Di bawah ini merupakan contoh bidang alamiah kecuali

Page 2

[ii] Pengolahan Data [Data Processing] [iii] Grafika Dengan Komputer [Computer

Situasi di atas menyebabkan fungsi grafika pers akan lebih banyak pada teknik-teknik distribusi informasi daripada grafika pers konvensional. Sedang 'pembaca' pers 'narrowcasting' ini menjadi makin sulit diajak melihat iklan. Grafika periklanan melalui media ini pun perlu mengalami perubahan drastis. Kegiatan pro

duksi berkurang, tetapi frekuensi eksposur ir meningkat sekali.

Teknologi informasi juga melahirkan media-media baru, yang semuanya berebut memperoleh waktu dan perhatian khalayaknya, sejalan dengan dipaksanya para komunikator [termasuk pemerintah] untuk menggunakan sebanyak mungkin media agar tetap efektif. Jika kecenderungan peningkatan anggaran periklanan di Indonesia tetap seperti sekarang [ratarata 11.9 % pertahun pada 1975 = 1985], maka pasar massa akan lebih cepat bergeser ke pasar spesialis. Kecenderungan ini dapat kita lihat pula dari kenyataan di Amerika Serikat saat ini, di mana DRA [Direct Response Advertising] merupakan media yang paling cepat pertumbuhannya dalam 5 tahun terakhir ini. Pengaruh Teknologi Informasi Terhadap Usaha Periklanan

Lompatan teknologi informasi yang terjadi dan telah memberi dampak pada banyak bidang usaha, juga mempengaruhi usaha periklanan.

Seperti juga usaha-usaha lain, terdapat 4 hal terpadu yang selalu berkaitan dengan teknologi informasi ini, yaitu : [i] tomatisasi Kantor [Office Automation]

Implikasi dari kecenderungan pada butir 8 di atas terhadap perencanaan kampanye periklanan adalah : [i] Dari segi media, diperlukan : a] Sentralisasi terhadap semua pe

ngelolaan kampanye di media. b] Paduan media [media mix] yang

'lebih nasional dan atau 'lebih in

ternasional'. [ii] Dari segi kreatif, diperlukan : a] Lebih beragam perangkat-benak

untuk menciptakan pesan iklan yang pas dengan media yang luas, tetapi memiliki khalayak sasaran yang re

latif sempit b] Tema kampanye yang 'lebih na

sional' dan atau 'lebih internasional'.

Kekhasan lokal menjadi pelengkap. [iii] Dari segi media dan kreatif :

Mengetahui siapa khalayak sasaran sesuatu produk akan makin sulit, karena sikap dan tingkah-laku manusia menjadi tugas yang lebih daripada tugas mengatasi masalah-masalah fisik lainnya. Masalah ini pun akan tetap menjadi masalah terbesar dalam sektor komunikasi nanti.

Penetapan Kebijaksanaan

Perkembangan makro di bidang teknologi dan ekonomi, di seluruh dunia, telah menjadi dilema bagi pemerintah negara masing-masing dalam menetapkan kebijaksanaan di bidang komunikasi.

Hal ini bukan saja karena ditembusnya batas-batas kedaulatan negara oleh berbagai media [terutama media elektronik],

nya masing-masing. Bagi dalam kaitan perangkat keras dengan perangkat lunak; jaringan dengan isi; maupun antara sistem dengan media.

tetapi yang lebih serius lagi adalah, tereksposnya masyarakat negara-negara tersebut pada nilai-nilai kultural yang tidak selalu sama dengan yang mereka miliki. Belum lagi jika kita perhitungkan dampak ekonominya dari situasi ini bagi penghasilan negara dan masyarakat. Di Indonesia, saat ini pun kita telah menyaksikan banyaknya antena DBS yang dapat menangkap siaran-siaran TV luar negeri, dan kita diekspos dengan iklan-iklan dari Malaysia dan Muangthai. Dan sebentar lagi makin banyak pula orang yang senang produk-produk Singapura, Filipina, Jepang dan Australia. Mudah-mudahan tidak ada

produsen yang berfikir untuk memasang iklan di negara-negara ini.

Ahli-ahli media dunia dalam menduga penetapan kebijakan di bidang media komunikasi ini berpendapat: [i] Masalah terbesar adalah pada upaya

penetapan kebijakan itu sendiri, bukan pada upaya penguasaan tekno

loginya. [ii] Meskipun kelihatannya tidak demi

kian, tetapi sebenarnya hampir semua negara masih mencari-cari, cara terbaik dalam menetapkan kebijakan komunikasi yang sesuai bagi negara

[iii] Amerika Serikat akan tetap menjadi

contoh bagi pengambilan kebijaksanaan sistem komunikasi di masingmasing negara. Bukan hanya karena Amerika Serikat merupakan negara termaju dalam teknologi ini, tetapi terutama karena, separuh dari ahli komunikasi dan badan-badan penguasa komunikasi dunia berkumpul di sana.

THE 13th
THE COORDINATING COMMII
NON-ALIGNED NEWS AGENCIES POO
SEPTEMBER 28-OCTOBER 1, 1988

JAKARTA

Menteri Penerangan H. Harmoko ketika membuka Pertemuan Komite Koordinasi Pool Kantor Berita Non-Blok ke-13 di Hotel Horison, Jakarta, Rabu malam 28 September 1988. [ANTARA]

Jumlah pembicara Indonesia, yang bisa kita sebut sebagai "diplomat pers Indonesia", sangat perlu diperbanyak. Selama ini, kebanyakan pembicaraan adalah dari kalangan generasi tua. Wartawan muda Indonesia, mungkin karena jenjang kepangkatan dan senioritas, belum banyak muncul. Hal ini perlu kita rombak, kalau kita sepakat untuk mendukung "diplomasi perjuangan" yang mensyaratkan para pelakunya harus bertindak aktif dan tidak pasif menunggu.

Orang muda, secara alamiah, umumnya lebih memiliki dinamika dan keberanian untuk bertindak, sementara yang tua perlu membimbing dengan kearifan yang mereka petik berdasarkan pengalaman.

Kiranya, kini adalah saatnya yang tepat untuk mengikutsertakan wartawan-wartawan muda untuk turut serta dalam pertemuan-pertemuan pers internasional, kalau belum bisa menjadi pembicara paling tidak sebagai peninjau.

Ini penting agar wartawan muda Indonesia bersikap "Outward looking", bukan "inward looking" atau bak katak di bawah tempurung, merasa sudah besar dan mapan tanpa pernah memperbandingkan dirinya dengan dunia luar.

Dasar pendidikan rata-rata wartawan Indonesia kini lebih baik, kesempatan belajar bahasa asing pun lebih terbuka, baik yang harus membayar sendiri maupun atas biaya sponsor yang bisa diusahakan PWI.

Sama sekali tidak alasan bagi Indonesia untuk tidak bisa melahirkan "diplomatdiplomat pers" untuk mendukung diplomasi perjuangan yang telah dicanangkan Pemerintah RI.

Sesuai dengan namanya, Gerakan Non Blok, pada dasarnya setiap kegiatan gerakan ini bersifat politik. Namun, pembicaraan-pembicaraan dalam pertemuan di Jakarta ini berlangsung secara business like dan realistis.

Presiden NANAP, Pedro Margolles Villanueva, yang juga direktur jenderal kantor Berita Kuba, Prensa Latina, sendiri dalam konferensi persnya menjelang sidang mengatakan bahwa kantor-kantor berita Non Blok tidak menginginkan konfrontasi dengan kantor-kantor berita yang sudah lebih maju, melainkan kompetisi.

Untuk menunjukkan solidaritas bangsa Indonesia kepada perjuangan bangsa Namibia seusai sidang ini LKBN ANTARA menyerahkan sejumlah peralatan wartawan untuk kantor berita SWAPO, NAMPA,

KESIMPULAN :

Terselenggaranya keempat pertemuan, yang masing-masing diikuti sekitar 100 orang peserta itu kecuali konsultasi sistem pers ASEAN dengan hasil-hasil yang kongkrit dan pernyataan-pernyataan yang realistis yang mendukung pembangunan nasional Indonesia menunjukkan bahwa pers Indonesia mampu menjadi penyelenggara dan berperan serta secara aktif dalam pertemuan pers internasional.

Sekalipun demikian, patut diakui bahwa peranan pers Indonesia, terutama dalam diskusi-diskusi yang memakai bahasa asing, masih harus ditingkatkan lagi.

Sekalipun "berbicara banyak" belum tentu menghasilkan banyak, betapapun harus kita akui bahwa penampilan sangat menentukan citra pers Indonesia ke luar.

DOKUMENTASI & PERUNDANG-UNDANGAN

GBHN 1988 Pola Umum Pelita Kelima

Penerangan dan Media Massa a. Penerangan dan media massa sebagai

sarana pembangunan bangsa harus dapat membudayakan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam semua segi kehidupan masyarakat dan meningkatkan kesadaran seluruh rakyat dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam rangka mewujudkan Wawasan Nusantara, memperkokoh ketahanan nasional dan memelihara stabilitas nasional yang sehat

dan dinamis. b. Pembangunan penerangan dan media

massa nasional harus berdasarkan semangat dan jiwa Pancasila, agar penerangan dan media massa mampu menunjang pembangunan masyarakat Pancasila. Peranan penerangan dan media massa dalam memasyarakatkan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila [P4] perlu lebih di

tingkatkan c. Pembangunan penerangan dan media

massa ditujukan untuk menciptakan iklim yang mendorong tumbuhnya peranan, partisipasi dan tanggung jawab masyarakat dalam pembangunan nasional.

DOKUMENTASI & PERUNDANG-UNDANGAN

SURAT EDARAN BERSAMA PWI PUSAT - SPS PUSAT DIREKTORAT JENDERAL PEMBINAAN PERS DAN GRAFIKA,

DEPARTEMEN PENERANGAN

orang yang melalui tulisannya condong berfaham atau pro-Komunis.

2. Agar pers nasional benar-benar mentaati Instruksi Menten

Dalam Negeri No. 32 Tahun 1981 untuk tidak mempekerjakan unsur-unsur bekas G-30-S/PKI di bidang pers dan media massa umumnya.

3. Agar pers nasional dan media massa umumnya dijaga

supaya benar-benar bersih lingkungan, artinya bersih dari sisa-sisa G-30-S/PKI maupun dari faham/idiologi Komunis.

Di samping itu pers nasional hendaklah senantiasa mencegah dan menolak ;

1. pemberitaan yang melanggar kode etik jurnalistik Indo

nesia: 2. pemberitaan yang bersifat sinisme dan skeptisisme: 3. pemberitaan dan segala bentuk tulisan, gambar/ilustrasi

yang bersifat naluri rendah; 4. dan segala pemberitaan yang bersifat menyesatkan

masyarakat.

Untuk memantapkan kedudukan pers nasional sebagai lembaga masyarakat hendaklah pers nasional secara terus me. nerus melakukan konsolidasi ke dalam dengan meningkatkan kwalitas dan ketrampilan para wartawannya serta meningkatkan pula kebersamaan dan kesejahteraan para wartawan dan karyawannya dalam rangka pemantapan Sistem Pers PANCASILA. baik di bidang isi maupun di bidang pengusahaan pers dan media massa umumnya.

Demikianlah Surat Edaran Bersama ini disampaikan dengan harapan yang sungguh-sungguh agar mendapat perhatian sepenuhnya dari para pemimpin Umum, Pemimpin Redaksi dan Pemimpin Perusahaan penerbitan pers nasional di seluruh Indonesia. [Jakarta. 27 Juni 1988].

DOKUMENTASI & PERUNDANG-UNDANGAN

SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PEMBINAAN PERS & GRAFIKA

DEPARTEMEN PENERANGAN NO. 01/SE/DITJEN-PPG/K/1988

sunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Penerangan;

7. Instruksi Menteri Dalam Negeri RI No. 32 Tahun 1981 tentang Pembinaan dan Pengawasan Terhadap eks Tahanan dan eks Nara Pidana G.30.S/PKI;

8. Keputusan Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban No. KEP-03/KOPKAM/VIII/1975 tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden RI No. 28 Tahun

1975. III. Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, maka seluruh

Page 3

DOKUMENTASI & PERUNDANG-UNDANGAN

nasional dan memelihara stabilitas na- modern yang dapat ditangani dengan sional yang dinamis.

baik. Peranan penerangan dan media massa

h. Dalam rangka ikut serta mewujudkan Tata untuk memasyarakatkan Pedoman Peng.

Informasi dan Komunikasi Dunia Baru, kerja hayatan dan Pengamalan Pancasila [P4] sama regional dan internasional di bidang perlu lebih ditingkatkan.

informasi dan komunikasi terutama dengan

negara non blok dan negara berkembang c. Kebijaksanaan pembangunan penerangan

lainnya perlu lebih ditingkatkan dan ditujukan dan media massa sebagai wahana infor

untuk kepentingan nasional, termasuk kemasi dan komunikasi timbal balik antara

pentingan pembangunan. masyarakat dan pemerintah, diarahkan untuk menggelorakan semangat pengabdian

X. PENINGKATAN DI BIDANG USAHA dan perjuangan bangsa, memperkokoh per- 1. Untuk membina iklim usaha yang sehat di satuan dan kesatuan nasional, mempertebal dalam industri media cetak, perlu dikembangrasa tanggung jawab dan disiplin nasional, kan sarana konsultasi yang teratur antara memantapkan penghayatan dan pengamalan PWI, SPS, SGP dan PPPI yang meliputi kebudayaan Indonesia untuk mempertebal masalah persaingan tidak sehat serta masakepribadian Indonesia, mencerdaskan ke- lah lain yang mungkin mengganggu perhidupan bangsa, menyalurkan aspirasi

kembangan kemajuan industri media cetak. dan menggairahkan partisipasi masyarakat

2. Organisasi perusahaan pers diminta untuk dalam pembangunan dan untuk mening- melakukan kajian terhadap dampak pengkatkan kemampuan baik profesi, pra

gunaan VDT di dalam proses ''pracetak" baik sarana maupun sarana penerangan dan

ditinjau dari segi kesejahteraan wartawan media massa.

[gaji dan waktu kerja] maupun akibat terd. Pembinaan dan pengembangan media mas- hadap kesehatan kerja. sa nasional harus berdasarkan semangat

XI. PENERBITAN BUKU dan jiwa Pancasila, agar media massa mampu menunjang pembangunan masyarakat

1. Melanjutkan usaha penerbitan buku di bidang Pancasila.

pers.

2. Untuk mendorong kreativitas profesionalisme e. Dalam rangka meningkatkan peranan dalam

perlu diciptakan wadah yang dapat mempembangunan perlu ditingkatkan usaha pe

bantu wartawan yang berhasrat menulis buku ngembangan pers yang sehat, pers yang

jurnalistik, baik di dalam negeri maupun di bebas dan bertanggung jawab, yaitu pers

luar negeri. yang dapat menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang obyektif, melakukan XII. TEMPAT SIDANG PLENO XXX DEWAN kontrol sosial yang konstruktif, menyalurkan PERS aspirasi rakyat dan meluaskan komunikasi

Sidang Pleno XXX Dewan Pers akan dilakdan partisipasi masyarakat. Dalam hal ini

sanakan di Bukittinggi, Sumatera Barat. Waktuperlu terus dikembangkan interaksi positif nya ditentukan oleh Pelaksanaan Harian Dewan antara pers, pemerintah dan masyarakat.

Pers. f. Dalam rangka meningkatkan dan memper

XIII. TANDA PENGHARGAAN KEPADA luas kegiatan penerangan di seluruh pelosok

LKBN "ANTARA" tanah air, perlu ditingkatkan pemanfaatan media penerangan seperti pers, radio, tele

Mengingat perkembangan LKBN "Antara" visi, film, kantor berita, video, media massa

yang pada tanggal 13 Desember 1987 genap

berusia 50 tahun, Dewan Pers memutuskan tradisional, pusat informasi dan forum

untuk menganugerahkan tanda penghargaan komunikasi yang mampu menjangkau pe

Dharma Bhakti Kalam Kencana. desaan. Selanjutnya program dan pelaksanaan koran masuk desa perlu lebih di- XIV. UCAPAN TERIMA KASIH kembangkan dan ditingkatkan

Pelaksana Harian Dewan Pers agar menyamg. Agar kegiatan penerangan dan peranan me- paikan ucapan terima kasih kepada Pemerintah

dia massa dapat makin efektif, perlu diting. Daerah dan Masyarakat Propinsi Daerah Tingkatkan kemampuan sumber daya manusia, kat | Bali atas partisipasinya yang telah meprasarana dan sarana penerangan dan me- mungkinkan Sidang Pleno XXIX Dewan Pers dia massa, termasuk pendidikan dan latihan berlangsung dengan Sukses. [Denpasar, 18 Juli serta pemantapan teknologi komunikasi 1987].

Page 4

DOKUMENTASI & PERUNDANG-UNDANGAN

3. Periklanan, untuk disampaikan kepada VIII. Ucapan Terima Kasih. Pemerintah.

Pelaksana Harian agar menyampaikan ucapan terima kasih kepada Pemerintah Daerah

Tingkat | Propinsi Sumatera Barat atas keikutVII. Tempat Sidang Pleno.

sertaannya yang telah memungkinkan Sidang Menetapkan Sidang Pleno XXXI Dewan Pers Pleno XXX Dewan Pers berlangsung dan berdiadakan di Pulau Batam. Penentuan waktunya kesudahan dengan sukses. [Bukittinggi, 11 diserahkan kepada Pelaksana Harian.

Februari 1988].

Pindahan dari halaman 19.

laksana kritik dan pengawasan sosial yang konstruktif.

Bertolak dari pendekatan kontekstual dan kesisteman, pembangunan meliputi berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang saling mengait. Salah satu bidang tersebut ialah pers. Dengan kata lain, pembangunan sebagai tanggung jawab masyarakat meliputi pembangunan pers. Pembangunan pers yang mampu melaksanakan fungsifungsinya mengait erat dengan dukungan nyata masyarakat terhadap pembangunan pers itu sendiri.

GBHN 1988, aspek pemerataan tersebut tidak dicantumkan lagi. Tetapi pemerintah masih meneruskan program KMD.

Sepanjang menyangkut pemerataan pembangunan pers nasional, panduan dalam GBHN tercakup dalam asas-asas pembangunan nasional dan pada interaksi positif antara pers dengan komponenkomponen lainnya. Khususnya mekanisme interaksi positif diharapkan kita semua dapat menalarkan dan meneguhkan prinsip umum kebersamaan dan kekeluargaan dalam kehidupan pers nasional.

Dari pengamatan sepintas kita dapat mencatat bahwa pihak eksekutif, termasuk di tingkat provinsi, menyadari perlunya pengembangan pers di seluruh Indonesia, berarti termasuk di daerah-daerah yang kini mengalami kesenggangan penerbitan sendiri. Malahan Pemerintah Pusat dan sejumlah Pemerintah Daerah memang sudah berusaha untuk menunjang pengembangan pers nasional di daerahdaerah yang senggang pers.

Tiap ibukota provinsi memang selayaknya menerbitkan dan mengembangkan minimal satu suratkabar harian setempat mengingat kepentingan umum maupun ditinjau dari dasar-dasar ekonomi mikro. Kalau kebutuhan minimal ini belum tercapai, faktor penghambatnya tentu berada pada provinsi-provinsi bersangkutan. Umpamanya, seberapa kuat komitmen Pemerintah Daerah dan masyarakatnya untuk mendorong kehadiran pers setempat. Seberapa jauh apresiasi dan daya nalarnya tentang interaksi positif dengan pers. Hal serupa tentu harus kita pertanyakan pada kalangan pers sendiri. Seberapa jauh motivasi dan perilaku kalangan pers menunjang pengembangan pers nasional di daerahnya.

Apresiasi masing-masing daerah terhadap hal-hal tersebut haruslah dilandasi

Pembangunan pers nasional dalam rangka mengembangkan Sistem Pers Pancasila menghadapi masalah-masalah nyata yang bersumber pada kondisi internal pers dan kondisi eksternal. Kecenderungan menempuh dua ekstrimitas idealisme tanpa landasan industri yang kuat atau pers sebagai komoditi pasar semata harus dapat dikendalikan untuk memungkinkan tumbuhnya pola pembangunan pers nasional berdasarkan keseimbangan antara aspek idiil dan aspek industrinya. Sasaran yang hendak dicapai melalui pola keseimbangan ini ialah pers besar dan kecil yang sehat demi kesinambungan keberadaannya secara mantap dan mapan.

Dalam kerangka ini pula pembangunan pers nasional tetap perlu mengacu pada asas demokratisasi di bidang komunikasi informasi, opini dan pengawasan sosial. Dengan asas inilah kita menumbuhkan dan mempertahankan kebhinnekaan dan keseimbangan media komunikasi massa tidak saja secara nasional tetapi juga antar-daerah.

Page 5

Kegiatan Pendidikan PWI Yang Unik :

LOKAKARYA DI BATAM, WIDYA WISATA

DI SINGAPURA

Pada tanggal 18 sampai 23 September 1988 lalu, Pengurus Pusat Persatuan Wartawan Indonesia [PWI] berkerja sama dengan Departemen Penerangan R.I. mengadakan satu kegiatan pendidikan untuk wartawan yang cukup unik Kegiatan unik tersebut adalah penyelenggaraan Lokakarya tingkat Nasional mengenai "Studi Kawasan dan Peliputan ASEAN” di Pulau Batam yang diisi dengan acara widya wisata ke negara tetangga Singapura.

alam pelaksanaan kegiatan PWI Pusat tersebut, dukung- untuk meningkatkan peran pers nasional sebagai pers pem

an juga diperoleh dari, Menteri Riset dan Teknologi Prof. bangunan. Dan seiring dengan itu, guna mempertajam cara Habibie, Ketua Badan Otorita Pengembangan Daerah Industri pandang nasionalnya, atau dengan kata lain Wawasan NusanPulau Batam, dan Kepala Badan Pelaksananya, Mayjen [Pur] tara-nya. D. Soedarsono. Sedang realisasi acara widya wisata adalah

Kecuali sebagai upaya memantapkan Wawasan Nusantara berkat sambutan positif dari Pemerintah Republik Singapura

para peserta, Lokakarya PWI Pusat di Pulau Batam merupakan dan kedutaan besarnya di Jakarta.

pula langkah awal dalam menumbuhkan "wawasan regional" Sejak lama penyelenggaraan program-program pendidikan para wartawan Indonesia. Seperti bunyi pepatah – Tak kenal dan latihan bagi wartawan anggota PWI sejauh mungkin maka tak sayang - maka Batam memang harus dilihat untuk diupayakan berpindah-pindah dari satu tempat ke lain tempat. meyakinkan diri betapa jauh prestasi yang berhasil diraih di Hal ini tidak saja untuk menciptakan kesempatan ikut serta bagi pulau tersebut. Pendek kata, pusat industri dan ekonomi baru ini sebanyak-banyaknya wartawan di luar Ibukota dalam kegiatan bukan mustahil akan menjadi salah satu kisah sukses penting PWI Pusat yang bertujuan

dan andalan. Letaknya yang mengembangkan wawasan

dekat dengan Singapura dan pengetahuan para ang

[sekitar 30 menit dengan kagotanya, tetapi lebih dari itu

pal ferry cepat] secara gampola seperti ini diharapkan

blang mengisyaratkan posisemakin meneguhkan kesa

sinya yang strategis sekalidaran dan daya nalar korps

gus ideal. pers nasional tentang Wawasan Nusantara.

Antara lain dari su

dut kewartawanan, dan Melalui kesempatan melaksanakan lokakarya maupun

dengan asumsi sang warta

wan memperoleh fasilitas pertemuan-pertemuan PWI tingkat nasional lainnya yang

sama dengan penduduk se

tempat, Batam sebagai pos berpindah-pindah tersebut, maka dalam lima tahun be

tugas seorang koresponden

surat kabar atau majalah lakangan ini tercatat lebih em

yang terbit di Medan, pat ratus wartawan memper

Padang, Palembang, dan oleh ekspose tentang berbagai

Jakarta, dapat hasil-hasil

merangpembangunan, BG Lee [kanan] menjawab pertanyaan-pertanyaan peserta Lokakarya

kap sebagai jembatan baik yang merupakan tang- PWI yang menemuinya di Singapura 22 September lalu.

praktis untuk menjang. gung jawab aparat peme

kau Singapura, yang nota rintah maupun yang dilaksa nakan oleh kalangan swasta. Kecuali melihat kemajuan

bene memang merupakan entiti sangat penting di bidang kemajuan yang dicapai, kegiatan-kegiatan ini tentunya juga

perdagangan, perbankan, dan sebagainya. Di samping itu, memberi peluang bagi wartawan dari berbagai kota untuk ikut

Singapura berbatasan pula dengan Johor Bahru, selatan memperhatikan masalah-masalah berkenaan dengan proses

Page 6

dalam upaya memasyarakatkan ASEAN. Peserta lokakarya menginginkan adanya wadah di bawah naungan dan bimbingan PWI bagi wartawan yang membidangi masalah luar negeri dan perlunya meningkatkan kerjasama antara lembaga-lembaga pers dan wartawan di negara-negara anggota ASEAN. Para peserta juga mengharapkan agar PWI mengadakan lokakarya serupa secara berkelanjutan dan Konfederasi Wartawan ASEAN agar meningkatkan fungsinya dalam mendukung dan memperlancar tugas para wartawan ASEAN. Pembaruan wawasan regional wartawan

Kunjungan ke Singapura dalam rangka memperoleh ekspose banding dilakukan sehari penuh. Peserta berangkat dari terminal ferry Sekupang di Batam tanggal 22 September pagi dan kembali pada malam harinya. Rombongan dilepas di dermaga oleh Kepala Badan Pelaksana Otorita Batam dan staf.

Acara di Singapura diatur oleh pengurus Singapura National Union of Journalists [SNUJ] berkerjasama dengan para pejabat teras Bagian Pers, Kementerian Perhubungan dan Penerangan Singapura. Pertama, diskusi panel di Pusat Berita [News Centre] dengan panelis terdiri dari redaktur regional harian Cina Singapura, Sia Boon So; wakil pemimpin redaksi Berita Harian, Mohammad Guntor Sadali; pengurus SNUJ dan wartawan Straits Times Haron Abdul Rahman dan ketua Institute of Policy Studies Singapura, Prof. Ny. Chan Heng Chee.

Mengenai peningkatan pemberitaan media massa ASEAN tentang ASEAN, Prof. Chan menyimpulkan empat kendala pokok. Pertama, masih kurangnya kesadaran untuk meliput masalah ASEAN. Kedua, biaya yang tinggi untuk dapat menugaskan wartawan ke berbagai negara anggota. Ketiga, kemampuan wartawan yang belum memadai. Dan keempat, masih kurangnya interaksi di antara bangsa-bangsa ASEAN sendiri.

Acara puncak di Singapura tidak ayal lagi adalah peluang bertemu wicara dengan Brigjen [Cadangan], atau BG, Lee Hsien Loong, putera Perdana Menteri Lee Kuang Yew, yang

pernah mendapat julukan "putera mahkota" Singapura itu. Dia sendiri kini adalah menteri perdagangan dan industri Singapura, serta wakil menteri pertahanan. Dalam temu wicara dengan peserta lokakarya di gedung kementeriannya, Lee Hsien Loong didampingi beberapa orang staf, termasuk seorang berkedudukan menteri negara. Wartawan yang belum pernah berhadapan dengannya menilai pengalaman tersebut cukup mengasyikkan. Pertemuan diawali tanpa pengantar yang basabasi, tetapi langsung kepada permasalahan. Semua pertanyaan dijawab dengan jelas dan lugas.

BG Lee membanggakan dan menilai sangat penting hubungan yang sudah terjalin antara Lee Kuan Yew dengan Presiden Soeharto maupun PM Malaysia Mahathir Mohammad. Menurutnya, pemimpin ASEAN dari generasi muda harus dapat mengambil manfaat dari hubungan erat tersebut, namun dia menyadari bahwa untuk mencapai tingkat seakrab Lee Kuan Yew-Soeharto akan memerlukan waktu lama. Tentang investasi pengusaha Singapura di Batam yang relatif masih kecil, BG Lee mengatakan bahwa dia sudah memberi dorongan, tetapi tiap pengusaha dengan sendirinya akan mengutamakan prospek keuntungan dalam mengambil keputusan penanaman modal. Tentang peluangnya untuk menjadi kepala pemerintahan, BG Lee mengemukakan bahwa dalam hal ini Singapura mempunyai prosedur demokrasi sendiri untuk memilih pemimpinpemimpinnya secara mufakat. Untuk menjadi perdana menteri diperlukan syarat-syarat kemampuan dan dukungan masyarakat.

Setelah sekitar satu jam bersama BG Lee, rombongan menuju ke kantor Grup Stratis Times dan setelah itu meninjau Lembaga Komputer Nasional di Taman Sains [Science Park]. Setelah makan siang di kantin penerbitan Grup Stratis Times, peserta melihat-lihat ruangan redaksi koran berbahasa Inggris tersebut, harian Melayu Berita Harian dan koran sore baru berwarna dan berukuran tabloid, The New Paper.

Peninjauan ke Singapura memang singkat, tetapi padat dan memang berkesan dalam. Untuk lokakarya serupa berikutnya,

HARGA KERTAS KORAN DALAM FORMULA HARGA SURATKABAR

Dalam nomor ini kami turunkan Hasil Kajian SPS Pusat Tentang Kemungkinan Kenaikan Harga Kertas Koran. Kajian tersebut dibuat berdasarkan kalkulasi produsen kertas koran bulan Juni 1998.

Pada prinsipnya industri kertas koran dibangun untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan Pers Nasional. Tapi persoalan yang rumit dalam produksi kertas koran, mengakibatkan kenaikan harga kertas koran tidak terhindarkan lagi.

Hadiah ulang tahun sangat mengejutkan bagi SPS, yang pada tanggal 8 Juni 1988 memperingati ulang tahunnya yang ke 42, ketika tanggal 2 Juni 1988 menerima berita [Dari TV & koran] serta pertemuan 3 Departemen di DEPPEN tanggal 3 Juni 1988 tentang kemungkinan kenaikan harga kertas koran.

Sangat mengejutkan dan prihatin karena kenaikan tersebut akan terasa sebagai "bencana" bagi perjuangan dan pengembangan pers, terutama dalam upaya SPS bersama-sama PWI yang sedang menggalakkan program untuk memantapkan kelembagaan Pers Nasional sesuai dengan ketentuan SIUPP. Masalah yang dihadapi dan dikerjakan oleh SPS dan PWI antara lain :

1. Kondisi struktural yang sejak lama menjadi persoalan pokok adalah, dalam gaung program pemerataan, sebagian besar penerbitan pers terhambat oleh lemahnya modal. Ketentuan SIUPP secara tegas mewajibkan tersedia modal untuk penerbit atau calon penerbit yang akan diberi SIUPP. SPS, PWI dan DEP. PEN berusaha mencari jalan terobosan menghadapi tantangan ini, khususnya untuk perkembangan pers di daerah.

2. Pemantapan kelembagaan pers, baik dari segi isi redaksional maupun kelembagaan usana, masih sedang digiatkan oleh PWI dan SPS Pusat. 2.1. PWI secara berkesinambungan me

laksanakan penertiban wartawan dan sekaligus meningkatkan wawasan dan keterampilan manajemen daksional.

menyempurnakan manajemen, yang memungkinkan meningkatkan daya guna dan hasil guna atas modal dan sarana produksinya.

2. Kertas koran dalam penghitungan PA

HALA menempati posisi pokok yang mengambil bagian 30 s/d 40% dari seluruh biaya produksi. Oleh karena itu harga yang terjangkau dan pemanfaatnya yang efisien sangat menentukan.

dang penerbit, maupun tanggal 15 Oktober 1987 yang menetapkan harga Rp. 850,00 af pabrik belum termasuk biaya tata niaga Rp. 30,00; ditetapkan di bawah kalkulasi biaya produksi dari

kedua produsen. 2. Kenaikan yang diusulkan oleh Menteri

Perindustrian adalah Rp. 300,00 atau 35,29% dari harga yang sedang berlaku Rp. 850,00 af pabrik menjadi Rp. 1.150,00. Konon harga ini di bawah kalkulasi produksi yang diperhitungkan Rp. 1.378,54 per kg, tetapi

ternyata jauh dari jangkauan penerbit. 3. SPS dan masyarakat pers mencoba

menghitung alternatif harga, dari mulai tingkat harga yang diusulkan oleh Menteri Perindustrian, sampai pada harga yang diperhitungkan masih dalam jangkauan penerbit pers berdasarkan hasil perhitungan Patokan Harga Langgan

an [PAHALA]. 4. Alternatif kenaikan tersebut bertolak

dari asumsi bahwa biaya tata niaga tidak dinaikkan dan menjadi beban SPS/PT. INPERS untuk mengembangkan inisiatif dan efisiensi, tetapi menjamin prinsip tersebut pada 1.5. tetap dilaksanakan. Alternatif tingkat kenaikan tersebut tersusun pada tabel berikut :

3. Menghitung jumlah kebutuhan kertas

koran didasarkan pada jumlah oplah, yang dipengaruhi oleh ukuran dan gra-

matur kertas. Penghitungan PAHALA


ini didasarkan pada pemakaian kertas koran rol ukuran 84 cm dan gramatur 48,8 g/m2 yang per kg, menghasilkan 42 eks. koran 4 halaman atau 14 eks. koran 12 halaman. Dalam menghitung

kebutuhan kertas koran ini dimasukan

"waste paper" yang keadaannya ber- beda antara koran beroplah kecil dengan yang beroplah besar. Hasil pemantauan membuahkan klasifikasi "waste paper" berdasarkan oplah se- bagai berikut : - oplah 20.000 waste paper & pe-

nyusutan : 10 % - oplah 50.000 ---id

8 %

4. Dalam menghitung biaya kertas koran

sebagai komponen produksi, di samping harga, masih harus diperhitungkan bunga bank. Hal ini perlu, karena dasar harga yang ditetapkan adalah harga kontan dan pada umumnya penerbit harus selalu memelihara stock untuk keperluan sekurang-kurangnya satu minggu bahkan sampai 3 bulan; yang disimpan digudangnya sendiri, gudang percetakan ataupun pada gudang suplayer. Standar bunga bank

yang lazim adalah 2% per bulan. 5. Berdasarkan catatan-catatan tersebut

3 dan 4 di atas, maka untuk sampai dapat menghitung beban harga kertas koran dan tambahan beban karena kenaikan diperoleh cara penghitungan : 5.1. Kebutuhan kertas koran : jumlah

oplah dibagi jumlah eksemplar per kg [sesuai dengan jumlah halaman] ditambah prosentase waste paper dan penyusutan berdasarkan jumlah oplahnya [IV. 3]. Kebutuhan kertas koran 12 halaman beroplah 500.000 eks. waste paper 2% dapat dihitung sebagai berikut :

35,29% 30,00% 25,00% 20.00% 15.00% 12.50% 10,00% 4,00%

300.00 255.00 212,50 170,00 127,50 106,25 85,00 40.00

850,00 850,00 850,00 850,00 850,00 850,00 850.00 850.00

1.150,00 1.105,00 1.062,00 1.020,00

977,50 956,25 935,00 890,00

30,00 30,00 30,00 30,00 30,00 30.00 30,00 30,00

1.180,00 1.135,00 1.092,00

1.050 1.007,50

986,25 965,00 920,00

Bila penerbitan bersangkutan terbit 7 x seminggu, maka kebutuhan per bulan dihitung 30 x 36.428,58

kg 1.092.857,40. 5.2. Menghitung biaya per eksemplar

oplah 100.000 ---id ---: 6% - oplah 300.000 --- id

: 4 % - oplah 500.000 --- id -: 2 %

III. HARGA KERTAS KORAN DALAM

PERHITUNGAN PAHALA 1. Perhitungan PAHALA adalah salah sa

Perhitungan "waste paper" ini akan mempengaruhi perhitungan beban biaya kertas koran secara keseluruhan maupun per eksemplar.

Beban biaya kertas koran setiap kali terbit adalah hasil perkalian tersebut di atas tanpa dibagi jumlah oplah, atau :

c. Beban nilai tambah karena kenaikan

kertas koran :

Rp. 87,69 – Rp. 65,37 Rp. 22.32 6. Terlampir daftar biaya komponen ker

5.3. Beban nilai tambah atas kenaikan

harga kertas koran dari Rp. 880,00 menjadi Rp. 1.150,00 + Rp. 30,00 biaya tata niaga, bagi suratkabar

DAFTAR BEBAN BIAYA TAMBAH PER EKS. KARENA KENAIKAN HARGA KERTAS KORAN

Oplah, Jmi. Hal & Waste Paper

yang lalu Harian KOMPAS menaikkan harga langganan sesuai dengan kalkulasi berdasarkan efisiensi yang dihasilkan karena oplahnya menjadi Rp. 6.500.00 dari sebelumnya Rp. 6.300,00. Harian POS KOTA KOran Jakarta bersekala lokal daerah Metropolitan dengan kwalitas kontrol tidak menjadi prioritas, bahkan dapat memasang tarif langganan Rp. 5.000,00/bulan. Penetapan harga dari "price leader" di atas, menyebabkan suratkabar di bahwa 100.000 eksemplar, harus menahan diri dan meningkatkan efisiensinya secara maksimal agar tidak memakan modal.

mendapat teguran itu terdiri atas penerbit pers oplah kecil di daerah yang tidak memiliki cadangan modal untuk meme

lihara kesinambungan terbitnya. 4. Dikaitkan dengan usaha pemerataan

pembangunan pers nasional, kiranya dapat disimak data oplah penerbitan pers. Data ini diambil dan data IPPBN tahun 1986/1987 sebagai pedoman jatuh kertas koran tahun 1987/1988 dan 1988/1989. Data ini mencatat semua suratkabar harian dan mingguan yang sepenuhnya menggunakan kertas koran. Jumlah ini meliputi 148 penerbitan dari 253 SIUPP yang dikeluarkan dan masih berlaku.

Rp. 255,19 Rp. 253,34 Rp. 279,31 Rp. 249,60 Rp. 216,08

Tabulasi di atas jelas memberikan gambaran tentang jumlah penerbit surat-kabar di bawah 100.000 eksemplar, yang dengan harga kertas koran Rp. 880,00/kg fo gudang penerbit sekarang ini sedang menghadapi kesulitan. Sudah dapat diperkirakan teguran DEPPEN terhadap penerbit yang sudah tidak dapat memelihara kesinambungan terbitnya, akan jatuh pada surat-kabar di antara harian dan mingguan beroplah 50.000 ke bawah yang jumlahnya meliputi 120 buah penerbitan. Dapat dibayangkan suratkabar harian & mingguan beroplan 20.000 eksemplar ke bawah bagaimana kehidupannya pada saat sekarang.

3. Gambaran kesulitan, khususnya bagi

penerbit pers 100.000 eksemplar ke bawah sudah tampak jelas. Terutama bagi kehidupan dan kesinambungan penerbit pers di daerah. Tolok ukur dari kesulitan yang dihadapi, kiranya dapat disimak dari jumlah teguran DEPPEN tentang pelaksanaan periode terbit, yang harus ditaati sebagaimana ketentuan SIUPPnya. Pada umumnya yang

5. Untuk lebih memperjelas dampak ke

naikan harga kertas koran terhadap pembentukan harga langganan dan eceran, di sini disajikan kemungkinankemungkinan harga langganan dan

Mingguan Mingguan 2 ximg. 1 x/mg.

1. 5.000 eks. ke bawah 2. 5.001 s/d 10.000 eks. 3. 10.001 s/d 20.000 eks. 4. 20.001 s/d 50.000 eks. 5. 50.001 s/d 100.000 eks. 6. 100.001 s/d 300.000 eks. 7. 300.001 s/d 500.000 eks.

Page 7

eceran berdasarkan alternatif kenaikan harga kertas koran. Sekaligus kalkulasi ini untuk melihat sejauh mana kenaikan dapat ditolerir demi kesinambungan pertumbuhan pabrik kertas koran produksi dalam negeri. Gambaran tersebut tentunya dengan catatan kita membiarkan proses pengurangan jumlah penerbit yang sekarang sedang berlangsung atas dasar perhitungan harga langganan dari harga kertas Rp. 850,00 af pabrik.

Akibatnya harga suratkabar dengan harga kertas koran yang dinaikan lebih dari 10% mendorong kenaikan patokan harga eceran menjadi Rp. 300,00 dan akan mencapai harga Rp. 400,00 untuk diperoleh konsumen pembaca.

Pada perhitungan harga langganan dan eceran, sesungguhnya sudah termasuk "komisi agen dan pengecer" sebesar 20%. Realisasi penjualan kepada konsumen, biasanya oleh agen diambil kebijaksanaan : – untuk harga langganan, ditambahkan

biaya loper dan pengiriman - untuk eceran, pada pagi hari dijual

dengan harga melampaui patokan, pada siang hari diturunkan sampai di bawah harga patokan.

HARGA LANGGANAN DENGAN ALTERNATIF KENAIKAN HARGA KERTAS KORAN

4,71 % 10,00 % 12,50 % 15,00 % 20,00 % 25,00 % 30,00 % 35,29 %

920,00 965,00

986,25 1.007,50 1.050,00 1.092,00 1.135,00 1.180,00

7.984,00 8.172,00 8.245,00 8.319,00 8.466,00 8.612,00 8.760,00 8.902,00

7.903.00 8.055,00 8.128,00 8.200,00 8.345,00 8.487,00 8.634,00 8.787,00

V. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kenaikan harga langganan dan eceran

suratkabar pada bulan April dan Mei
1988 merupakan kenaikan minimal da- lam suasana keprihatinan, karena di- lema yang dihadapi : daya beli masya- rakat yang sudah mempengaruhi penurunan oplah dan kerugian yang sudah tak tertanggungkan yang aki- batnya memakan modal, sebagai akibat dua kali kenaikan kertas koran dan devaluasi September 1987. 1.1. Kenaikan tersebut belum meme-

nuhi hasil kalkulasi PAHALA yang didalamnya mengandung maksud usaha pemerataan pertumbuhan

dan perkembangan. 1.2. Kenaikan tersebut baru dapat

membantu stabilitas usaha penerbit pers yang beroplah 100.000 eksemplar ke atas, sedangkan untuk 100.000 eksemplar ke bawah, khususnya bagi penerbit beroplah 20.000 ke bawah, sedang dalam proses memper

tahankan untuk tidak gulung tikar 2. SPS/PT. INPRES dan masyarakat pers

HARGA ECERAN DENGAN ALTERNATIF KENAIKAN HARGA KERTAS KORAN

bangsa dan negara kita yang selama ini dilakukan, termasuk dukungan dan kebersamaan masyarakat pers menanggulangi berbagai kesulitan :

koran 12 halaman, bagi suratkabar beroplah 500.000 eksemplar. Tingkat kenaikan inipun nantinya akan terasa sangat berat bagi penerbit beroplah 20.000 eksemplar ke bawah [menjadi Rp. 8,36]. Dengan demikian toleransi yang paling memungkinkan adalah kenaikan Rp. 40,-/kg dengan harga baru Rp. 920,- fo. gudang penerbitan.

lalui usaha efisiensi dan pemerataan beban sesana anggota SPS, dapat diatasi. Diyakini bahwa dengan prinsip kebersamaan, tanpa kenaikan biaya tata niaga kelancaran pengiriman tidak terganggu dan harga sama di seluruh tanah air dapat diper

tahankan. 2.3. Sementara itu usaha efisiensi da

lam handling pengiriman, dengan memperpendek jalur [dari gudang produsen langsung gudang penerbit/percetakan], telah mengurangi beban risiko karena kerusakan dalam pengangkutan. Karenanya waste paper semata-mata ha

nya disebabkan oleh proses cetak. 3. Pemerintah dan pihak produsen kertas

koran, kiranya dapat mengapresiir tekad dan konsistensi masyarakat pers terhadap perjuangan untuk fungsi dan peranannya dalam pembangunan

a. Cross subsidi yang dapat menjamin

prinsip harga sama di seluruh Indonesia, pada hakekatnya adalah pengorbanan penerbitan pers yang dekat dengan gudang produsen yang sesungguhnya mereka dapat memperoleh kertas dengan harga yang lebih murah.

2.2. Untuk tidak lebih membebani har

ga, PT INPRES sebagai distributor tunggal, bertekad tidak ikut menaikkan biaya tata niaga yang Rp. 30,- Selama ini PT. INPRES telah berhasil menekan kerugian dari penetapan biaya tata niaga Rp. 25,-/kg. Kerugian yang dulu diperhitungkan akan mencapai + Rp. 500.000.000,per tahun, atas dukungan KONKERNAS SPS Februari 1987 me

b. Dalam tantangan yang sekarang

dihadapi, masyarakat pers bertekad untuk tidak menaikkan harga langganan dan eceran yang akan memberatkan konsumen. Yang masih akan dilakukan adalah pemantapan konsep penentuan harga langganan berdasarkan sistim PAHALA yang sudah dikembangkan secara efisien. [S].

LE. Manuhua, Ketua Komisi Konkernas SPS di Jakarta, Februari 1987, membacakan rumusan keputusan tentang ketentuan tata laksana penyaluran kertas koran.

PENGADAAN DAN TATA NIAGA

KERTAS KORAN "SUATU KEBIJAKAN PEMERATAAN”

Tak ada surat kabar, tanpa kertas koran. Dalam sejarah Pers Indonesia, persoalan kertas koran mendahului terbentuknya organisasi Serikat Penerbit Suratkabar. "Panitia Pengurusan Bahan-bahan Pers”, yang dibentuk dalam pertemuan kaum wartawan tanggal 9 Februari 1946, ditugasi terutama untuk mencari dan mengusahakan kertas koran, di samping bahan baku cetak lainnya.

B dekatan ditujukan pada perusahaan

PT KERTAS LECES dengan investasi 217 juta US $, berkapasitas produksi terpasang 90.000 ton per tahun. Bahan baku utama bagase [ampas tebu], dengan mesin didatangkan dari Prancis. Adapun PT ASPEX PAPER dengan investasi lebih kurang 70 juta US $ dengan kapasitas produksi terpasang 70.000 ton per tahun. Bahan baku kertas "koran bekas" yang diimpor, dengan didatangkan dari Jepang

Ternyata kualitas yang dihasilkan produksi dalam negeri tidak serta merta memenuhi kebutuhan mesin cetak yang digunakan oleh pers nasional. Sementara itu kalkulasi produksi jauh di atas harga kertas koran eks impor waktu itu. Hanya karena dorongan untuk memanfaatkan produksi dalam negeri, dalam rangka menghemat devisa negara, SPS dan PT INPERS, berusaha menyakinkan penerbit untuk menggunakannya. Serangkaian percobaan dilakukan dibeberapa percetakan di pulau Jawa. Mula-mula pada bulan Mei dan Juni 1985 dengan kertas koran produksi PT ASPEX PAPER dan pada awal tahun 1986 dengan kertas koran produksi PT KERTAS LECES. Masyarakat pers memahami prioritas tersebut. Demikian pula dalam penentuan harga. Pada saat kecenderungan harga di luar negeri menurun, masyarakat pers dapat menyetujui penetapan zero quota impor kertas koran per 8 Maret 1986. Kebutuhan sepenuhnya dipasok produksi dalam negeri. Masyarakat pers berhasil mengambil sikap melepaskan ketergantungan pada kertas koran impor, yang sekaligus menyerahkan ketergantungan pada kertas koran produksi dalam negeri.

TATA NIAGA UNTUK MENCAPAI KESAMAAN HARGA

Penerbit pers tersebar di seluruh ibukota provinsi Indonesia, padahal pabrik kertas koran berlokasi di pulau Jawa. Tanpa koordinasi dan pengendalian, sudah tentu penerbit pers yang jauh dari lokasi pabrik harus membayar harga kertas koran lebih tinggi. Pihak Departemen Perdagangan menyarankan agar koordinasi penyaluran dilakukan oleh distributor tunggal. Dalam pelaksanaannya harus diberlakukan sistim subsidi silang, dalam arti penerbit yang dekat dengan lokasi pabrik

ikut iuran membantu ongkos angkut bagi penerbit yang berlokasi jauh dari lokasi pabrik, agar dapat diberlakukan harga sama di seluruh tahan air.

Dana untuk subsidi silang itulah yang disebut biaya Tata Niaga. Tahun 1986 Pemerintah cq. Departemen Perdagangan telah mencoba bersama-sama eks importir PT PANTJA NIAGA, PT INPERS dan PT DUP membuat perhitungan untuk penetapan biaya Tata Niaga tersebut, PT PANTJA NIAGA ke luar dengan biaya Rp. 83,00 per kg. PT DUP yang hampir sejalan dengan perhitungan Departemen Perdagangan mengajukan Rp. 46,00. Sedangkan PT INPERS ke luar dengan perhitungan Rp. 33,00. Sementara itu sedang diperhitungkan pula harga patokan kertas koran dari gudang produsen.

Tanggal 17 Oktober 1986, Pengurus SPS, PWI dan SGP dipanggil oleh Menteri Penerangan. Pada kesempatan itu Menteri menjelaskan :

1. Harga kertas koran of gudang produ

sen Rp. 675,00 per kg. dan fo di gudang konsumen Rp. 700,00 per kg.

untuk pembayaran tunai. 2. Sudah ada persetujuan prinsip untuk

PPN atas penyerahan kertas koran

ditanggung Pemerintah. 3. Jika SPS/PT INPERS sanggup menge

lola dana Rp. 25,00 per kg. sebagai biaya Tata Niaga [selisih harga of pabrik dan fo gudang konsumen], PT INPERS akan ditunjuk sebagai Distributor Tunggal.

Tantangan tersebut dijawab oleh SPS dengan penuh keraguan, pada tanggal 18 Oktober 1986.

Keraguan yang dihadapi, terutama sekali setelah menghitung ongkos angkut

tas koran produksi dalam negeri Rp. 550.00 per kg. pada tahun 1985, sampai sekarang sudah mengalami tiga kali kenaikan, yaitu dari Rp. 550,00 menjadi Rp. 650,00 – Rp. 850,00 dan Rp. 1.050,00 per kilogram.

guna mengimbangi tuntutan masyarakat pembaca dan pemasang iklan. Kualitas kertas kóran yang stabil sangat diperlukan, yang kenyataannya sampai sekarang belum terwujud. Lagipula perbedaan kualitas yang mencolok antara kedua pabrik, menyebabkan penerbit yang menggunakannya memilih-milih demi perkembangan penerbitannya. Memang dipahami, perbedaan tersebut timbul karena bahan baku yang digunakan, yang satu bagase yang lain kertas koran bekas; tapi juga disebabkan oleh tingkat keterampilan manusianya.

5. Timbul pertanyaan mendasar dari ga

gasan semula dalam perjuangan SPS dan masyarakat pers yang mendambakan kehadiran kertas koran produksi dalam negeri, guna melepaskan diri dari ketergantungan impor, dengan kenyataannya sekarang, apakah sudah dapat dilaksanakan produksi kertas koran dalam negeri sebagai penunjang pembangunan dan pengembangan Pers Nasional, atau justru sebaliknya.

2. Ada kecenderungan lepasnya keter

gantungan pers nasional dari kertas impor, manjadi sangat tergantung pada kertas koran produksi dalam negeri. Karena hanya ada dua produsen, terasa kedua produsen tersebut menguasai monopoli pengadaan

menganjurkan agar masing-masing penerbit atau melalui koordinasi SPS Cabang mengadakan pendekatan dengan pihak Bank yang dapat memberikan kredit dengan jaminan kertas koran yang diterima, atau dengan PEMDA setempat guna memanfaatkan bantuan PEMDA untuk Pembinaan Pers sebagai jaminan pembelian dan pemeliharaan stock tersebut kepada Bank.

Penunjukan sub distributor ternyata merupakan pilihan beberapa SPS Cabang. Hal ini telah dicoba di Surabaya dan Medan. Tapi yang berjalan sampai sekarang hanya di Medan.

Dalam prinsip ini, SPS Cabang mendapat kuasa dari sebagian besar penerbit pers setempat untuk mengkoordinasikan pengadaan. SPS Cabang bekerjasama berdasarkan kontrak tertulis dengan suatu perusahaan swasta yang ditunjuknya sebagai sub distributor PT INPERS. Untuk itu kertas koran yang diambil berdasarkan masing-masing penerbit di Medan, ditebus/dibayar dulu oleh sub distributor. Penerbit dapat mengambil sewaktu-waktu bila diperlukan dengan biaya tambah atas bunga bank, sewa gudang, asuransi dan lain-lain.

Tingkat biaya yang menjadi beban tambah ini, dikonsultasikan kepada SPS/ PT INPERS yang kemudian menyetujuinya maksimal tambahan biaya Rp. 35,00 per kilogram untuk pemeliharaan stock satu bulan sebelum diambil/direalisasikan oleh penerbit bersangkutan.

Kelebihan biaya ini tidak mungkin dimasukkan dalam dana subsidi silang dan oleh karenanya menjadi tanggunjawab penerbit pemegang SPJ secara bersama dengan koordinasi Pengurus SPS Cabang. Tapi dengan itu, bila di daerah setempat ada penerbit yang bersanggupan memesan langsung ke PT INPERS dengan memenuhi ketentuan cash & carry, PT INPERS melayani dengan harga sebagaimana ditentukan fo gudang penerbit.

3. Bila dilihat dari kapasitas produksi ter

pasang, setelah lebih dari dua tahun berproduksi, harus sudah ada jaminan bahwa pengadaan kertas sepenuhnya dapat terpenuhi, di samping kedua produsen mempunyai kesempatan untuk

ekspor. Karena berdasarkan kapasitas produksi terpasang dari kedua pabrik, seharusnya setiap tahun diproduksi 160.000 ton, padahal kebutuhan pers nasional baru 120.000 ton. Kenyataannya, PT ASPEX PAPER sudah berproduksi di atas kapasitas terpasang dari 70.000 ton per tahun menjadi 90.000 ton per tahun, sedangkan PT KERTAS LECES belum sampai pada kapasitasnya. Belakangan, dengan tingginya harga di luar negeri, ada kecenderungan yang kuat kedua produsen menggalakkan ekspornya dengan mengabaikan prioritas menutup kebutuhan nasional.

6. Semangat deregulasi disadari memang

merupakan perkembangan yang harus
diikuti dalam proses Pembangunan Nasional untuk mewujudkan konsep yan dicita-citakan. Sebuah tantangan yang baru mungkin, bahwa bagai- manapun hubungan produsen dan I konsumen adalah hubungan pasar dengan segala wataknya. Jika masya- rakat pers mendambakan industri ker- tas koran menjadi pendukung pem-

bangunan "Industri Pers", maka pro-


duksi kertas koran di dalam negeri haruslah ditanganinya sendiri. Konsoli- dasi modal dan kebersamaan mana-

jemen di antara masyarakat pers kira-

nya dapat menjadi modal dan pen- dorong untuk mewujudkan sebagai ci- ta-cita dan harapan tersebut sesuai dengan realitas perkembangan eko- nomi kita. [S.L. Batubara].

TANTANGAN, HARAPAN DAN PROSPEKNYA 1. Perkembangan Pers Nasional me

manfaatkan secara maksimal teknologi

4. Kondisi harga di luar negeri tersebut

berpengaruh pula pada sikap produsen untuk menaikkan harga. Sejak Mei 1988, sudah ada permintaan kenaikan harga. Dan sejak ketentuan harga ker

Page 8

INVENTARISASI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PERS NASIONAL

Investrisasi Pertumbuhan dan Perkembangan Pers Nasional [selanjutnya disebut IPPPN] yang sekarang ini telah mentradisi dan wajib diikuti oleh seluruh penerbit pers, sesungguhnya merupakan lahan informasi yang menyajikan seluk beluk kehidupan pers nasional. Peranan IPPPN akan menjadi teramat penting artinya, terutama bila dikaitkan dengan upaya memperoleh data lengkap dan akurat yang pada gilirannya sangat berguna untuk usaha peningkatan pembinaan serta pengembangan pers secara menyeluruh.

erlunya pelaksanaan IPPPN ter

Daerah Istimewa Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau

ambi Bengkulu Sumatera Selatan Lampung Daerah Khusus Ibukota Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Daerah Istimewa Yogyakarta Jawa Timur Ваті Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Selatan Maluku Irian Jaya Timor Timur

211 82 12 29 10 87

24 1.723 138 149 134 263 60 12 16 39 20 44 75 62 42

1.28 6,15 2,39 0,35 0,85 0,30 2,53 0,70 50.16 4,03 4,34 3.90 7.65 1,74 0.34 0.46 1,13 0,59 1,28 2,18 1,80 1,23 0,12 3,43 0,69 0,29 0,08

Daerah Istimewa Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Bengkulu Sumatera Selatan Lampung Daerah Khusus Ibukota Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Daerah Istimewa Yogyakarta Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Selatan Maluku Irian Jaya Timor Timur Luar Negeri Lain-lain

101.662 514.254 176.874 123.916 85.032 42 325 284.962

1,04 5,27 1,81 1,27 0,87 0,43 2,92

TABEL VII PEMAKAIAN KERTAS MENURUT DAERAH

D.I. Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Bengkulu Sumatera Selatan Lampung D.K.I. Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah

D.I. Yogyakarta

Jawa Timur Bali Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Selatan Maluku Irian Jaya Timor Timur

KORAN MASUK DESA SALAH SATU MEDIA MASSA PEDESAAN PENGGERAK PEMBANGUNAN NASIONAL

Kehadiran dan keberadaan Koran Masuk Desa [KMD] adalah sebagai sarana informasi dan komunikasi di pedesaan yang bertugas memberikan motivasi untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat, merubah sikap mental, mendorong tekad melaksanakan pembangunan nasional sebagai satu-satunya upaya untuk menciptakan kemandirian dan kekenyalan masyarakat pedesaan dalam menghadapi setiap tantangan dan perubahan.

MD melalui berbagai tulisan/ulasan

Maksud dan Tujuan KMD :

Pelaksana program Koran Masuk Desa adalah penerbit pers daerah yang ditunjuk oleh Pemerintah berdasarkan Surat Perjanjian Kerjasama yang ditetapkan setiap tahun dengan Surat Keputusan Menteri Penerangan RI. Sedangkan penerbit pers daerah yang ditetapkan sebagai pelaksana program Koran Masuk Desa itu berdasarkan usulan organisasi pers [PWI dan SPS cabang] dan direkomenasikan Pemerintah Daerah Tingkat I dalam hal ini oleh Gubernur Kepala Daerah Propinsi setempat, PWI dan SPS Pusat.

Program Koran Masuk Desa [KMD] ini mulai dilaksanakan pada awal Pelita III yakni pada tahun 1979/1980. Sebelum dimulainya program KMD, telah dirintis dengan program PKUDP [Penerbitan Khusus Untuk Daerah Pedesaan] di 5 Kanwil Deppen, yakni : Mingguan Tandang untuk Daerah Jawa Barat, Mingguan Tinarbuka untuk Daerah Istimewa Yogyakarta, Mingguan Makarya untuk Daerah Jawa Tengah, Mingguan Harapan untuk Daerah Jawa Timur serta Mingguan Diantara untuk Daerah Sulawesi Selatan. Tujuan penerbitan Mingguan PKUDP ini, yakni meningkatkan kegemaran membaca; membantu usaha pemberantasan buta huruf gaya baru yang mencakup buta aksara, buta bahasa Indonesia dan buta pendidikan dasar; mempelajari jalur distribusi yang efektif yang dapat menjangkau daerah pedesaan serta meningkatkan kegairahan berpartisipasi masyarakat pedesaan dalam pembangunan.

Page 9

peroleh pendidikan [non formal melalui pers, mudah, murah dan efektif] dan kesempatan kerja. Apabila kegiatan tersebut berkembang, pasti memerlukan petugas-petugas tetap/tidak tetap sebagai tenaga pengisi dan penyalur penerbitan di kabupaten, kecamatan dan desa.

dan memperluas kegiatan penerangan di seluruh pelosok tanah air, perlu dilanjutkan dan ditingkatkan kegiatan serta jangkauan Koran Masuk Desa di samping sarana-sarana media massa lainnya.

Dengan program KMD diharapkan pers nasional di daerah dapat berkembang dan tumbuh mandiri menjadi pers yang sehat, yaitu pers yang bebas dan bertanggung jawab.

Penerangan/Direktorat Jenderal Pembinaan Pers dan Grafika cq. Proyek Pembinaan Pers.

Dilihat dari segi biaya produksi penerbitan pers, besarnya bantuan tersebut belumlah memadai untuk membiayai ongkos cetak. Apalagi untuk biaya distribusi penerbitan pers. Namun jika dilihat dari kondisi anggaran sekarang ini, maka bantuan tersebut membuktikan besarnya perhatian Pemerintah terhadap pembangunan pers nasional. Sebab besar kecilnya bantuan Pemerintah sangat tergantung kepada kondisi ekonomi nasional/ APBN. Guna memberikan gambaran yang jelas mengenai perkembangan anggaran/ biaya bantuan, oplah kontrak dan realitas, jumlah pelaksana dan jumlah propinsi sebagaimana tercermin pada Tabel I di bawah ini :

Dalam pelaksanaannya selama ini ternyata kehadiran program Koran Masuk Desa semakin dirasakan peranannya sebagai sarana penyalur pesan-pesan pembangunan dalam rangka melaksanakan komunikasi dua arah antara masyarakat dengan Pemerintah sebagaimana dinyatakan dalam Ketetapan MPR No. Il Tahun 1988 bahwa dalam rangka meningkatkan

Bentuk bantuan :

Program KMD tersebut dilaksanakan dalam bentuk bantuan Pemerintah berupa bantuan biaya produksi untuk biaya cetak dan distribusi serta penyebaran sebesar Rp. 43,- per eksemplar kepada penerbit pelaksana untuk menerbitkan KMD berdasarkan kontrak antara Departemen

Keterangan : Ĥ belum dilakukan pendataan

☆ * data belum ada, karena berada dalam tahun berjalan

lain ditetapkan bahwa kegiatan KMD perlu dilanjutkan, ditingkatkan dan diperluas jangkauannya.

Selanjutnya kehadiran KMD sebagai sub sistem pers nasional juga untuk memantapkan dan memperkokoh kehidupan pers nasional di daerah yang umumnya masih lemah agar dalam Pelita V dalam bidang pers secara keseluruhan tercipta pula kerangka landasan yang kokoh kuat untuk siap tolak landas bersama-sama dengan semua kegiatan pembangunan nasional dalam Pelita VI.

Pembangunan nasional jangka panjang yang mantap yang didukung partisipasi masyarakat disebabkan oleh motivasi pers termasuk KMD didalamnya pada gilirannya akan memberikan akibat positif bagi pertumbuhan dan perkembangan pers itu sendiri. [WL].

SEDANG BERKEMBANG BELUM BERHASIL [PAS-PASAN]

[LEMAH]

Suratkabar Harian Suratkabar Mingguan Majalah Mingguan Majalah Tengah Bulanan Majalah Bulanan Majalah Triwulanan Bulletin

28.92 37,90 35,29 20,44 14,93

40 17.44

11,47

7,71 10.05 7,71 2.09

10 9,41

16.90 11.73 15,54 27,62 16,61

9.79 10,61 12,96 20,52 53,14

DUA BELAS WARTAWAN MENDAPAT PENGHARGAAN PIAGAM

PENEGAK PERS PANCASILA

Untuk kedua kalinya Pemerintah cq Departemen Penerangan RI menyerahkan Piagam Penghargaan Penegak Pers Pancasila - setelah yang pertama berlangsung di tahun 1982 - kepada 12 orang tokoh/eksponen pers di Gedung Dewan Pers, Rabu 28 September 1988. Jika yang pertama, cukup dengan predikat "Satya Penegak Pers", kepada 10 Patriot Pers Pancasila yang dianggap aktif melawan G-30-S/PKI maka kali ini predikatnya mendapat tambahan "Penegak Pers Pancasila", dengan konotasi yang sama, yaitu para eksponen pers yang secara patriotik berani menghadapi dan menentang gerakan komunis/PKI.

Ke-12 orang tokoh pers yang mendapat Piagam dan Medali Penegak Pers Pancasila disertai uang tunai Rp. 750.000,- itu adalah :

2. Soekarno Hadi Wibowo [61], Pemimpin Umum/Pemred Hr.

BERITA BUANA, Jakarta. 3. Wienaktoe S.A. [68], Pemimpin Umum/Pemred Mingguan

BINTANG INDONESIA, Jakarta. 4. Joenoes Loebis [56], mantan Pemimpin Redaksi Hr.

WARTA BERITA, Jakarta [sekarang bersama B.M. Diah

mengelola tambak udang di Pulau Bangka]. 5. Hidayat Rahardjo [59] mantan Pem. Umum/Pemred Hr.

REVOLUSIONER, Jakarta. 6. Soegiarso Soerojo [67], Pem. Umum/Pemred Majalah

SARINAH, Jakarta. 7. Alm. Sakti Alamsjah mantan Pem. Umum/Pemred Hr.

PIKIRAN RAKYAT, Bandung. 8. Alm. H. Hetami, mantan Pem. Umum/Pemred Hr. SUARA

MERDEKA, Semarang.

1. Hajjah Ani Idrus [69], Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi

Harian WASPADA, Medan.

Keduabelas wartawan/ahli waris penerima Penegak Pers Pancasila bergambar bersama Menteri Penerangan, H. Harmoko. Dari kiri : Hajjah Ani Idrus, Soekarno Hadi Wibowo, Wienaktoe, Soegiarso Soeroyo, Joenoes Loebis, Hidayat Rahardjo, Menteri Penerangan. Mengapit Ketua Umum PWI Pusat, Zulharmans, masing-masing Ny. Sakti Alamsyah, Ny. H. Hetami, Ny. M. Wonohito, Ny. Toety Azis mewakili almarhum suaminya dan para ahli waris almarhum Sjamsuddin DL serta almarhum AS. Musaffa, S.H. diwakili oleh puteranya. [Foto : Yudha R-33].

Kelengahan yang paling fatal menurut Menteri, terjadi pada tahun 1958-1960 di mana PWI kemasukan sisa-sisa PKI Madiun yang akhirnya berhasil memporakporandakan organisasi PWI termasuk para wartawan dan penerbitan-penerbitan yang menegakkan Pancasila.

Akhirnya Menpen meminta kepada segenap jajaran Pers Nasional agar pengalaman di masa lalu itu dapat dijadikan tekad, untuk tetap teguh dalam sikap dan tekad menutup secara total terhadap segala luang dan segala sarana yang kemungkinan dapat dipakai menghidupkan kembali PKI dalam segala bentuk dan manifestasinya.

9. Alm. M. Wonohito, mantan Pem. Umum/Pemred Hr. KE

DAULATAN RAKYAT, Yogyakarta. 10. Alm. A. Aziz, mantan Pem. Umum/Pemred Hr. SUARA

BAYA POST, Surabaya. 11. Alm. Sjamsoeddin D.L., mantan Pem. Umum/Pemred Hr.

TEGAS, Ujungpandang. 12. A.S. Musaffa, SH., mantan Pem. Umum/Pemred Hr.

INDONESIA BERJUANG, Banjarmasin. Keharuan pada upacara penganugerahan tersebut yang dilakukan oleh Menteri Penerangan H. Harmoko, antara lain disebabkan separuh dari nama-nama penerima piagam tersebut sudah mendahului kita, sehingga diwakili oleh para anggota keluarga almarhum, yang tidak sedikit yang menahan linangan air mata mengenang masa lalu mereka. Pidato Menteri Harmoko

Dalam sambutannya Menteri Penerangan mengatakan, kalangan pers harus senantiasa berperan aktif dalam mencegah terulangnya G-30-S/PKI. Sebab itu pers perlu secara terusmenerus meningkatkan kewaspadaan nasional dalam rangka menghadapi nilai-nilai yang tidak sesuai dengan Pancasila.

Menteri mengingatkan, bahwa secara konstitusional kita perpegang pada Tap MPR XXV Tahun 1966 yang isinya antara lain menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah Indonesia dan larangan setiap kegiatan untuk menyebarkan atau mengembangkan paham atau ajaran komunis/ marxisme-leninisme. Mengingat pentingnya peranan pers di masyarakat, kalangan pers tidak boleh mempekerjakan sisasisa G-30-S/PKI ataupun insan pers yang berkecenderungan i komunis.

Kepada kalangan pers Menteri dengan tegas memperingat· kan, yang memperkerjakan sisa-sisa G.30.S/PKI, SIUPP-nya , akan dibatalkan. "Pemerintah tidak akan segan-segan mem

Sambutan Ketua Umum PWI Pusat

Dalam sembutannya, Ketua Umum PWI Pusat, Zulharmans mengatakan, dipilihnya momentum Hari Kesaktian Pancasila, 1 Oktober 1988, sebagai hari penganugerahan Piagam dan penghargaan Penegak Pers Pancasila, adalah untuk menyatakan penghormatan dan sekaligus pula menghargaan PWI kepada tokoh-tokoh dan eksponen Pers Nasional yang telah menampilkan sosok keberanian yang heroik dan patriotik dalam menghadapi suasana penindasan yang penuh intrik dan intimidasi, bahkan provokasi dan teror mental yang ditujukan kepada tokoh-tokoh wartawan dan pers nasional yang menentang otoriterisme komunis/PKI.

Sambil mengingatkan, penghargaan serupa sebelumnya pernah diberikan PWI [1982] berupa Satya Penegak/Pers kepada 10 patriot Pers Pancasila yang dianggap aktif melawan komunis G.30.S/PKI. PWI akan melestarikan tradisi pemberian penghargaan tersebut untuk masa-masa mendatang.

Seperti diketahui, ke-10 tokoh Pers yang pernah menerima Satya Penegak Pers di tahun 1982, adalah : Alm. Sumantoro, Alm. Asnawi Idris, Alm. Suhartono, Alm. Sutomo Satiman, Alm. H. Achmad Dahlan, Alm. Tengku Syahril, Alm. Arif Lubis, Alm. Zein Effendi, SH dan Sayuti Melik.

Upacara penganugerahan Piagam Penegak Pers Pancasila di Gedung Dewan Pers dan yang dihadiri oleh para tokoh pers, al. Jakob Oetama, Goenawan Mohamad, Ketua PWI Jaya H. Sofyan Lubis itu, didasarkan pada SK PWI Pusat No. 11/PPPWI/1988 tanggal 28 September 1988 setelah memperhatikan keputusan Sidang Pleno Dewan Pers ke-31 tanggal 20-21 September yang lalu di Pulau Batam.

Sekretaris Tetap Asian Agricultural Journalists and Writers Association [AAJWA].

Dr. JANNER SINAGA Ph.D. [Doktor] dalam bidang Intemasional Relations, Master of Art [M.A.] in Comparative Government dari George Washington University. Ketika Mahasiswa, ia pelopor dan pendiri Persatuan Mahasiswa Indonesia di A.S. [PERMIAS].

Pengalaman pekerjaan, Koordinator Penelitian masalah IPOLEKSOSBUDMIL di Staf Ketua Atase Pertahanan di Kedutaan Besar R.I. di Washington D.C. [1966-1974], merangkap Kepala Perwakilan Harian Angkatan Bersenjata dan Pusat Pemberitaan Angkatan Bersenjata [PAB] untuk Amerika Serikat. Staf Pribadi Menhankam/Pangab urusan Hubungan Internasional [1974], Asisten Politik Luar Negeri Menko Polkam kemudian Staf Ahli Bidang Politik dan Keamanan Menko Polkam [1978], dan pernah menjadi Dosen masalah-masalah internasional dan regional di Sekolah Staf Komando Gabungan Angkatan Bersenjata [Seskogab], dan Sekolah Staf & Komando Angkatan Laut [Seskoal] serta Lemhannas. Kini Direktur Jenderal Pembinaan Pers dan Grafika Departemen Penerangan.

Drs. D.H. ASSEGAFF - Sarjana Publisistik Universitas Indonesia [1963]. Lahir di Tanjungkarang Bandar Lampung 12 Desmber 1932. Selama 7 tahun menjadi Ketua Jurusan Pub'rsistik U.I. Kini masih tenaga pengajar tetap untuk Komunikasi dan Pembangunan pada FIS-Ul. Terjun ke dunia kewartawanar sejak tahun 1953. Ia adalah alumnus dan anggota Lembaga Pertahanan Nasional [Lemhanas] Jakarta sejak akhir tahun 1979. Jabatan di PWI Pusat sebagai Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri, Sekretaris Eksekutif Confederation of ASEAN Journalists, dan Direktur Lembaga Pers Dr Soetomo.

ZULHARMANS SAID - lahir di Bukit Tinggi, Sumatera Barat, 14 Desember 1933. Pendidikan Umum Sarjana I, FH. UI tahun 1964. Alumnus KRA-XI Lemhannas 1978/79. Karir di pers sejak 1954 di Mj. Dunia Film, redaksi Mil. Merdeka [1955-1956], Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Skh. Minggu [1958-1960], Wk. Pemred/Penjab. Hr. KAMI [1966-1972], Penjab Mil. Berita Minggu & Film, kini Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi Skh. Neraca. Ketua Umum PWI Pusat, dan Direktur Utama P.T. Industri $ Perbekalan Pers, Ketua Dewan Pertimbangan SPS.

PARNI HADI lahir 13 Agustus 1948. Masuk ANTARA • Januari 1973 sebagai Redaktur Inggeris sampai 1977. Reporter Istana Presiden [1977-1979]. Tugas belajar tentang Science Writing di Jerman Barat [1979-1980], Kepala Perwakilan ANTARA Eropa di Hamburg [1981-1986], Kepala Redaksi Inggeris [1987] dan Kepala Redaksi Umum mulai 1 Januari 1988 Di OANA sebagai Sekretaris Jenderal untuk periode 1988-1991. Mengikuti International Visitor Program di Amerika Serikat untuk diskusi tentang "US Foreign Policy Decision Making bersama wartawan, politisi dan diplomat dari Asia, Afrika, Eropa dan Amerika Latin dari tanggal 7 November hingga 2 Desember 1988.

TRIBUANA SAID - lahir di Medan, 6 Agustus 1940. Pada tahun 1973-74 mendapat Professional Journalism Fellowship dari University of Michigan, Ann Arbor, AS. Tahun 1981, memperroleh gelar Master dalam studi pembangunan dari Institute of Social Studies, Den Haag, Belanda. Sebelumnya, dari institute yang sama ia memperoleh diploma pasca-sarjana dalam hubungan internasional dan pembangunan. Alumnus dan anggota Lembaga Pertahanan Nasional [Lemhannas] Jakarta sejak akhir 1984. Kini Direktur Redaksi harian Waspada Medan, Wakil Sekretaris Jenderal merangkap Direktur Program Pendidikan PWI Pusat, Direktur Confedaration of ASEAN Journalists, dan

BATY SUBAKTI - lahir 15 Oktober 1946. Pendidikan Hotel Š Restaurant Management dan berbagai pendidikan management, marketing dan advertising di Jakarta, Singapura. Kua a Lumpur, London dan Sidney.

Pengalaman di bidang periklanan/pers sejak 1971 hingga 1980, diantaranya Managing Director B & B Advertising [1980] Anggota Presidium Komisi Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia [1981 sampai sekarang], Anggota Dewan Direksi dan Dewan Pengawas Badan Penyalur dan Pemerataan Per. iklanan [1984 sampai sekarang], Anggota Board Council of AFAA [Asian Federation of Advertising Association], Anggota Dewan Pers [1987 sampai Sekarang] dan Ketua Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia [PPPI].

Pindahan dari halaman 42.

Sebagai bukti diterangkan bahwa sekian jauh Departemen Penerangan telah mengeluarkan sejumlah 134 buah izin terbit bagi penerbitan kampus di dalam berbagai bidang di berbagai kampus di seluruh Indonesia.

Diingatkan pentingnya memperhatikan salah satu kriteria yang telah ditetapkan oleh Pemerintah yaitu bahwa pers kampus tidak

Page 10

Y OF THE UMA COISITY OF CALIFCGUIA • L'ELARY OF THE TEKSITY OF CHUTORIALS ANY OF THIS COURTY OF CAO TA DULCY OF TI CITIT

ULTY OF THE UNIVERSITY OF CAUF UBRARY OF THE U..IUI-SITY OF CALIFO, ETA • LEX HY OF THE USTERÖITY OF CALITLI UEMATY OF THE LIVELTY OF CALIFORNIH ULAY OF THE

Eis

1:37,19Y OF THE UNIVERSITY OF CIUF33:1!

A113?! [F JE TORTY OF CALES?M:

11:37,19Y OF THE UNIVERSITY OF CIUS7!A

USIRRY OF THE UNWETY OF CALIFUAA L'ANY OF THE LO i

:..!!! OF CAUFÀ. 13. ANY OF THE LINETY OF CALFA

LESLY OF THE CITITY OF CALIFOI MIR. UTRACY OF TE HERSITY OF CALIFORNIA

UBRARY OF THE UNITI OF CALIFO. ' UAY OF THIS SITI 05 CDA

Page 11

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề