Mengapa Majapahit dapat menguasai hampir seluruh wilayah Nusantara

Liputan6.com, Jakarta - Hasan Djafar tampak bersahaja mengenakan batik lengan panjang berwarna cokelat dan topi hitam. Ia duduk di atas sebuah bangku kayu dan tersenyum ketika Liputan6.com mengulurkan tangan sambil menyapanya.

Laki-laki yang pernah bekerja di Museum Nasional itu adalah seorang arkeolog, ahli epigrafi dan sejarah kuno. Di tangannya ia memegang buku Meilink-Roelofsz berjudul Persaingan Eropa dan Asia di Nusantara: Sejarah Perniagaan 1500-1630.

"Saya memakai buku ini dulu ketika menyusun skripsi tahun 1970-an," kata Hasan membuka percakapan, Sabtu, [16/4/2016], di Komunitas Bambu, Depok.

Buku yang digunakan oleh Hasan ketika itu tentu yang berbahasa asli keluaran tahun 1960-an, sementara yang sedang dibolak-baliknya adalah versi terjemahan bahasa Indonesia yang baru saja terbit.

Hasan menamatkan pendidikan di Universitas Indonesia [UI] dengan skripsi perihal Majapahit. Kini hasil penelitiannya sudah diterbitkan Komunitas Bambu dengan judul Masa Akhir Majapahit: Girindrawarddhana dan Masalahnya.

Dalam buku itu ia menguak alasan runtuhnya kerajaan yang disebut-sebut terbesar serta memiliki pengaruh paling luas pada zamannya. Juga fakta yang menyebutkan Hayam Wuruk bukanlah raja terakhir Majapahit.

Meski dikenal sebagai kerajaan Hindu-Buddha yang terbesar, kenyataannya Majapahit tak pernah menguasai Nusantara. Hasan mengungkapkan dalam etimologi "menguasai" ada kesan seolah-olah ada daerah atau wilayah taklukan dan ada upeti yang disetorkan dari penguasa daerah kepada Raja Majapahit.

Faktanya, kata Hasan, hubungan Majapahit dengan daerah-daerah sekitarnya bersifat "mitra satata" alias sahabat setara atau mitra dalam kedudukan yang sama tinggi.

Dalam hal ini Majapahit dengan pelabuhan-pelabuhan di sepanjang pantai utara Jawa, seperti Lasem, Tuban, Gresik, dan Jepara menyediakan tempat bagi berkumpulnya para pedagang dari seantero Nusantara.

Hasan mengatakan, "nusa" adalah 'pulau-pulau atau daerah', sementara "antara" adalah 'yang lain'. Jadi Nusantara pada masa Majapahit diartikan sebagai "daerah-daerah yang lain" ―karena kenyataannya memang di luar wilayah Majapahit.

Kerajaan Majapahit sendiri berlokasi di Trowulan, dekat Sungai Brantas, dan merupakan kerajaan yang bercorak agraris. Komoditi utama Majapahit adalah beras.

Daerah yang lain itu mana saja? "Banyak," ucap Hasan Djafar. "Misalnya dari Sumatera ada hasil hutan, dari Kalimantan ada logam, dari Cina ada sutra. Jangan lupakan juga para pedagang Arab dengan kapur barus dan rempah-rempahnya."

Artinya pada akhir abad ke-14, perdagangan Majapahit sudah berciri globalisasi. Sementara konsep Nusantara sendiri, kata Hasan, merupakan koalisi antara kerajaan-kerajaan yang turut bekerja untuk kepentingan bersama untuk keamanan dan perdagangan regional.

"Sifatnya bukan menguasai, sehingga jika ada pemberian hadiah, itu bukanlah upeti. Misalkan ada duta besar datang memberikan hadiah kepada Presiden Jokowi, apakah negara itu disebut ada dalam pengaruh Indonesia. Kan, tidak," ujar Hasan.

Sebagai kerajaan adikuasa setelah zaman Sriwijaya berakhir, Majapahit memang berkepentingan dengan wilayah kerajaan-kerajaan itu sebagai daerah tujuan pemasaran dan sebagai penghasil sumber daya alam dalam perdagangan.

Namun, hubungannya tidak antara penguasa dan yang dikuasai secara politik. Justru yang tercipta adalah hubungan kerja sama setara, sehingga Majapahit juga berkepentingan untuk mengamankan dan melindungi wilayah-wilayah itu.

Kesalahpahaman perihal Majapahit menguasai seluruh Nusantara, menurut Hasan, disebabkan para founding fathers Indonesia, utamanya Muh. Yamin, sedang mencari formula untuk menciptakan satu kesatuan Indonesia [nation building].

Saat itu Indonesia masih terkotak-kotak dalam semangat kesukuan dengan adanya Jong Java, Jong Celebes, dan Jong Sumatera. Karena itulah disebutkan bahwa konsep Nusantara yang sudah ada pada zaman Singasari dengan nama Dipantara lantas diperkuat pada zaman Majapahit.

Landasannya sumpah Patih Gajah Mada yang terkenal itu. Padahal, kata Hasan, asal-usul adanya sumpah itu adalah kitab Pararaton yang di dalamnya juga banyak kisah dongeng, seperti Ken Arok bisa terbang dan lain sebagainya.

"Membacanya harus hati-hati karena Pararaton sangat istanasentris dan mencampurkan fakta dengan mitos," ucap Hasan.

Muh. Yamin pernah menulis sebuah buku berjudul Gajah Mada, Pahlawan Persatuan Nusantara yang terbit kali pertama pada 1945 dan telah dicetak ulang belasan kali. Buku itu mengisahkan kepahlawanan Gajah Mada sebagai Patih Kerajaan Majapahit.

Dalam buku itu Yamin menggambarkan sosok Gajah Mada seperti Bima, tokoh pewayangan dalam Mahabharata yang dianggap paling kuat. Wajahnya bulat gemuk, pipinya kembung, dan bibirnya bulat.

Namun, kata Hasan, Yamin membayangkan imaji Gajah Mada dari sebuah celengan di Trowulan yang di depannya ada sebuah muka. "Ya, masak Gajah Mada disamakan dengan celengan," tanya Hasan.

Dalam buku itu, Yamin juga melampirkan secarik peta wilayah Indonesia―terbentang dari Sabang sampai Merauke, dari Timor sampai ke Talaud―dengan judul "Daerah Nusantara dalam Keradjaan Madjapahit".

Tentang peta ini Hasan mengungkapkan, gagasan persatuan ini oleh para sejarawan telah ditafsirkan sebagai wilayah Majapahit, sehingga seolah-olah ada penaklukan. "Itu salahnya dan itu yang harus diluruskan," ucap Hasan Djafar.

Namun ada pendapat lain yang berbeda. Salah satu tulisan yang dihimpun William H Frederick dan Soeri Soeroto dalam buku Pemahaman Sejarah Indonesia Sebelum dan Sesudah Revolusi mengutip Negarakertagama menyatakan Majapahit menerapkan prinsip negara serikat.

Dalam hal ini, apabila ada kerajaan mitra satata tak mau mengakui kekuasaan, maka kerajaan itu akan diperangi. Khusus Kerajaan Pajajaran saat dipimpin Prabu Siliwangi, dia tak pernah bisa ditaklukkan oleh Majapahit.

Perihal Peristiwa Bubat tahun 1357, menurut Agus Aris Munandar dari Universitas Indonesia [UI], ada peran Gajah Mada, patih terbesar Majapahit, untuk menggagalkan pernikahan antara Hayam Wuruk dengan putri Sunda, Dyah Pitaloka.

Home Nasional Nasional Lainnya

Tim | CNN Indonesia

Rabu, 19 Mei 2021 13:05 WIB

Kerajaan Majapahit adalah salah satu kerajaan besar yang menguasai hampir se-Nusantara. Berikut sejarah berdirinya, raja-raja berpengaruh, hingga peninggalan. [iStockphoto/benito_anu]

Jakarta, CNN Indonesia --

Nama Majapahit lekat kaitannya dengan sejarah masa jaya kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia. Kerajaan Majapahit bahkan dianggap sebagai salah satu kerajaan besar dengan luas wilayah kekuasaan yang hampir se-Nusantara.

Masa jaya kerajaan Majapahit sekaligus menjadi penanda berakhirnya kerajaan bercorak Hindu-Budha yang berkuasa di Nusantara.

Kerajaan Majapahit menorehkan masa jayanya di bawah kepemimpinan Hayamwuruk dengan Gajah Mada sebagai panglimanya. Berikut uraian sejarah kerajaan Majapahit.


Sejarah Kerajaan Majapahit mulai awal berdiri pada 1292 M [Foto: iStockphoto/5bf5911a_905]

Disebutkan awal mula kerajaan Majapahit berdiri adalah setelah runtuhnya kerajaan Singasari akibat pemberontakan Jayakatwang pada 1292 masehi.

Keponakan Kartanegara [raja Singosari yang kalah oleh Jayakatwang] yang terdesak yakni Raden Wijaya kemudian melarikan diri.

Dalam pelariannya ia mendapat bantuan dari seseorang bernama Arya Wiraja. Raden Wijaya kemudian membuat desa kecil di hutan Trowulan dan menamai desa tersebut dengan Majapahit.

Penamaan diambil dari nama buah maja yang tumbuh subur di hutan itu namun memiliki rasa yang pahit, merujuk Historia.

Seiring berjalan waktu, desa tersebut berkembang dan Wijaya secara diam-diam memperkuat dirinya dengan merebut hati para penduduk yang datang dari Tumapel dan Daha.

Niat balas dendam Raden Wijaya terbantu lebih cepat dengan datangnya tentara Khubilai Khan pada 1293.

Setelah berhasil mengalahkan Jayakatwang, Raden Wijaya menyerang pasukan Khubilai Khan karena tidak ingin tunduk di bawah kekuasaan kaisar Mongol.

Penobatannya sebagai raja pada tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215 atau 10 November 1293 merupakan cikal bakal lahirnya kerajaan Majapahit.

Sebagai raja, Raden Wijaya memiliki gelar Kertarajasa Jayawardhana. Nama rajasa disematkan Raden Wijaya untuk menghormati pamannya, sang pendiri kerajaan Singasari sekaligus menghormati para leluhurnya di Singasari.

Masa Jaya Kerajaan Majapahit

Butuh 4 kali pergantian kepemimpinan raja untuk membangun kejayaan kerajaan Majapahit.

Setelah Raden Wijaya wafat [1293 - 1309], era kepemimpinan berganti ke tangan Sri Jayanagara, Tribuwana Wijayatunggadewi, dan Sri Rajasanagara atau yang lebih dikenal dengan Hayam Wuruk.

Kerajaan Majapahit sangat berkembang pesat saat dipimpin oleh Hayam Wuruk cucu dari Raden Wijaya dengan dampingan mahapatih Gajah Mada. Mahapatih Gajah Mada dikenal dengan Sumpah Palapanya yang bertekad mempersatukan Nusantara di bawah panji kekuasaan Majapahit.

Pusat Kerajaan Majapahit

Sebagai kerajaan besar di masa itu, Majapahit tercatat pernah mengalami kepindahan pusat pemerintahan sebanyak 3 kali. Ketiga pusat pemerintahan tersebut masih dalam area wilayah Jawa Timur.

Pusat pemerintahan atau ibu kota pertama kerajaan Majapahit berada di kota Mojokerto. Kala itu ibu kota dipimpin oleh raja pertama, yakin Kertarajasa Jayawardhana atau Raden Wijaya. Disebutkan letak pusat pemerintahan terletak di tepi sungai Brantas.

Pusat pemerintahan kemudian berpindah mengikuti masa kepimimpinan Sri Jayanegara, raja kedua kerajaan Majapahit. Jayanegara memindahkan pusat pemerintahan ke Trowulan. Pada masa kini, kota tersebut berjarak 12 km dari Mojokerto. Pusat pemerintahan di Trowulan berjalan cukup lama.

Daha atau disebut Kediri saat ini merupakan kota ketiga dari pusat pemerintahan kerajaan Majapahit.

Kepindahan pusat pemerintahan Majapahit ke Daha berkaitan erat dengan masalah internal di kerajaan dan ancaman dari kerajaan Islam, kerajaan Demak yang merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa.

Kejatuhan Kerajaan Majapahit

Melemahnya kekuasaan Majapahit terjadi saat kematian Hayam Wuruk dan mahapatih Gajah Mada pada 1364.

Sinar kejayaan Kerajaan Hindu-Buddha paling besar dan Berjaya di Nusantara perlahan meredup meski telah beberapa kali mengalami pergantian kepemimpinan.

Masa jaya Majapahit berakhir saat wilayah kekuasaannya direbut oleh kerjaan lain. Terutama setelah mendapat serangan dari kerajaan islam pertama di Jawa, Kesultanan Demak.

Nama Raja-Raja Kerajaan Majapahit hingga Peninggalannya


BACA HALAMAN BERIKUTNYA

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề