Ceritakan kasus yang mencerminkan sifat iri dan dengki

Ramadhan 1441 H tentu berbeda dengan Ramadhan di tahun-tahun sebelumnya. Segala aktivitas ibadah harus dilaksanakan di rumah, termasuk tarawih, tadarusan, ngabuburit, bahkan buka bersama dan sahur on the road harus ditiadakan. Meskipun begitu, keutamaan bulan Ramadhan tentulah masih sama.

Untuk mengisi waktu di bulan Ramdhan sekaligus menambah ilmu agama, Direktorat Pendidikan dan Pembinaan Agama Islam Universitas Islam Indonesia [DPPAI UII] mengadakan Kajian Online Penyejuk Iman Ramadhan [KOPI Ramadhan] yang disiarkan secara perdana di Youtube DPPAI UII.
Kajian pada Senin [4/5] kemarin diisi oleh Ustadz Ahmad Sadzali dengan mengangkat judul “Mengikuti Jejak Iblis”.

Sebelumnya, Ustadz Ahmad Sadzali membacakan QS. Al-Baqarah [2]: 34 yang memiliki arti: “Dan [ingatlah] ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali iblis; ia enggan dan takabur, maka ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.”

Ia menjelaskan bahwa sujud yang dimaksud adalah sujud kehormatan bukan sujud ibadah. Kesimpulan dari ayat tersebut ialah memuliakan manusia sebagai anak cucu Adam merupakan suatu perintah yang harus dilakukan. “Kita sebagai manusia harus menghormati atau memuliakan orang lain. Malaikat saja disuruh oleh Allah untuk memuliakan manusia,” ungkapnya.

Dalam ayat lain, disebutkan bahwa iblis tidak mau bersujud kepada Nabi Adam karena ia diciptakan dari api. Iblis menilai api lebih kuat dan mulia daripada manusia yang diciptakan dari tanah. Hal ini menandakan iblis memiliki sifat dengki, sombong, dan angkuh. Karena itu, barang siapa yang memiliki sifat dengki, sombong, dan angkuh maka ia telah memiliki sifat-sifat iblis.

Rasulullah SAW bersabda, “Melepaskan dua ekor serigala lapar di kandang kambing lebih besar bahayanya dibandingkan dengan seorang Muslim yang rakus terhadap harta dan dengki terhadap agama. Sesungguhnya dengki itu memakan kebaikan, seperti api melalap habis kayu.” [HR. At-Tirmidzi]

Orang yang memiliki sifat-sifat tersebut maka tidak akan mulia di dunia, bahkan malaikat pun akan muak kepadanya. Ketika kelak ia mati, maka ia mendapatkan kedudukan yang hina di hadapan Allah. Begitupun di Yaumul Hisab, timbangannya akan terbalik sehingga membuat neraka jahanam akan menerkamnya. Itulah nasib yang akan diterima oleh orang yang mengikuti jejak iblis. [SF/ESP]

Rabu , 10 Jan 2018, 04:00 WIB

dok.Istimewa

KH Abdullah Gymnastiar [Aa Gym]

Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: KH Abdullah GymnastiarKenapa iblis tidak mau bersujud kepada Nabi Adam as? Sebab, iblis sangat dengki terhadapnya. Karena itu, barang siapa di antara kita memiliki sifat dengki, maka sungguh kita telah memiliki salah satu sifat iblis. Rasulullah SAW bersabda, "Melepaskan dua ekor srigala lapar di kandang kambing tidak lebih besar bahayanya di bandingkan dengan seorang muslim yang rakus terhadap harta dan dengki terhadap agama. Sesungguhnya dengki itu memakan habis kebaikan, seperti api melalap habis kayu". [HR. At-Tirmidzi]Seorang pendengki hidupnya tidak akan mulia di dunia. Malaikat pun akan muak kepadanya. Jika kelak mati, ia akan mendapatkan kedudukan yang teramat hina di hadapan Allah. Demikian pula di Yaumul Hisab timbangannya akan terbalik, sehingga neraka jahanam pun siap menerkamnya. Itulah nasib malang yang akan Allah timpakan kepada seorang pendengki.Apakah dengki itu? Secara garis besar sifat ini terbagi ke dalam dua bagian. Pertama, dengki yang diharamkan. Seseorang merasa tidak senang atas kenikmatan yang diperoleh orang lain dan merasa bahagia kalau orang lain mendapat musibah. Atau setidaknya, ia menginginkan nikmat yang ada pada orang lain tersebut hilang. Ini dengki yang diharamkan, karena sifat seperti ini termasuk ke dalam tingkatan ketiga dari penyakit hati.Kedua, dengki yang diperbolehkan berupa rasa iri kepada kenikmatan orang lain, tapi tidak ingin menghilangkan kenikmatan tersebut darinya. Melihat orang lain memiliki rumah bagus, kita merasa iri ingin pula memiliki hal yang sama dan tidak dengan cara menjadikan orang tersebut jatuh miskin. Keinginan seperti ini wajar-wajar saja selama tidak bergeser menjadi perasaan tidak enak, yang berlanjut pada hasrat ingin melenyapkan kenikmatan orang tersebut.Bahkan, "kebolehan" merasa dengki seperti ini insya Allah akan berpahala bila kita berbuat. Pertama, ketika melihat orang berilmu dan gemar mengamalkan ilmunya, giat berdakwah dengan penuh keikhlasan, dan kita pun menginginkan untuk berbuat seperti itu. Kedua, ketika melihat orang kaya yang gemar membelanjakan hartanya di jalan Allah, lantas kita menginginkan berbuat hal serupa.Dengki biasanya akan berpasangan dengan keadaan yang dihadapi pemiliknya. Mahasiswa akan dengki kepada sesama mahasiswa. Orang pintar akan dengki kepada orang yang pintar lagi, demikian seterusnya. Pendek kata, akan sulit terjadi seseorang merasa dengki terhadap orang lain yang memiliki kapasitas berbeda.Secara umum ada empat hal yang bisa menyebabkan munculnya sifat dengki, yaitu: pertama, kebencian dan permusuhan. Sifat ini bisa muncul karena pernah disakiti, difitnah, salah satu haknya dilanggar, atau sebab-sebab lain yang merugikan diri sendiri. Kedua, hadirnya naluri untuk selalu lebih dari orang lain. Naluri ini merupakan jalan tol menuju penyakit dengki. Seseorang yang merasa pakaiannya paling bagus misalnya, akan mudah dihinggapi rasa dengki ketika melihat ada orang yang pakaiannya lebih bagus dan lebih mahal daripada yang dipakai dirinya.

Kita hidup seharusnya seperti orang memandikan mayat. Ia akan senang bila ada yang membantu. Ketika berkiprah dalam dakwah, hendaknya kita bersyukur tatkala ada saudara seiman yang memiliki misi yang sama, dan ditakdirkan ilmu dan jamaahnya lebih banyak dari kita. Allah SWT berfirman dalam QS An-Nisaa: 32, ''Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak daripada sebagian lain. [Karena] bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan dan bagi wanita pun ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.''

Penyebab dengki yang ketiga adalah ambisi kepemimpinan. Obsesi ingin selalu memimpin yang disertai ambisi untuk merebut pucuk pimpinan adalah sarana yang paling rawan munculnya kedengkian. Bahkan bisa menjadi awal hancurnya sebuah negara dan umat. Karena itu, dalam konteks kepemimpinan umat, orang yang pertama kali terbenam ke dalam neraka adalah ulama-ulama pendengki yang selalu berambisi menjadi pemimpin dan mengejar popularitas. Munculnya kedengkian dalam hati para ulama dan pemimpin umat sedikit demi sedikit akan menghapuskan cita-cita luhur untuk mewujudkan ittihadul ummah; persatuan umat dalam cahaya Islam.

Dalam QS Al-Hujurat ayat 12 disebutkan: Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka karena sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa. Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah pula sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain.

Penyebab keempat adalah akhlak yang buruk. Orang yang buruk akhlaknya akan kikir berbuat kebaikan dan tidak suka melihat orang lain mendapatkan kebaikan. Jika melihat sesuatu yang tidak disukainya, ia pasti akan menggerutu dan sibuk menyalahkan. Orang seperti ini hidupnya akan selalu sengsara, dan di akhirat nanti akan mendapatkan transfer pahala yang ia miliki kepada orang yang didengkinya. Rasulullah menyebutnya sebagai orang bangkrut, mufhlis. Ia membawa pahala kebaikan, tapi pahala itu habis untuk menggantikan dosa yang diperbuatnya pada orang lain.

Oleh karena itu, Ibnu Sirrin pernah berucap, "Saya tidak sempat dengki di dunia ini. Kengapa saya harus dengki, apalagi perkara di dunia dan terlebih lagi dengki kepada orang saleh? Bukankah dunia ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan akhirat nanti. Apa perlu kita dengki? Wallahu a'lam bish-shawab.

  • sifat dengki
  • kesombongan iblis
  • nabi adam

sumber : Pusat Data Republika

Terdapat 5 kemungkinan penyebab iri dengki pada diri manusia.

Selasa , 01 Sep 2020, 19:21 WIB

Republika/Mahmud Muhyidin

Ustadz Imam Shamsi Ali menyatakan terdapat 5 kemungkinan penyebab iri dengki pada diri manusia.

Rep: Zahrotul Oktaviani Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Allah SWT memberikan banyak kelebihan kepada ciptaan-Nya, manusia. Nemun, di antara itu, terdapat lubang yang dapat menggelincirkan manusia dalam kehidupan.  

Baca Juga

Director Jamaica Muslim Center NYC, Muhammad Shamsi Ali, menyebut manusia itu mulia [karramna banii Aadam], ciptaan terbaik [ahsanu taqwiim], serta memiliki kesucian [fitrah]. Tak hanya itu, manusia juga representasi kekuasaan Allah SWT di atas bumi atau khalifah. 

"Akan tetapi manusia juga lemah [dha’if]. Manusia itu lengah [nas-yan] dan panik [haluu’a]. Dan yang paling berbahaya, manusia itu memiliki keterbatasan di dalam dorongan nafsu yang tiada batas [al-ahwaa]," ujarnya dalam pesan yang diterima Republika.co.id, Selasa [1/9].

Salah satu lubang kelemahan manusia adalah penyakit-penyakit jiwa yang kerap ditunjukkan dalam reaksi sosialnya. Salah satu di antara penyakit yang paling berbahaya adalah penyakit dengki atau “al-hasad”.

Dalam bahasa Indonesia, penyakit hati ini lebih dikenal dengan sebutan iri. Meski demikian, kata hasad atau dengki ternyata jauh lebih buruk daripada sekadar iri hati. 

Iri hati, disebut Imam Shamsi Ali merupakan rasa tidak nyaman atas sebuah kelebihan yang Allah SWT berikan pada orang lain. Iri hati juga kerap terjadi ketika kelebihan orang lain dianggap sebagai ancaman, saingan, atau halangan bagi diri sendiri untuk memiliki kelebihan yang sama.

Hasad merupakan rasa dengki atas perasaan ketidak nyamanan di hati melihat kelebihan orang lain. Tidak hanya merasa tidak nyaman, penyakit hati ini juga cenderung berusaha agar kelebihan orang lain itu dihilangkan, dengan cara apapun. 

Imam Shamsi Ali menyebut ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan manusia mengalami penyakit iri hati bahkan hasad. Pertama, karena kegagalan manusia mengukur dirinya sendiri.

"Ma’rifatun nafs atau tahu diri, mengantarkan manusia pada kesadaran atas potensi atau kelebihan sekaligus kekurangan diri sendiri," lanjutnya.

Kemungkinan kedua, ketidak tahuan terhadap diri sendiri berujung pada kegagalan menangkap setiap potensi yang Allah SWT karuniakan kepada manusia.

Hal ini kemudian melahirkan kegagalan bersyukur. Orang yang gagal mensyukuri kelebihan yang Allah karuniakan pada dirinya akan merasa tidak memiliki dan berakhir hanya mampu melihat kelebihan orang lain. 

Ketika seseorang berada pada posisi ini, ada dua kemungkinan yang dapat terjadi. Dia bisa bersikap positif dengan ikut bahagia dengan kebahagiaan orang lain atau menderita karena kebahagiaan orang lain. 

Penyebab ketiga yakni perasaan ketidak mampuan atau inability yang kerap disikapi secara negatif. Sesuatu kekurangan yang sebaiknya diterima dan dijadikan alat menuju perbaikan, justru ditutup-tutupi dengan mengumbar kekurangan orang lain.  

"Di sini kita lihat, bagaimana hasad atau dengki, bahkan iri hati sering dijadikan tameng atau “taqiah” bagi kelemahan diri sendiri. Ketidakmampuan itu ditutupi dengan melimpahkan kesalahan yang diada-adakan atau dipaksakan pada orang lain," ucap Presiden Nusantara Foundation ini.

Selanjutnya, yang keempat hasad atau iri hati biasa terjadi karena ada keinginan tertentu. Keinginan yang tidak tercapai, bahkan dirasa terancam karena kelebihan orang lain, bisa memunculkan penyakit hati ini.

Perilaku curiga tanpa dasar pada orang lain secara tidak sadar mulai bermunculan. Hasad hakikatnya terjadi karena merasa buruannya terhalangi atau terancam.

Kelima, sesungguhnya yang paling runyam, adalah kegagalan manusia menangkap kuasa Allah SWT dalam hidupnya. Semua orang itu rezeki dan qadarnya telah ditentukan oleh Yang Maha Mencipta, Allah SWT. 

“Ketika Allah SWT memberikan sesuatu yang dianggap kelebihan pada orang lain, sejatinya Allah SWT juga menberikan kelebihan pada diri sendiri dalam hal dan bentuk yang lain,” ujar Shamsi Ali. 

Imam Shamsi Ali mencontohkan, terkadang ada beberap orang yang diberi kelebihan dengan uang. Tapi, hendaknya jangan lupa jika kemiskinan pada orang lain merupakan kelebihan bagi dirinya. Sebab dengan kemiskinan, dia dapat melakukan kebajikan yang belum tentu si kaya mampu atau mau melakukannya. 

"Sesungguhnya, tidak ada alasan untuk iri hati, apalagi hasad atau dengki. Kalau saja manusia sadar diri dan sadar akan kenikmatan yang Allah SWT berikan pada kita, serta mensyukuri apa yang ada, pastinya semua akan merasa puas dan bahagia," ujarnya.

Hasad atau dengki, disebut menghabiskan kebaikan yang telah diperbuat, bagaikan api yang melahap kayu bakar. Api itu panas dan memanaskan lingkungan sekitarnya. Hasad juga disebut sebagai panas yang menjadikan seseorang berpenyakit merasa gerah dan tidak akan merasakan ketenangan hidup. 

Video yang berhubungan

Bài Viết Liên Quan

Bài mới nhất

Chủ Đề