Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng manakah jawaban yang benar?

Indonesia terletak antara tiga pertemuan lempeng besar, yaitu Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia, dan Lempeng Pasifik. Pulau Bali dan sekitarnya merupakan bagian dari seismotektonik Indonesia. Daerah ini dilalui jalur pegunungan Mediteranian dan adanya zona subduksi akibat pertemuan antara Lempeng Eurasia dan Lempeng Indo-Australia. Batas pertemuan ini berupa palung lautan [Oceanic Trench] disebelah selatan gugusan pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.

Pergerakan Lempeng Indo-Australia kearah Lempeng Eurasia pertama kali di estimasi melelui penelitian Global Positioning System [GPS] pada tahun 1989 yang mehasilkan bahwa gerakan relative pulau Chrismast yang berada di lempeng Indo-Australia terhadap Jawa Barat yang berada di lempeng Eurasia sebesar 67±7 mm/tahun dengan arah N11°E±4° [Tregoning et al, 1994], hasil ini mendekati hasil yang dihitung secara teoritis dengan menggunakan model NUVEL-1 yaitu sebesar 71 mm/tahun dengan arah lebih ke utara dari N20°E±3° [DeMets et al, 1990]. Maka dengan kondisi yang demikian akan mengakibatkan Pulau Bali sebagai salah satu daerah yang mempunyai tingkat kegempaan yang cukup tinggi berkaitan dengan subduksi lempeng dibawah Paparan sunda dan aktifitas tepi benua Australia serta kelanjutan garis Busur Sunda kearah timur yang bertemu dengan Busur Banda. Dampak dari pergerakan lempeng-lempeng ini adalah adanya tipe-tipe tektonik yang merupakan ciri dari sistem sunduksi, yaitu palung laut, zona Benioff, cekungan busur luar, foreland basin, dan jalur pegunungan. Dibawah Pulau Bali terdapat zona gempa bumi berupa slab dengan kedalaman 100 Km dan kemiringannya mencapai 65° dengan jangkauan sampai kedalaman 650 Km dibawah bagian utara Pulau Bali.
Pada Jalur Benioff dijumpai batuan-batuan beku dengan susunan alkalin beserta hasil kegiatan vulkanik [gunung api]. Adanya puncak [slope kontinen yang naik] dari Palung Jawa-Bali dan dibentuk oleh imbrikasi sedimen dan mélange dengan sesar naik sebagai cirri-ciri structural utama pada daerah punggung busur luar [outer arc ridge]. Cekungan busu luar [outer arc basin] memanjang diantara punggung busur luar dan busur vulkanik.

Gempa bumi yang terjadi beberapa hari ini merupakan salah satu akibat dari pergeseran lempeng tektonik ini. Informasi tentang gempa bumi selama satu bulan terakhir dapat dilihat pada situs berikut : //www.bmkg.go.id/gempabumi/gempabumi-terkini.bmkg. [sumber:BMKG Indonesia]

Jakarta -

Letak geologis adalah letak suatu tempat berdasarkan batuan yang ada di dalam bumi. Nah, apakah kamu bisa jelaskan pengertian kondisi geologis Indonesia? Bagaimana pula dampak dari kondisi geologis Indonesia?


Kondisi geologis Indonesia adalah kondisi Indonesia berdasarkan batuan yang ada di dalam bumi. Kepulauan Indonesia memiliki kondisi geologis yang menarik karena gugus kepulauannya dibentuk oleh tumbukan lempeng-lempeng tektonik besar, seperti dikutip dari Buku Siswa Ilmu Pengetahuan Sosial SMP/MTs Kelas 7.


Tektonik lempeng adalah suatu teori yang menerangkan proses dinamika atau pergerakan bumi tentang pembentukan jalur pegunungan, jalur gunung berapi, jalur gempa bumi, dan cekungan endapan di muka bumi yang diakibatkan oleh pergerakan lempeng. Menurut teori tektonik lempeng, permukaan bumi terpecah menjadi beberapa lempeng besar.


Berdasarkan kondisi geologis Indonesia, Indonesia merupakan daerah pertemuan tiga lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik. Lempeng Indo-Australia bertumbukan dengan lempeng Eurasia di lepas pantai Sumatra, Jawa, dan Nusa Tenggara. Lempeng Pasifik bertumbukan dengan lempeng Eurasia di utara Papua dan Maluku.


Tumbukan lempeng-lempeng di Indonesia membentuk rangkaian pegunungan yang sebagian menjadi gunung berapi di sepanjang Pulau Sumatra, Jawa, dan Nusa Tenggara. Dampak dari kondisi geologis Indonesia ini yaitu munculnya fenomena gempa bumi karena tumbukan lempeng-lempeng di Indonesia.


Di samping itu, kondisi geologis Indonesia yaitu sebagai tempat pertemuan antara deretan pegunungan mediteran dan sirkum Pasifik. Dikutip dari buku Geografi Bencana Alam oleh Dr. Dedi Hermon, ciri khas kondisi geologis Indonesia yaitu dilalui oleh dua jalur gunung api muda dunia yaitu Sirkum Pasifik dan Sirkum Mediterania.


Dampak dari kondisi geologis Indonesia ini menyebabkan Indonesia memiliki banyak gunung berapi dan sekaligus menjadi daerah gempa bumi. Ada sekitar 400 gunung api di Indonesia, baik gunung berapi aktif dan gunung berapi tidak aktif. Gunung Merapi di Jawa Tengah, contohnya, pernah dijuluki sebagai gunung berapi paling aktif di dunia.


Sebanyak 129 gunung api di Indonesia atau 13 persen dari gunung api di dunia berada di Pulau Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, timur Maluku, dan berbelok ke utara ke Sulawesi. Kondisi gunung berapi yang terlihat melingkari kepulauan Indonesia ini dikenal dengan sebutan ring of fire [lingkaran api] Indonesia atau jalur tektonik Indonesia.


Kondisi geologis Indonesia di atas membuat Indonesia rawan bencana, mulai dari gempa tektonik dan gempa vulkanik, tsunami, tanah longsor, dan banjir, seperti dikutip dari buku Geotoksikologi: Usaha Menjaga Keracunan Akibat Bencana Geologi oleh Sukandarrumidi, Fivry Wellda Maulana, dan Arie Noor Rakhman.


Dampak positif dan negatif dari kondisi geologis Indonesia selengkapnya yakni sebagai berikut:


1. Dampak positif dari kondisi geologis Indonesia


- Abu gunung berapi dapat menyuburkan tanah

- Gunung berapi menghasilkan mineral industri dan bahan bangunan karena saat meletus, gunung berapi mengeluarkan material berupa pasir, kerikil, dan batu-batu besar

- Letusan gunung berapi dapat menyingkap adanya barang tambang

- Adanya gunung berapi menyebabkan terjadinya hujan orografis, yaitu hujan naik pegunungan, sehingga daerah tersebut banyak hujan

- Lereng pegunungan dapat dimanfaatkan untuk usaha kehutanan, perkebunan, dan pariwisata

- Banyaknya deretan pegunungan di Indonesia, yaitu deretan pegunungan Sunda, deretan pegunungan Sahul atau Sirkum Australia, pegunungan Sangihe, pegunungan Halmahera, dan Pegunungan Kalimantan


2. Dampak negatif dari kondisi geologis Indonesia


- Indonesia sering mengalami bencana gempa bumi, terutama di pulau-pulau sepanjang pertemuan lempeng Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, Maluku, dan Sulawesi. Gempa yang terjadi di Indonesia yaitu gempa tektonik dan gempa vulkanik [gempa yang terjadi karena adanya aktivitas gunung berapi]

- Indonesia rentan bencana tsunami karena guncangan akibat gempa bumi membuat gerakan tanah dasar laut yang menimbulkan gelombang tsunami


- Indonesia rawan bencana letusan gunung berapi. Lubang kepundan gunung berapi atau rekahan dalam kerak bumi dapat mengeluarkan cairan magma, gas, atau cairan lain ke permukaan bumi yang berbahaya bagi jiwa penduduk


Nah, itu dia pengertian kondisi geologis Indonesia beserta penjelasannya. Gimana detikers, sudah tahu ya dampak positif dan negatif dari kondisi geologis Indonesia? detik.com/tag/geologis

Simak Video "Hasil Simulasi Disbudpar Bandung: Museum Geologi Layak Dibuka"



[twu/lus]

Gempa bumi  dengan kekuatan magnitudo 7,4 yang disusul dengan tsunami mengguncang Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah, Jumat [28/9] petang. Ahli Geologi UGM, Prof. Dr. Ir. Subagyo Pramumijoyo, DEA, mengatakan Kota Palu dan Donggala merupakan titik pertemuan tiga lempeng tektonik utama dunia, yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng Pasifik, dan lempeng Eurasia.

“Palu dan Donggala  berada di zona benturan tiga lempeng besar dunia sehingga menjadi daerah yang rawan terjadi gempa,” jelasnya saat ditemui di Departemen Geologi Fakultas Teknik UGM, Selasa [2/10].

Pergerakan lempeng-lempeng itu, kata dia, mendorong pergerakan sesar geser Palu Koro yang mengakibatkan gempa pekan lalu. Sesar ini tergolong aktif karena pergerakannya mencapai 45 milimeter per tahun.

“Gempa di Sulawesi ini mekanismenya sesar geser yang tidak menimbulkan perubahan volume air laut atau dengan kata lain tidak memicu tsunami,” katanya.

Subagyo menuturkan terjadinya tsunami di Palu dimungkinkan karena adanya longsoran sedimen di bawah laut yang cukup besar dan muncul akibat pergeseran lempeng. Selain itu, juga lokasi Palu yang berada di ujung teluk yang sempit. Bentuk teluk yang menyempit ke daratan menjadikan gelombang tsunami mengarah ke Kota Palu.

“Dengan bentuk teluk yang menyempit, energi gelombang tsunami akan semakin kuat ke arah yang semakin dangkal,” terangnya.

Gempa bumi yang mengguncang Palu dan Donggala tidak hanya mengakibatkan bencana susulan berupa tsunami, tetapi juga memunculkan fenomena tanah bergerak atau likuifaksi. Likuifaksi diketahui terjadi di daerah Sigi Sulawesi Tengah.

Likuifaksi, disebutkan Subagyo, banyak terjadi pada tanah berpasir. Saat terjadi gempa tanah yang berpasir tercampur dengan air tanah di bawahnya. Melarut dengan air tanah dan menerobos rekahan tanah di permukaan.

Dari penelitian yang dilakukan sejak tahun 2005 silam, Subagyo menyebutkan bahwa di daerah sepanjang Teluk Palu merupakan wilayah yang memiliki tanah dengan kontur yang mudah terjadi likuifaksi. Ketebalan sedimen tersebut mencapai 170 meter sehingga menjadi daerah yang sebenarnya tidak aman untuk dijadikan tempat tinggal karena berpotensi terjadi likuifaksi saat terjadi gempa.

Belajar dari Gempa Palu

Kepala Pusat Studi Bencana [PSBA] UGM, Dr. Djati Mardiatno, menilai kesiapsiagaan masyarakat dan pemerintah Sulawesi Tengah  dalam menghadapi bencana gempa dan tsunami masih kurang. Hal ini terlihat dari banyaknya korban jiwa maupun besarnya kerusakan infrastruktur akibat gempa.

Djati menyampaikan daerah Palu dan Donggala sebenarnya telah diidentifikasi sebagai daerah rawan bencana gempa bumi dan tsunami. Bahkan, telah dimasukkan dalam zona merah rawan gempa.

 “Mestinya kalau melihat potensi dan ancaman bencana di Palu semestinya masyarakat dan pemerintah sudah siap. Namun, jika dilihat dampak gempa banyak fasilitas umum yang roboh sehingga ini menjadi pertanyaan akan keseriusan pemerintah dalam mengurangi risiko ancaman gempa bumi,” paparnya di PSBA UGM.

Pengalaman gempa yang melanda Aceh, Padang, Yogyakarta, Tasikmalaya, dan wilayah lain di Indonesia seharusnya menjadi pembelajaran bagi semua kalangan dalam menghadapi bencana. Namun, melihat peristiwa bencana gempa di Palu beberapa hari lalu menuntut semua pihak untuk belajar kembali dalam membangun kesiapsiagaan menghadapi bencana,

“Bagaimana membangun budaya sadar bencana di semua kalangan,” jelasnya.

Upaya mitigasi bencana perlu diperkuat baik mitigasi struktural maupun non struktural. Mitigasi struktural dengan penguatan bangunan publik yang tahan gempa, tsunami, maupun likuifaksi, sedangkan mitigasi non struktural melalui peningkatan kapasitas masyarakat dan pemerintah dalam  menghadapi bencana.

“Mitigasi struktural tidak akan bernilai lebih kalau masyarakat tidak peduli. Yang memegang peran utama adalah kapasitas masyarakat sementara mitigasi struktural itu pendukungnya,” ujarnya.

Djati juga menyebutkan kedepan dalam penataan ruang harus memperhatikan potensi dan ancaman bencana guna meminimalkan risiko akibat bencana.  Konsep tata ruang dan wilayah seharusnya mengindahkan risiko bencana alam dengan tidak mengizinkan pendirian permukiman di daerah rawan bencana.

“Daerah yang terdampak bencana harus dikosongkan, atau tetap dihuni tapi dengan menerapkan upaya mitigasi seperti dengan membangun fasilitas umum atau permukiman yang tahan gempa maupun likuifaksi,”pungkasnya. [Humas UGM/Ika]

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề