatkan  wawasan global guna  mempersiapkan anak didik sebagai generasi muda dalam era globalisasi yang makin meningkatkan hubungan dan interaksi antar manusia sebagai individu yang beranekaragam. 

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka dapat dipahami bahwa desentralisasi pendidikan pada hakekatnya berkorelasi positif terhadap peningkatan mutu lulusan lembaga pendidikan dan efesiensi pengelolaan pendidikan. Apabila sekolah dapat dikelola dengan optimal oleh personalia yang profesional, pengambilan keputusan dilakukan oleh pihak-pihak yang lebih dekat dan tahu tentang kebutuhan dan potensi sekolah, maka mutu pendidikan akan semakin menunjukan pada tingkat maksimal sesuai yang diharapkan.

Pengelolaan pendidikan yang baik menghasilkan indonesia yang baru, Desentralisasi pendidikan merupakan suatu keharusan jika kita ingin cepat mengejar ketertinggalan dari bangsa lain. Melalui pendidikan yang demokratis akan melahirkan masyarakat yang kritis dan bertanggung jawab.

Masyarakat yang demokratis akan mampu menciptakan masyarakat madani yaitu masyarakat yang berbudaya tinggi yang menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yang mana sangat menghargai hak-hak asasi manusia.




Undang-undang No. 32 tahun 2004, bab I, pasal 1

Ace Suryadi, Mewujudkan Sekolah-sekolah Yang Mandiri dan Otonom,Disampaikan pada Sosialisasi Pemberdayaan Dewan Pendidikan Dan Komite Sekolah Juni 2003

 V. Paqueo dan J. Lammert, Decentarlization in Education [ New York: Education Reform dan Management Thematic Goup, 2000], h. 23

Komisi Nasional Pendidikan, Menuju pendidikan bermutu dan merata [Jakarta:Laporan Komisi Nasional Pendidikan,2001], hal 38.

Komite Reformasi Pendidikan, Naskah Akademik Rancangan Undang-undang Nasional, [Jakarta: Balitbang Depdiknas, 2001], h. 154

I. Musa, Otonomi Penyelenggaraan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jurnal Pendidikan Volume 2 No. 2 September 2001.

Video yang berhubungan

Bài Viết Liên Quan

Bài mới nhất

Chủ Đề