Contoh puisi lelang bandengSecepatnya
6. Panglima perang Islam dari Daulah Fatimiyah yang berhasil mendirikan kota Kairo dan Al-Azhar adalah .... a. Muiz Dinillah b. Jauhar Ash Shiqili c. …
jari-jari sebuah bola 14 cm volume bola tersebut adalah..tlng djawb cpt y
membelanjakan harta untuk kepentingan sosial agama semata-mata karena Allah SWT hukum membelanjakan harta tersebut adalah A. wajibB. SunnahC. haramD. …
kak tolang ya nanti kakak ku follow kasih like kasih bintang 5 dan kujadikan jawaban terbaik kalau betulmengapa Tuhan melarang kita untuk menginginkan …
Menjaga situasi dan kondisi sebagaimana adanya pada saat itu sampai kedatangan tentara sekutu di indonesia, merupakan tugas yang diberikan jepang dari …
Mewujudkan sikap yang istiqomah kepribadian mulia [sidiq amanah tabligh dan fathonah] luas keahlian yang tinggi dan amaliyah yang unggul adalah bentuk …
Pesan apa yang bisa kanh ambil dari biografi dan sikap hidup sunan gunung jati
Sebutkan dan jelaskan gerakan nasionalisme di asia afrika
. dari antara semua perang yang dihadapi belanda, perang ini termasuk perang yang paling banyak menguras sumber daya belanda, sampai-sampai belanda ha …
Jelaskan pengertian materialistis menurut bahasa dan istilah
Soal Al-Islam HOTS Di semua perang - perang yang telah di ikuti Nabi Muhammad SAW, Nabi Muhammad membunuh berapa banyak orang ?
mengenal prof.DR. H Ahmad syafi'i Ma'arif,Ma, peserta didik dapat menyebutkan nama buku tentang biografinya
sebagai bentuk realisasi dk pbb maka dibentuk
Liputan6.com, Jakarta Suasana gedung Dewan Perwakilan Rakyat [DPR] d bilangan Senayan, tak seperti biasanya pada Rabu 20 Mei 1998. Salah satu bagian i …
sekitar 10. Fosil Ardipithecus ramidus pertama kali ditemukan oleh Yohannes Haile Selassie pada 1994 di Ethiopia. Melalui analisis fosil lengan dan ja …
ciri ciri Ras Kaukasoid dan Melanesiod
Mengapa warga nu harus mempunyai perilaku yang menjadi cirikhasnya?
Siapa nama orang yang berdoa dalam hadist ke 10 dalam kitab arbain
Perhatikan keterangan-keterangan berikut ini: [1] merupakan formulasi menuju indonesia baru dengan tatanan baru. [2] merupakan suatu tatanan seluruh p …
Ilustrasi Pramodhawardani, Ratu Medang penerus Samaratungga. [Indonesian Space Research/Arka Caraka]
Pramodhawardani, putri mahkota Mataram Kuno itu menikah beda agama. Dia memeluk agama Buddha sementara suaminya, Rakai Pikatan beragama Hindu. Bersama memerintah Kerajaan Medang, rakyat hidup damai dan saling menghormati meski berbeda keyakinan.
Inibaru.id – Pramodhawardani mendapat sentimen yang cukup seksis dari Balaputeradewa. Dia dianggap nggak pantas menduduki tahta Kerajaan Medang untuk menggantikan Maharaja Samaratungga, pada 833 Masehi. Sebabnya, dia adalah perempuan. Seharusnya lelaki yang menjadi pemimpin, mungkin begitu pikir Balaputeradewa.
Ada yang menyebut bahwa Balaputeradewa merupakan adik Pramodhawardani. Teori ini ditemukan pada Masatoshi Iguchi, Java Essay: The History and Culture of a Southern Country. Raja Samaratungga menunjuk anak tertuanya, Pramodhawardani, sebagai suksesornya. Penunjukan ini bikin anak lelakinya, kecewa. Dia merasa lebih berhak menjadi raja karena lelaki.
Rupanya, identitas Balaputeradewa sebagai adik Pramodhawardani dibantah. Berdasarkan penelusuran Slamet Muljana dan dituangkan dalam Sriwijaya [2006], Balaputradewa bukanlah adik Pramodhawardani, melainkan pamannya. Saudara Samaratungga ini merasa lebih pantas menjadi raja karena Samaratungga nggak punya anak laki-laki.
Entah Balaputeradewa itu adik atau paman sang ratu, pertikaian sengit keduanya terjadi. Dibantu suaminya, Rakai Pikatan, Pramodhawardani menang. Balaputradewa terpaksa harus minggat dari Medang dan pergi ke Sumatera. Di sana, dia mewarisi Kerajaan Sriwijaya dari kakeknya, Dharmasetu. Diyakini, Dharmasetu merupakan ayah Balaputeradewa dan Samaratungga.
Dua Wangsa Beda Agama Bersatu
ICandi Plaosan didirikan oleh Rakai Pikatan [Hindu] untuk istrinya, Pramodhawardani [Buddha]. [d'traveler/Febriansyah]
Kalau dibilang nikah beda agama banyak mudaratnya, agaknya Pramodhawardani-Rakai Pikatan membuktikan sebaliknya. FYI, pasangan ini berasal dari dua dinasti besar di Jawa. Dalam Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia [1973], R Soekmono menyebutkan, Pramodhawardhani dari wangsa Syailendra memeluk Buddha aliran Mahayana, sedangkan Rakai Pikatan adalah pangeran dari wangsa Sanjaya yang beragama Hindu aliran Syiwa.
Mungkin, Pramodhawardani merupakan ratu pertama, yang tercatat dalam sejarah Nusantara, yang menikah lintas agama. Tiga abad kemudian, Ken Arok, Raja Singhasari penganut Hindu, mengawini Ken Dedes yang beragama Buddha [Gatra, Volume 12, Masalah 29-32, 2006: ii].
Sebenarnya, wangsa Sanjaya dan Syailendra bersaing satu sama lain. Dinasti Sanjaya pernah menjadi penguasa di Jawa. Kejayaannya berakhir ketika diperintah Rakai Panangkaran [770-792 M], yang kemudian beralih ke Dinasti Syailendra. Rakai Panangkaran merupakan keturunan Ratu Shima [674-732 M], penguasa Jawa dari Kerajaan Kalingga [yang diyakini berada di Jepara].
Bersatunya Pramodhawardani dengan Rakai Pikatan dianggap sebagai momen bersatunya dua keluarga besar yang sebelumnya berseteru [Thomas Wendoris, Mengenal Candi-candi Nusantara]. Berkat perkawinan ini pemeluk Buddha dan Hindu bisa hidup rukun di Jawa.
Boleh dibilang kala itu, agama Buddha yang lebih dominan pada dekade awal abad ke-7. Salah satu buktinya ialah pembangunan Candi Borobudur. Kompleks ini dibangun pada era Samaratungga. Namun, yang meresmikan Borobudur adalah Pramodhawardani, pada 824 M.
Didampingi Rakai Pikatan menduduki tahta sejak 833, toleransi beragama semakin kental. Dia mengizinkan suaminya membangun candi-candi Hindu di wilayah Medang. Sebaliknya, Rakai Pikatan pun nggak segan-segan membantu pendirian candi-candi umat Buddha [Sukamto, Perjumpaan Antarpemeluk Agama di Nusantara, 2015: 146].
Rakai Pikatan juga ikut menyumbang untuk pembangunan candi-candhi Buddha tersebut, termasuk di wilayah Plaosan, dekat Prambanan [kini perbatasan antara Yogyakarta dan Kabupaten Klaten]. Candi itu dikenal sebagai monumen cinta Rakai Pikatan kepada istrnya, Pramodhawardani.
Candi-candi tersebut didirikan masyarakat secara gotong-royong tanpa memandang agama. Baik Buddha maupun Hindu membantu membangunnya. Hal ini menunjukkan kedamaian dan kerukunan antarumat beragama di bawah pimpinan Pramodhawardani.
Benarkah Pramodhawardani Diperdaya?
IPembangunan Candi Prambanan disebut-sebut untuk menyaingi keberadaan Borobudur. [Freepik]
Ternyata, penyatuan dua tokoh beda wangsa ini menimbulkan persoalan. Rakai Pikatan dipandang lebih dominan dalam pemerintahan ketimbang istrinya. Beberapa referensi menyebut bahwa sebenarnya Rakai Pikatan mengusung misi khusus dalam pernikahannya dengan Pramodhawardani.
Dalam Sejarah Kebudayaan Indonesia, Asmito [1992] menyebutkan bahwa Rakai Pikatan sejatinya pengin melenyapkan kekuasaan Wangsa Sailendra. Untuk mencapai maksud tersebut, dia menikahi Pramodhawardani, juga akhirnya berhasil mendepak Balaputradewa [hlm. 90]. Dua nama itu menjadi sasaran utama karena mereka kandidat pewaris takhta Dinasti Syailendra.
Usai menyingkirkan Balaputradewa dan menarik hati Pramodhawardani sekaligus ikut memimpin kerajaan milik Wangsa Syailendra, Rakai Pikatan mulai menyebar pengaruh. Sedikit demi sedikit dia mengambil-alih kendali kekuasaan. Dia melakukan hal itu dengan penuh kesabaran selama bertahun-tahun.
Rakai Pikatan melakukan beberapa manuver seperti memindahkan pusat pemerintahan dari Mataram [sekitar Yogyakarta] ke daerah Kedu [dekat Temanggung, Jawa Tengah] dan membangun Candi Prambanan, candi Hindu termegah di Jawa. Menurut beberapa sejarawan, pembangunan Prambanan bertujuan menandingi Borobudur yang menjadi simbol kebesaran agama Buddha.
Ahli epigrafi Jawa asal Belanda Johannes Gijsbertus de Casparis, bahkan menulis dalam Memuji Prambanan: Bunga Rampai Para Cendekiawan Belanda tentang Kompleks Percandian Loro Jonggrang karya Roy Jordan [2009], bahwa pembangunan Candi Prambanan merupakan bentuk perebutan kekuasaan Dinasti Syailendra dan menjadi tanda kebangkitan Dinasti Sañjaya.
Belum ada kepastian kapan Pramodhawardani meninggal dunia. Namun diperkirakan era pemerintahannya berakhir pada 856 M. Pada tahun-tahun terakhirnya itu, diyakini Rakai Pikatan sudah memegang kendali kekuasaan.
Usai masa Rakai Pikatan, Wangsa Sanjaya memang kembali berkuasa meski nggak pernah sejaya dulu. Kerajaan ini sibuk memadamkan pemberontakan yang nggak ada habisnya.
Meski toleransi antarumat beragama era Pramodhawardani berlangsung singkat, seenggaknya pernah ada masa orang nggak perlu memusuhi karena agama yang berbeda. Bukankah hidup terlalu singkat untuk sekadar bertanya, “Agamamu apa?” Setuju, Millens? [Tir/IB21/E03]