Peristiwa tanggal 19 September 1945 yang terjadi di Jakarta adalah

Rapat Raksasa Lapangan Ikada terjadi pada 19 September 1945, saat Soekarno memberikan pidato singkat di hadapan ribuan rakyat di Lapangan Ikada dalam rangka memperingati 1 bulan proklamasi kemerdekaan. Di berbagai tempat, masyarakat dengan dipelopori para pemuda menyelenggarakan rapat dan demonstrasi untuk membulatkan tekad menyambut kemerdekaan. Di Lapangan Ikada Jakarta pada tanggal 19 September 1945 dilaksanakan rapat umum yang dipelopori Komite Van Aksi. Lapangan Ikada sekarang ini terletak di sebelah selatan Lapangan Monas.

Tampilkan lebih sedikitBaca lebih banyak

Wikipedia

Perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato. ©2012 Merdeka.com

JATENG | 19 September 2021 07:15 Reporter : Jevi Nugraha

Merdeka.com - Tepat hari ini, 19 September pada tahun 1945 silam, terjadinya peristiwa bersejarah perobekan bendera Belanda oleh pemuda Surabaya. Aksi heroik yang dilakukan oleh arek Surabaya ini terjadi di Hotel Yamato, atau saat ini dikenal dengan Hotel Majapahit.

Peristiwa perobekan bendera Merah Putih Biru itu dipicu dari sikap angkuh orang Belanda dan Inggris yang datang ke kotanya. Kala itu, mereka datang sebagai Palang Merah [Intercross] untuk mengurus tawanan. Kemarahan pemuda Surabaya pun semakin memuncak saat melihat bendera Belanda berkibar kembali setelah Indonesia merdeka.

Perobekan bendera Belanda yang terjadi di Kota Pahlawan itu, menjadi peristiwa bersejarah bagi perjuangan kemerdekaan Indonesia. Tak heran jika hingga detik ini aksi heroik itu masih terus dikenang oleh bangsa Indonesia. Berikut kronologi lengkap peristiwa perobekan bendera Belanda di Surabaya yang dilansir dari Liputan6.com:

2 dari 4 halaman

©2016 merdeka.com/masfiatur rochma

Setelah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, Presiden Soekarno memerintahkan untuk mengibarkan bendera merah putih di seluruh penjuru tanah air. Kala itu, dengan semangat yang membara, masyarakat Indonesia dengan bangga mengibarkan bendara merah putih di berbagai titik kota.

Di tengah perintah Soekarno untuk mengibarkan bendera merah putih, pada tanggal September 1945, AFNEI datang ke Surabaya untuk mengurus tentara Jepang dan tawanan perang Belanda. Mereka datang dan menggunakan Hotel Yamato sebagai markas. Tanpa berkomunikasi dengan pemerintahan Republik Indonesia, semakin memperburuk citra Belanda di mata masyarakat Indonesia.

Melihat kecongkakan orang Belanda terhadap masyarakat setempat, memicu amarah para pemuda di Surabaya. Puncak amarah mereka terjadi pada tanggal 19 September 1945, seorang Indo Belanda bernama Ploegman telah berani mengibarkan bendera Belanda di atas tiang bendera Hotel Yamato.

Melihat pengibaran Bendera Merah Putih Biru itu, Bapak Residen Soedirman memperingatkan agar bendera tersebut segera diturunkan. Namun, peringatan itu sema sekali tidak digubris oleh mereka. Hal inilah yang kemudian menyulut amarah para pemuda di Surabaya.

3 dari 4 halaman

©©2012 Merdeka.com

Melihat bendera Belanda masih berkibar di atas Hotel Yamato, ditambah dengan tindakan-tindakan angkuh orang Belanda, membuat suasana semakin memanas. Tentu saja hal ini membuat para pemuda Surabaya berkumpul dan membaur. Para pemuda saling bertanya-tanya tentang langkah selanjutnya terhadap sikap Belanda yang merendahkan harga diri bangsa Indonesia yang telah merdeka.

Melihat keadaan semakin tidak kondusif, arek-arek Surabaya satu persatu mendatangi halaman Hotel Yamato. Tidak butuh waktu lama, tiba-tiba hotel itu pun menjadi penuh sesak. Terjadilah perkelahian antara pemuda Surabaya dengan pemuda Belanda di kamar-kamar Hotel Yamato.

Di tengah perkelahian itu, dua pemuda Surabaya menyelinap untuk naik ke bagian atas Hotel Yamato. Satu orang membawa tangga, dan seorang lagi naik ke atas tiang. Dengan cepat, Koesnowibowo, pemuda yang naik tangga itu, menurunkan bendera Belanda yang sedang berkibar.

Setelah diturunkan, Ia segera merobek warna biru dari bendera itu dengan kekuatan giginya, kemudian dibuangnya. Ia segera mengerek kembali bendera yang sudah tersisa warna merah putih ke atas tiang untuk berkibar kembali.

4 dari 4 halaman

Akhirnya bendera Merah Putih dapat berkibar menggantikan bendera Belanda yang sejak pagi 19 September 1945 itu berkibar di Hotel Yamato. Melihat hal ini, para pemuda Surabaya yang sejak tadi mengepung Hotel Yamato bersorak-sorai gembira.

Melalui peristiwa 19 September 1945 ini, telah menyulut api revolusi masyarakat Indonesia. Hal ini juga menjadi bukti bahwa kemerdekaan indonesia bukan datang dengan sendirinya, melainkan dari keringat dan perjuangan.

[mdk/jen]

Peristiwa yang terjadi di Lapangan Ikada pada 19 September 1945 adalah sebuah Rapat Raksasa dimana Soekarno berpidato di hadapan ribuan rakyat dalam sejarah kemerdekaan Indonesia lengkap. Rapat umum ini dipelopori oleh Comite Van Actie dengan tujuan untuk menyambut kemerdekaan dan memperkuat mental rakyat mengenai kemerdekaan, serta mempertemukan rakyat dengan para pemimpinnya. Lapangan Ikada adalah sebuah lapangan luas di pojok timur yang saat ini ditempati oleh kawasan Monas. Lapangan ini sebelumnya dikenal dengan nama Lapangan Gambir dan menjadi pusat kegiatan olahraga. Nama Ikada [Ikatan Atletik Djakarta] muncul di masa pendudukan Jepang pada tahun 1942.

Pada awalnya lapangan ini dinamakan Champ de Mars atau Koningsplein. Di sekitarnya terdapat sejumlah lapangan sepak bola yang dimiliki klub sepak bola pada era 1940an dan 1950an. Klub – klub sepak bola tersebut adalah Hercules, VIOS [Voetbalbond Indische Omstreken Sport], dan BVC. Ketiganya merupakan kesebelasan papan atas pada kompetisi BVO [Batavia Voetbal Organisatie]. Di sekitar lapangan Ikada juga terdapat lapangan hoki dan pacuan kuda untuk kavaleri militer. Ikada menjadi tempat latihan dan pertandingan PSSI sebelum Stadion Gelora Bung Karno selesai dibangun untuk Asian Games IV pada tahun 1962. Stadion Ikada dibangun di sebelah selatan lapangan pada acara PON [Pekan Olahraga Nasional] kedua tahun 1952.

Peran Comite van Actie

Satu bulan setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, sekitar 300 ribu orang berkumpul di Lapangan Ikada yang terletak di seberang Monas dengan tekad bulat untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Rapat umum akbar tersebut  sebagai peristiwa sesudah proklamasi yang memiliki arti sangat penting digagas oleh kalangan pemuda yang cemas jika tentara sekutu akan membentuk markas besar di Jakarta. Komite van aksi adalah wadah dari para pemuda dan mahasiswa yang berperan dalam peristiwa lapangan Ikada sebagai perencananya. Merekalah yang memobilisasi massa dan mendesak pemerintah untuk bersedia hadir dalam rapat raksasa di lapangan Ikada tersebut. Organisasi ini terdiri dari beberapa sub organisasi seperti :

  • Angkatan Pemuda Indonesia [API]
  • Barisan Rakyat [BARA] dan Barisan Buruh Tani [BBI]. Anggotanya adalah Sukarni [Ketua], Chaerul Saleh [Wakil Ketua], AM. Hanafi [Sekretaris Umum], Adam Malik, Wikana, Pandu Kartawiguna, Maruto Nitimihardjo, Kusnaeni, Darwis, Djohar Noor, dan Armunanto sebagai para anggota.

Komite pemuda ini mengadakan aksi karena tidak puas dengan kondisi dan struktur awal pemerintahan Indonesia setelah kemerdekaan. Mereka menganggap pemerintah harus terus didesak dan dimotivasi agar bisa menyadari pentingnya dukungan rakyat pada kemerdekaan Indonesia. Tujuan diadakannya rapat dalam peristiwa lapangan Ikada adalah untuk mendekatkan pemerintah RI dengan rakyat secara emosional mengenai kemerdekaan Indonesia, menunjukkan kepada Sekutu bahwa rakyat siap menghadapi gangguan apapun terhadap sejarah kemerdekaan Indonesia dan merayakan terjadinya makna proklamasi kemerdekaan Indonesia.

Aksi ini juga dimaksudkan sebagai unjuk kekuatan terhadap pemerintah militer Jepang yang tetap berkeras mempertahankan status quo sampai Sekutu datang ke Indonesia. Pemuda – pemuda dari asrama Menteng 31 menjadi penggerak utama rapat ini. Mereka ditugaskan oleh Komite Nasional Kota Besar Jakarta untuk menyebarkan berita kepada rakyat. Sedangkan para pemuda dari asrama Prapatan 10 ditugaskan untuk membujuk para petinggi pemerintah untuk berpidato di peristiwa di lapangan Ikada tersebut. Ketahui juga mengenai sejarah berdirinya tugu Monas yang berlokasi dekat bekas Lapangan Ikada.

Peristiwa Lapangan Ikada

Kabar yang beredar dari mulut ke mulut itu berhasil mengumpulkan ratusan orang yang menghadiri peristiwa lapangan Ikada. Pada awalnya rapat direncanakan untuk berlangsung pada tanggal 17 September 1945, tepat sebulan setelah kemerdekaan. Adanya ancaman dari tentara Jepang dan Sekutu membuat rapat diundur menjadi dua hari kemudian. Walaupun tentara Jepang telah melarang rapat raksasa tersebut, rakyat tetap datang dengan bersemangat dari berbagai wilayah di Jakarta dan sekitarnya. Sebagian besar peserta rapat datang menggunakan kereta api di Stasiun Gambir, membawa poster – poster dan bendera merah putih. Tentara Jepang berseragam melakukan penjagaan ketat sehingga suasana tegang serta mencekam, namun rakyat tidak gentar. Sebagian rakyat bahkan membawa senjata tajam seperti batu, bambu runcing dan keris.

Rakyat sabar menunggu sejak pagi hari sampai menjelang sore sambil menyanyikan lagu – lagu, salah satu lagu berjudul ‘Darah Rakyat’. Mereka rela berada di bawah terik matahari Jakarta, tidak minum dan makan sambil menyanyi dan meneriakkan yel – yel penambah semangat. Ketika Soekarno dan para menterinya tidak kunjung datang, walikota Jakarta Soewirjo dan Ketua Komite Nasional Daerah Jakarta, Mr. Moh. Roem mengambil alih tanggung jawab terhadap lautan manusia yang memenuhi lapangan Ikada.

Soekarno dan Hatta akhirnya memutuskan untuk datang ke Lapangan Ikada untuk menemui rakyat yang sudah menunggu selama berjam – jam. Pidato singkat Soekarno selama lima menit berisi ujaran yang meminta rakyat mempercayai pemerintah. Pidato tersebut berhasil menenangkan rakyat yang sudah berkumpul selama 10 jam. Walaupun sedikit kecewa karena Soekarno hanya berpidato singkat, mereka kemudian bubar dan pulang ke rumah masing – masing ketika hari menjelang gelap.

Tan Malaka dan Moeffreni

Dalam peristiwa lapangan Ikada, ada beberapa nama yang sangat berjasa namun luput dari catatan sejarah seperti Tan Malaka dan Moeffreni. Tan Malaka dikatakan sebagai penggagas rapat besar ini, ia dijadikan panutan dan dipuja oleh para pemimpin pemuda di Jakarta. Konon di dekat Bung Hatta tampak berjalan seorang laki – laki bertopi helm, ciri khas Tan Malaka yang tidak pernah dilepasnya. Laki – laki itu juga tampak berdiri di podium bersama Soekarno. Keterlibatan Tan Malaka baru terungkap pada masa reformasi lalu karena ia adalah seorang tokoh kontroversial pada masa pemerintahan Soekarno – Hatta. Sedangkan Letkol Moeffreni Moe’min adalah seorang pemuda kelahiran Rangkasbitung, orang kedua di BKR Jakarta setelah Kasman Singodimejo.

Ia adalah eks anggota Seinen Dojo atau Barisan Pemuda Tangerang, alumnus pendidikan perwira PETA Bogor. Moeffreni adalah pengawal Bung Karno selama peristiwa lapangan Ikada diselenggarakan. Ia menjadi tameng hidup sejak Bung Karno keluar dari mobil, berjalan ke podium hingga kembali lagi ke mobil, berpakaian sipil dan mengantongi empat granat nanas dan dua buah pistol yang siap digunakan jika tentara Jepang berulah. Pada tahun 1976 di masa pemerintahan Gubernur Ali Sadikin untuk pertama kalinya diadakan peringatan Hari Bersejarah Bagi Rakyat Jakarta untuk mengenang peristiwa di lapangan Ikada. Acara berlangsung di Balaikota dan dihadiri oleh Bung Hatta.

Rapat akbar di lapangan Ikada telah sukses mempertemukan para pemimpin RI dengan rakyatnya. Dengan penyelenggaraan rapat tersebut juga sekaligus melegitimasi pemerintahan RI yang sah termasuk lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif, menunjukkan kewibawaan pemerintah RI di mata rakyatnya dan sukses meningkatkan kepercayaan rakyat akan kekuatan bangsa sendiri untuk mempertahankan kemerdekaan. Peristiwa rapat raksasa di lapangan Ikada juga turut mengobarkan semangat juang rakyat untuk mempertahankan kemerdekaan dari pihak – pihak asing seperti sekutu dan NICA. Sedikit banyak peristiwa ini juga mengilhami adanya perjuangan yang dilakukan di berbagai wilayah di Indonesia seperti sejarah  peristiwa merah putih di Manado, sejarah peristiwa 10 November di Surabaya, dan banyak lagi hingga kemerdekaan Indonesia berdaulat dan diakui dunia internasional.

=Kompas.com, Tempo.co, dan Kpu.go.id Menangkan 02 ?

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề