Gaya tarik menarik yang terjadi antar molekul HF adalah

Hi sahabat Warstek!! Apakah kalian pernah melihat seekor laba-laba berdiri di atas permukaan air? Atau pernahkah kalian melakukan percobaan untuk menyimpan sebuah jarum mengapung seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah? Eits, jangan salah yah! Walaupun terbuat dari logam, sebuah jarum juga bisa mengapung di atas permukaan air loh. Jadi bukan hanya busa atau pun dedaunan saja yang dapat mengapung.  Lalu sebenarnya bagaimana peristiwa ini bisa terjadi?

Mari kita simak penjelasannya!!!

Pengantar

Setiap benda yang ada di sekitar kita, bisa memungkinkan untuk dibuat menjadi terapung di atas permukaan air. Asal dapat memenuhi syarat-syarat yang terdapat dalam ilmu kimia maupun fisika. Secara fisika, suatu benda dapat terapung yaitu ketika massa jenis benda lebih kecil daripada massa jenis zat cairnya [Baca Hukum Archimedes]. Sedangkan secara ilmu kimia, kita dapat memahami fenomena ini melalui konsep Gaya Antarmolekul.

Pengertian Gaya Antarmolekul

Dalam materi ikatan kimia, kita telah mengenal beberapa jenis ikatan diantaranya adalah ikatan ionik, ikatan kovalen, ikatan kovalen koordinasi dan ikatan logam. Jenis-jenis ikatan ini merupakan jenis ikatan yang terjadi antara suatu unsur atau senyawa untuk membentuk senyawa yang lain [baru]. Adapun gaya antarmolekul adalah gaya yang terjadi antara molekul yang satu dengan molekul yang lain. Pada prinsipnya, gaya ini merupakan gaya elektrostatik yang terjadi diantara molekul-molekul saling terpisah satu sama lain.

Pengaruh Gaya Antarmolekul

Gaya antarmolekul memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap sifat fisik suatu senyawa. Beberapa diantaranya adalah titik didih, titik beku, kelarutan, dan juga kerapatan. Misalnya, peristiwa tegangan permukaan yang terjadi pada air. Peristiwa ini menunjukkan adanya gaya antarmolekul berupa gaya kohesi atau gaya yang terjadi antara molekul-molekul yang serupa. Nah, pengaruh inilah sebenarnya yang membuat laba-laba dan jarum besi di atas dapat tertahan oleh air yang ada di bawahnya.

Kemudian pengaruh lainnya lagi adalah berkaitan dengan fasa suatu zat. Kita biasanya menemukan berbagai macam zat baik dalam bentuk molekul atau unsur selalu memiliki fasa yang berbeda. Misalnya molekul air dengan keunikannya yang dapat membentuk 3 fasa yang berbeda [padat, cair, dan gas]. Ketika dalam keadaan fasa gas, pada suhu tinggi dan tekanan yang relatif rendah, maka molekul-molekul dalam zat tersebut akan benar-benar berdiri sendiri tanpa adanya interaksi di dalamnya. Namun ketika, keadaannya berbalik, yaitu pada suhu yang relatif rendah dan dengan tekanan yang cukup tinggi [mendekati titik embunnya], maka besar kemungkinan akan terjadi gaya tarik menarik antarmolekul tersebut. Oleh sebab itulah, mengapa embun itu dapat terjadi. Sedangkan untuk molekul-molekul dalam zat cair atau pun padatan selalu diikat kuat oleh gaya tarik menarik antarmolekulnya.

Akibat dari pengaruh inilah mengapa dibutuhkan energi yang tinggi ketika ingin mencairkan suatu zat padat dan atau untuk menguapkan zat cair. Sehingga dari sini juga para ilmuwan menyatakan bahwa semakin kuat gaya tarik antarmolekul suatu senyawa, maka semakin tinggi titik cair atau titik didih dari suatu senyawa tersebut. Dan tentu, daya tarik antarmolekul ini tergolong sangat lemah dibandingkan dengan ikatan kimia pada umumnya.

Macam-Macam Gaya Antarmolekul

Gaya antarmolekul terbagi menjadi dua macam, yaitu gaya Van der Waals dan ikatan hidrogen.

a. Gaya Van der Waals

Gaya Van der Waals dapat terjadi pada molekul-molekul yang bersifat polar maupun nonpolar yang diakibatkan oleh adanya tolakan timbal balik antara awan elektron pada atom. Pada molekul polar, gaya ini dikenal sebagai gaya dipol-dipol, sedangkan untuk molekul nonpolar disebut sebagai gaya dispersi London atau biasa dikenal sebagai gaya London.

1] Gaya Dipol – Dipol

Gaya dipol-dipol adalah gaya yang terjadi antara molekul-molekul polar; yaitu molekul-molekul yang memiliki momen dipol di dalamnya. Sebenarnya gaya ini merupakan gaya elektrostatik yang diakibatkan oleh pengaruh nilai keelektronegatifan dalam suatu unsur. Sehingga besar momen dipolnya dipengaruhi oleh kekuatan gaya tarik antara muatan positif dan muatan negatif dalam suatu senyawa.

Contohnya dapat kita lihat perbedaan momen dipol yang terjadi pada senyawa CO2 dan H2O berikut ini.

Dari gambar di atas, dapat kita ketahui bahwa kedua molekul di atas masing-masing merupakan senyawa ikatan kovalen. Namun kedua senyawa tersebut memiliki nilai kepolaran yang berbeda. Senyawa H2O merupakan senyawa polar karena atom oksigen lebih elektronegatif dari pada hidrogen maka pasangan ikatan ini akan cenderung tertarik pada atom oksigen, sedangkan untuk senyawa CO2 merupakan senyawa nonpolar yang di mana ikatan kovalen yang terjadi pada senyawa ini tidak memiliki perbedaan elektronegatifitas yang terlalu jauh, atau daya tarik kiri-kanannya sama-sama kuat [saling meniadakan]. Kemudian untuk contoh lain yang juga dapat dilihat adalah senyawa CCl4 dan CHCl3 seperti terlihat pada gambar di bawah ini.

2] Gaya London

Gaya London merupakan gaya yang terjadi akibat adanya tarik-menarik terinduksi oleh sebagai akibat dari adanya gaya dipol-dipol sementara dalam suatu senyawa. Gaya ini pertama kali dikenalkan oleh fisikawan Jerman, Fritz London [1930] melalui uraiannya tentang tarikan lemah yang disebabkan oleh dipol imbasan sesaat pada suatu senyawa. Walaupun gaya London ini tergolong lebih lemah dari gaya dipol-dipol, namun gaya ini dapat bertahan sehingga menyebabkan adanya dari tarik-menarik antarmolekul. Ukuran molekul yang lebih besar memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap gaya London.

Semakin besar molekul maka akan semakin mudah untuk membentuk gaya London dengan momen dipol sesaat. Hal ini diakibatkan oleh adanya awan elektron yang lebih mudah berimbas [berayun] pada molekul besar. Oleh sebab itu, besarnya pengaruh ini sekaligus dapat mempengaruhi titik didih dalam suatu senyawa. Semakin kuat gaya London yang terjadi maka titik didih senyawa tersebut akan semakin tinggi. Adapun gambaran proses terjadinya gaya London dapat dilihat pada gambar berikut.

b. Ikatan Hidrogen

Mungkin ada diantara kita yang merasa keheranan, kenapa ikatan hidrogen dibahas secara terpisah pada jenis-jenis ikatan kimia pada umumnya. Hal ini memang dipengaruhi oleh proses terjadinya ikatan hidrogen.

Ikatan hidrogen merupakan ikatan yang terbentuk dari interaksi antara molekul yang mengandung unsur N, O dan F, khususnya pada unsur-unsur yang memiliki nilai elektronegatifan yang lebih besar. Hal ini sekaligus menjadikan rata-rata dari senyawa yang membentuk ikatan hidrogen adalah senyawa polar. Contoh senyawa polar sederhana yang mengandung ikatan hidrogen dapat kita lihat pada molekul air dan alkohol. Pada kedua senyawa tersebut memiliki unsur O dan H yang masing-masing menimbulkan adanya gaya tarik menarik antar molekulnya, seperti terlihat pada gambar di bawah.

Kekuatan tarikan pada ikatan hidrogen mempengaruhi titik didih suatu senyawa; di mana semakin kuat ikatan hidrogen yang terjadi maka semakin tinggi titik didih pada senyawa tersebut. Mari coba kita bandingkan kekuatan titik didih yang terdapat senyawa hidrida berikut ini:

Grafik titik didih senyawa hidrida pada golongan VIA

Dari grafik di atas dapat kita bedakan bahwa kekuatan ikatan hidrogen dapat mempengaruhi titik didih suatu senyawa. Pada H2O memiliki titik didih paling tinggi diantara senyawa hidrida lainnya. Secara secara konsep berat molekul, air [H2O] memiliki titik didih yang lebih rendah dari H2S, H2Se, dan H2Te. Tentu hal ini sangat dipengaruhi oleh ikatan hidrogen yang dimiliki oleh H2O. Sedangkan untuk senyawa H2S, H2Se, dan H2Te hanya memiliki interaksi dipol-dipol yang semakin kuat seiring dengan besarnya ukuran molekul hidrida.

Bagaimana bisa demikian? Hal ini terjadi karena oksigen memiliki nilai elektronegatifitas yang lebih tinggi dibanding dengan unsur lain segolongannya. Sehingga selisih nilai elektronegatif tersebut menjadikan ikatan antara oksigen dengan hidrogen semakin kuat, yang mana oksigen cenderung bersifat negatif dan hidrogen cenderung bersifat positif.

Contoh lain juga dapat kita bandingkan pada unsur golongan halogen [VIIA]. Molekul HF memiliki titik didih yang lebih besar dibandingkan dengan unsur halogen lainnya. Hal ini juga disebabkan oleh adanya ikatan hidrogen yang terjadi pada molekul HF. Adapun grafiknya perbandingannya dapat dilihat pada gambar di bawah:

Dari uraian-uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa ikatan hidrogen sangat mempengaruhi titik didih dari suatu senyawa yang terbentuk dari unsur lain segolongannya. Di sisi lain, ikatan hidrogen tidak hanya dapat terjadi pada molekul yang sama. Akan tetapi juga dapat terjadi pada molekul yang berbeda. Misalnya ketika asam format dicampur dengan air. Maka ikatan hidrogen dapat terlihat seperti pada gambar di bawah.

Gambar ikatan hidrogen pada asam format dan air

Melaui pengamatan ini semua, dapat kita pahami bahwa ikatan hidrogen adalah jenis ikatan yang terbentuk dari interaksi dipol-dipol yang memiliki atom H yang terikat pada N, O, dan F seperti pada H2O, NH3, HF, CH3OH, dll.

Kesimpulan:

  1. Gaya Van der Waals merupakan Gaya antarmolekul lemah yang memungkinkan terjadinya fase cair dan padat zat-zat kovalen.
  2. Gaya London merupakan gaya tarik antarmolekul lemah yang ditimbulkan oleh dipol yang terimbas sementara.
  3. Ikatan Hidrogen [Hidrogen Bonding] adalah Gaya tarik antarmolekul yang disebabkan oleh adanya daya tarik dua atom yang memiliki nilai elektronegatifitas jauh lebih tinggi daripada atom H yang terikat secara kovalen pada salah satu atom tersebut seperti atom N, O dan F.

Contoh Soal:

  1. Tentukanlah senyawa yang memiliki gaya dipol-dipol antarmolekul pada senyawa berikut ini: AsH3, BCl3 dan Cl2? Dan tentukan pula senyawa polar yang mana saja?

Jawab:

Senyawa yang memiliki gaya dipol-dipol adalah senyawa yang memiliki perbedaan nilai elektronegatifitas di dalam ikatan yang dibentuknya. Hal ini sekaligus menjadi tanda bahwa senyawa tersebut bersifat polar atau tidak. Berdasarkan ketiga senyawa tersebut, senyawa AsH3 adalah senyawa yang bersifat polar, sedangkan yang lainnya bukan. Pada senyawa AsH3 terdapat nilai keelektronegatifan yang tidak seimbang antara As dan H, sehingga mengakibatkan arah momen dipolnya tertarik ke atom As. Sedangkan dua senyawa yang lain [BCl3 dan Cl2] tidak memiliki arah momen dipol yang dominan atau kekuatan tarikannya sama-sama kuat dan saling meniadakan.

2. Bagaimanakah urutan kekuatan gaya London pada senyawa berikut ini: H2 – N2 – O2 – Br2?

Jawab:

Urutan kekuatan gaya London dimulai dari yang lemah ke yang paling kuat atau yang paling ringan ke yang paling berat; yaitu H2 – N2 – O2 – Br2, karena Mr Br2 >Mr O2 > Mr N2 > Mr H2.

3. Diantara senyawa berikut ini [C2H5OH, CH3COOH, CH3OCH3] yang memiliki titik didih yang paling tinggi?

Jawab:

Senyawa etanol dan asam karboksilat akan memiliki titik didih yang lebih tinggi diantara ketiga senyawa tersebut karena etanol dan asam karboksilat memiliki gugus O-H yang merupakan syarat terjadinya ikatan hidrogen. Kemudian asam karboksilat memiliki titik didih paling tinggi dibandingkan etanol karena pada asam karboksilat memiliki 2 atom oksigen yang menjadikan ikatan hidrogen terbentuk lebih banyak dibandingkan dengan etanol yang hanya memiliki satu atom oksigen.

Referensi:

  • Brady, James E. 1990. General Chemistry 5th edition. New York: John Wiley dan Sons.
  • Petrucci, Ralph H. et al. 2017. General Chemistry: Principles and Modern Applications [11th edition]. Toronto: Pearson Canada Inc.
  • Klimchitskaya, G. L.; Mostepanenko, V. M. 2015. “Casimir and van der Waals Forces: Advances and Problems”. Proceedings of Peter the Great St. Petersburg Polytechnic University [517]. [Diakses 27/01/2021, pkl 12.05].

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề