Peluang yang dapat dilakukan dalam era perdagangan bebas yaitu dengan….

Articles 221 Documents

Pelaksanaan Wakaf Menurut Fuqaha ‎ dan Perundang-undangan di Indonesia marjudi marjudi
Al-Qanun: Jurnal Pemikiran dan Pembaharuan Hukum Islam Vol 17 No 1 [2014]: Al-Qanun Vol. 17, No. 1, Juni 2014
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF [537.006 KB] | DOI: 10.15642/alqanun.2014.17.1.130-159

Tulisan ini menjelaskan tentang pengertian wakaf, dasar hukum wakaf, dan pelaksanaan wakaf, baik menurut fukaha dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Hal ini tak lepas dari beberap hal, yaitu [1] karena wakaf merupakan salah satu cara untuk memperoleh hak, [2] institusi sosial dan keagamaan Islam yang telah memainkan peranan penting dalam sejarah masyarakat muslim, dan [3] mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan sosial masyarakat muslim. Para fukaha mendefinisikan wakaf dengan beberapa pengertian yang berbeda. Hal tersebut karena pemahaman yang berbeda dari ayat dan hadis yang ada. Namun, dari berbagai definisi yang berbeda tersebut terdapat beberapa persamaan, di antaranya bahwa wakaf adalah menahan harta dan mengambil manfaatnya di jalan Allah. Sedangkan pelaksanaan wakaf di Indonesia diatur dalam PP No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, Kompilasi Hukum Islam dan Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Peraturan perundang-undangan tersebut pada dasarnya merupakan pengembangan pengaturan perwakafan di Indonesia yang tetap sesuai dengan ketentuan hukum Islam.

Pasar Modal Syariah di Indonesia M. Nasyah Agus Saputra
Al-Qanun: Jurnal Pemikiran dan Pembaharuan Hukum Islam Vol 17 No 1 [2014]: Al-Qanun Vol. 17, No. 1, Juni 2014
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF [402.75 KB] | DOI: 10.15642/alqanun.2014.17.1.85-103

Pasar modal [capital market] merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjual belikan, baik dalam bentuk utang maupun modal sendiri. Adapun instrumen keuangan yang diperjual belikan di pasar modal seperti saham, obligasi, warran, right, obligasi konvertibel dan berbagai produk turunan [derivatif ] seperti opsi [put atau call]. Keberadaan pasar modal merupakan suatu realitas dan fenomena terkini ditengah-tengah kehidupan umat Islam di abad modern ini. Dilihat dari sisi syariah, pasar modal adalah salah satu sarana atau produk muamalah. Transaksi didalam pasar modal, menurut prinsip hukum syariah tidak dilarang, sepanjang tidak terdapat transaksi yang bertentangan dengan ketentuan yang telah digariskan oleh syariah. Diantaranya transaksi yang mengandung bunga dan riba>. Syariah juga melarang transaksi yang didalamnya terdapat spekulasi dan mengandung garar atau ketidakjelasan, yaitu transaksi yang didalamnya dimungkinkan terjadinya penipuan.

Pengelolaan Sumber Daya Migas ‎ Perspektif Islam Lilik Rahmawati
Al-Qanun: Jurnal Pemikiran dan Pembaharuan Hukum Islam Vol 17 No 1 [2014]: Al-Qanun Vol. 17, No. 1, Juni 2014
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF [376.712 KB] | DOI: 10.15642/alqanun.2014.17.1.104-129

Tulisan ini membahas konsep pengelolaan sumber daya migas dalam perspektif Islam, dengan berpangkal pada permasalah: [1] konsep pengelolaan migas di Indonesia, [2] mekanisme pengelolaan migas dengan mempercayakan kepada pihak swasta ataupun asing, dan [3] konsep pengelolaan migas perspektif Islam. Mengenai pengelolaan migas di Indonesia, pemerintah dalam kebijakannya memperbolehkan swasta atau individu untuk mengelolanya, karena dianutnya paradigma kapitalis yang membeikan kebebasan pada individu untuk eksploitasi alam sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan yang tidak terbatas. Ini terlihat dari diberlakukannya Undang-undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, yang dalam perkembangannya mengalami dinamisasi. Mekanisme pengelolaan sumber daya Migas dengan mempercayakan kepada pihak asing ternyata telah membuat pemerintah kurang punya wewenang dalam kontrol dan regulasi. Selain itu, pengelolaan sumber daya migas terkesan eksploitatif, tidak ramah lingkungan, dan tidak manusiawi. Dalam perspektif Islam, migas merupakan sumber daya alam dalam wilayah kepemilikan publik [collective property]. Oleh karena itu, akses kepemilikannya terbuka bagi masyarakat [kaum muslimin], namun regulasinya diatur oleh negara dengan amanah [trust] dan profesional [technically well manage]. Juga, kekayaan ini merupakan salah satu sumber pendapatan negara, di mana Negara dapat mengelola dan membelanjakannya untuk kepentingan publik secara adil dengan kontrol dari rakyat.

Kajian Hukum Islam terhadap Aplikasi ‎Kafalah pada Asuransi Takaful Mugiyati Mugiyati
Al-Qanun: Jurnal Pemikiran dan Pembaharuan Hukum Islam Vol 17 No 1 [2014]: Al-Qanun Vol. 17, No. 1, Juni 2014
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF [503.9 KB] | DOI: 10.15642/alqanun.2014.17.1.60-84

Operasional Asuransi pada umumnya bertumpu kepada kepentingan bisnis untuk mendapatkan laba [maximizing profit] sedangkan kafalah adalah akad tabarru’ yang bertumpu pada nilai kebajikan sosial. Keduanya mendasari terbentuknya akad pada Asuransi Takaful, maka evaluasi terhadapnya perlu dilakukan untuk memastikan kembali apakah praktik yang ada sesuai dengan idealism Islam atau malah sebalikya. Nampaknya akad kafalah dapat dikembangkan dan diaplikasikan pada Asuransi Takaful dengan mengikuti tiga pola pembayaran klaim atau manfaat takaful. Pertama: Peserta meninggal dunia dalam masa pertanggungan, maka Kafalah yang dapat diaplikasikan adalah kafalah bi al-dayn yaitu kewajiban membayar hutang yang menjadi tanggung jawab orang lain. Bagi peserta yang meninggal dunia dalam masa pertanggungan menjadi orang yang ditanggung [ makful ‘anhu ]. Sedangkan peserta lainnya secara bersama-sama menjadi kafil [ penjamin] untuk melunasi hutang makful ‘anhu berupa sisa premi yang belum terbayar sebagai Makful bih-nya Sedangkan pihak penerima jaminan [ makful lahu] adalah perusahaan asuransi takaful. Kedua : Peserta masih hidup hingga masa pertanggungan selesai maka aplikasi kafalah-nya dapat menggunakan cara ta’liq [ kafālah al-muallaqah ], yaitu kafalah yang pelaksanaan jaminannya dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain yang disyaratkan atau digantungkan kepada suatu hal tertentu. Maka pada posisi ini dia berkedudukan sebagai kafil yang menjamin peserta lain [makful ‘anhu] apabila ada yang mendapat musibah atau meninggal dunia. Untuk melunasi sisa premi yang menjadi tanggungjawabnya [makful bihi] melalui dana tabarru’ yang telah terkumpul kepada perusahaan asuransi sebagai pihak yang menerima jaminan [ makful lahu ]. Ketiga : Peserta mengundurkan diri sebelum masa pertanggungan selesai maka akad kafalah-nya berakhir atau batal karena akad kafalah merupakan akad tabarru’at yang hukum asalnya bersifat tidak mengikat meskipun tidak secara mutlak. Artinya peserta asuransi dapat mengakhiri masa pertanggungannya kapan saja selama yang dikehendaki dengan persetujuan pihak ketiga yaitu penerima jaminan [ makful lahu].

Inovasi Produk Perbankan Syariah di ‎Indonesia Fahrur Ulum
Al-Qanun: Jurnal Pemikiran dan Pembaharuan Hukum Islam Vol 17 No 1 [2014]: Al-Qanun Vol. 17, No. 1, Juni 2014
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF [420.927 KB] | DOI: 10.15642/alqanun.2014.17.1.33-59

Seiring dengan perkembangan perbankan syariah, maka kebutuhan pengembangan produk juga semakin bertambah. Hal ini semata-mata untuk memenuhi kebutuhan pasar perbankan syariah yang terus meningkat. Secara garis besar, pengembangan produk perbankan syariah selain harus mengikuti kebutuhan pasar, juga harus didasarkan pada kepatuhan terhadap syariah, oleh karena itu harus ada dasar fatwa dari Dewan Syariah Nasional.Dalam aplikasi perjalanan perbankan syariah hingga saat ini, terdapat beberapa fatwa yang terkendala aplikasinya dalam produk, ada beberapa fatwa penghimpunan dana dan penyaluran dana serta fatwa yang menyangkut treasury yang mendesak untuk segera diterbitkan. Maka inovasi produk yang mampu memenuhi kebutuhan pasar dan sekaligus taat syariah mutlak diperlukan untuk meningkatkan daya saing perbankan syariah baik secara domestik, regional maupun kompetisi global di era pasar bebas dengan antisipasi berbagai peluang dan tantangannya.

Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pasca ‎Amandemen UUD 1945‎ muwahid muwahid
Al-Qanun: Jurnal Pemikiran dan Pembaharuan Hukum Islam Vol 13 No 2 [2010]: Al-Qanun Vol. 13, No.2, Desember 2010
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF [567.405 KB] | DOI: 10.15642/alqanun.2010.13.2.484-510

The article discuss the changes of indonesian political system in indonesia after the amendment of Indonesian Constitution of 1945 with the focus of the amendments of legislative, eecutive and judicative bodies. Legislative amendments is located in the emergence of a new body called DPD [Dewan Perwakilan Daerah of Regional Representative Assembly] as a part of MPR [Majelis Permusyawaratan Rakyat or People’s Consulatation Assembly] alongside DPR [Dewan Perwakilan Rakyat or House of Representative]. Such amendment is basically a modifictaion of bicameral system as that of the United States’ political system. Executive body amendments lies on direct election of president, limitation of presidential tenure up to two tenures of five years, and likeliness of presidential impeachment in case of breaking law and constitution. Amendment on judicative body is obviously apparent in the creation of Constitutional Court alongside the Supreme Court and Judicial comission which is in charge of safeguarding the judgeship profession.

Islam and Politics: The Rise of Muslim Politics ‎in The Post Soeharto Era Ahmad Anfasul Marom
Al-Qanun: Jurnal Pemikiran dan Pembaharuan Hukum Islam Vol 13 No 2 [2010]: Al-Qanun Vol. 13, No.2, Desember 2010
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF [598.458 KB] | DOI: 10.15642/alqanun.2010.13.2.454-483

During Soeharto’s New Order, Muslim politics was virtually banned from any political activities in Indonesia. Yet, after the fall of Soeharto Muslims are free to speak, to establish a political party, and even to adopt Islam as their political ideology. The political climate has also considerably changed from an authoritarian to democratic system. In line with this democratization and liberalization, various Muslim groups with different approaches and agenda also emerge. It is not surprising that many Islamic radical groups have also emerged since that time. This paper endeavors to examine what caused the Muslim politics to greatly gain momentum in the post Soeharto period and whether it has a link to previous Islamic movement of parliamentary democracy in the 1950s. It shows that on the one hand the declining number of Islamic party voters indicates the weakening of “politik aliran” [ideology-based party] within moderate Islamic groups. However, another phenomenon emerges in form of the rise of radical Islamic groups in Indonesia.

Teknologi Pangan Hewani dalam Wacana Halal dan Haram Imelda Fajriati
Al-Qanun: Jurnal Pemikiran dan Pembaharuan Hukum Islam Vol 13 No 2 [2010]: Al-Qanun Vol. 13, No.2, Desember 2010
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF [644.182 KB] | DOI: 10.15642/alqanun.2010.13.2.394-423

The discourse surrounding halal and haram food in Islam remain hot issue among muslims. It is because the difficulty in differentiating the halal from the haram, especially those of meat and fat products in which all related products of pig is forbidden in Islam. There are also many food products which contain forbidden substances so that determining their lawfulness is not an easy feat. The impact of food processing technology which causes this problematic issue is actually can be mitigated if Muslim community are given enough information about technological development in food industry. Physical characteristics of beef and ham can be conveniently determined, among other things by looking at their color, fiber, meat, fat appearance, texture, and scent. Nonetheless, if chemical compound or chemical degraded substances have been processed from pig related substance, such as shortening, gelatin, and fattyacid to be made as food products, its physical characteristics is no longer easy to determine. Thus, to make things clear, chemical examination is the only answer. By doing so, chemical structure of beef and ham can remain detected.

عادات الخِطبة‎ ‎بجاوة في نظر الشريعة الإسلامية Ahmad Hasan Al-Bana
Al-Qanun: Jurnal Pemikiran dan Pembaharuan Hukum Islam Vol 13 No 2 [2010]: Al-Qanun Vol. 13, No.2, Desember 2010
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF [722.922 KB] | DOI: 10.15642/alqanun.2010.13.2.424-453

كتب الباحث في هذا المقال عن عادات الخِطبة في جزيرة جاوة و نظرها عند الشريعة الإسلامية. إن الخطبة هي الأمر الذي يعمله الرجل لطلب النكاح من المرأة. في عادة جاوة تتكون الخطبة من ثلاثة برامج، هي: برنامج قبل النكاح وبرنامج فانينسيت وبرنامج تحديد يوم الزفاف. برنامج قبل النكاح يتكون من اختيار الزوج والنظر إلى المخطوبة والخطبة، وبرنامج إعطاء فانينسيت وهو بإحضار البضائع المعينة إلى أسرة المخطوبة من المال والملابس وبعض الأطعمة وبعض الفواكه، و أما برنامج تحديد يوم الزفاف هو بالمشاورة في الأمور المتعلقة باليوم، والتاريخ، والساعة، والمكان لتنفيذ برنامج عقد النكاح ووليمة العرس، ولتحديد هذا الحال طلب أسرتا العروسين المساعدة إلى رجل ماهر لقراءة كتاب بريمبون. من هذا البحث يستنتج الباحث أن عادات الخطبة في جاوة منها ما يطابق بالشريعة الإسلامية ومنها ما يخالفها. من عادات الخطبة التي تلائم الشريعة الإسلامية كالعادة في اختيار الزوج بالنظر إلى بيبيت وببت وبوبوت فإنه مطابق بشرط الكفاءة في الزواج في الفقه الإسلامي، والنظر إلى المخطوبة فإنه مشروع في الإسلام، وعدم الخطبة على خطبة أخيه لأن الإسلام حرّمه. ومما يخالفها كاختيار الزوج بالنظر إلى تاريخ ولادة العروسين وكتحديد يوم الزفاف بالنظر إلى بريمبون لأنه كالتنجيم المحرم في الإسلام.

Lembaga Keuangan Syariah sebagai Mustahiqq Zakah nafi' mubarok
Al-Qanun: Jurnal Pemikiran dan Pembaharuan Hukum Islam Vol 13 No 2 [2010]: Al-Qanun Vol. 13, No.2, Desember 2010
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Ampel Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF [762.529 KB] | DOI: 10.15642/alqanun.2010.13.2.364-393

This last decade has witnessed the fast growth of shariah-based financial institutions, which is in form of bank or otherwise. One of many consequences of this growth is ocurrance of bancruptcy. If such condition does happen, islamic legal analysis is conducted over the problem which in turn an Islam financial instiution can be entitled for zakat with the status of debtor. This conclusion is based on three reasonings. The first is the fulfilment of the debt in islamic financial institution for four conditions; [1] the institution is urgently need cash flow, [2] it is for the sake of God’s orders [3] the debt is imminent and [4] the debt is other people’s right. The second is the aspect of ratio legis [‘illah], that giving zakat to that bancrupt instituon is for the reason of [1]uplifting the burden of the debtor [2] raising the dignity of the debtor. The third is recipient aspect, that islamic financial instuitution has fulfilled two things; [1] it is not those who are denied from zakat, [2] sthere is special conditions as a debtor which eligible to accept zakat.


Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề