Sikap apa saja yang perlu kita biasakan dalam menghadapi perbedaan yang ada pada teman-teman kita

Soal Tema 7 Kelas 3 SD Halaman 49

TRIBUNKALTIM.CO - Besok, Senin 15 Maret 2021, para murid sudah harus kembali belajar.

Berikut ini adalah soal-soal pertanyaan tema 7 untuk kelas 3 SD/MI halaman 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, dan 50 subtema 1 pembelajaran 5 Buku Tematik mengenai Perkembangan Teknologi Produksi Pangan.

Bacalah teks dan soal dengan teliti. Ada bahan bacaan yang harus didiskusikan dengan teman kelompokmu.

Baca juga: Kunci Jawaban Tema 7 Kelas 2 Halaman 50 51 52 53 54 55 56 57, Subtema 1, Kebersamaan di Rumah

Baca juga: Apa Kelebihan dan Kekurangan Memakai Pakaian Profesi? Kunci Jawaban Tema 7 Kelas 3 halaman 107 - 112

Setelah membaca, mengamati, dan berdiskusi, siswa diminta untuk berlatih dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan teks yang sudah dibaca sebelumnya.

Inilah soal dan kunci jawaban Tema 7 untuk kelas 3 SD/MI halaman 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, dan 50 subtema 1 pembelajaran 5 Buku Tematik mengenai Perkembangan Teknologi Produksi Pangan.

Sejumlah soal ada dalam buku Tema 7 Subtema 1 Pembelajaran 5 Kelas 3 SD Buku Siswa Tematik Terpadu Kurikulum 2013 edisi revisi 2018 halaman 41 sampai 50.

Sejumlah soal seperti arti Daya Tahan, Teknologi, Pengemasan, dan Kedap Udara ada dalam pembelajaran 5.

Ada empat subtema dalam Buku Tematik kelas 3 SD Tema 7 yang berjudul Perkembangan Teknologi.

Pada subtema 1, siswa kelas 3 SD akan belajar mengenai Perkembangan Teknologi Produksi Pangan.

Ada beberapa pembelajaran yang bisa dikerjakan siswa kelas 3 SD/MI dalam Buku Tematik 7 subtema 1.

Inilah kunci jawaban dan soal dalam Buku Tematik 7 untuk kelas 3 SD/MI subtema 1 pembelajaran 5 halaman 41, 42, 43, 44, 45, 48, 49, dan 50 Buku Tematik mengenai Perkembangan Teknologi Produksi Pangan:

Halaman selanjutnya arrow_forward

Sumber: Tribunnews

JAKARTA - Sikap menghargai keberagaman harus selalu diimplementasikan oleh seluruh masyarakat Indonesia.

Dengan menghargai perbedaan yang ada, maka akan tercipta kerukunan hidup. Indonesia merupakan sebuah negara yang sangat heterogen.

Walau begitu, perbedaan yang ada harus dimaknasi dengan bijak. Untuk itu, perlu diimplementasikan sikap menghargai keberagaman dengan baik.

Baca juga: Back to Campus, 5 Tips Ini Bantu Kamu Lewati Semester Pertama dengan Mudah

Baca juga: 3 Tips Hadapi Quarter Life Crisis: Pentingnya Self Love

Berikut ini adalah 10 sikap menghargai keberagaman, seperti dihimpun Kanal Edukasi Okezone.

1. Bersikap dan menghormati orang lain dengan baik tanpa memandang usia, agama, ras, dan budaya.

2. Tidak membicarakan kejelekan orang lain.

3. Mendengarkan orang lain ketika berbicara tanpa memotong pembicaraan.

4. Berbicara dengan sopan dan santun, seperti menggunakan kata-kata “permisi”, “silakan”, “tolong” dan “maaf”

5. Tidak mengganggu orang lain yang sedang beribadah.

6. Tidak memaksakan kehendak pada orang lain.

7. Menerima orang lain yang berbeda fisik, agama, atau ras.

8. Menghargai diri sendiri.

9. Menghargai privasi orang lain, misalnya mengetuk pintu sebelum masuk kamar anggota keluarga lain, meminta izin sebelum meminjam barang.

10. Bersikap toleran terhadap keyakinan dan ibadah yang dilaksanakan oleh yang memiliki keyakinan dan agama yang berbeda.

  • #Bhinneka Tunggal Ika
  • #Sikap menghargai keberagaman

UNS‘Solidarity in Diversity’ was appointed as the theme of the Sebelas Maret Islamic Festival [SIFT] Universitas Sebelas Maret [UNS] Surakarta in 2020. The webinar entitled ‘Islam, Tasamuh, and Plurality’ was also held as one of the SIFT webinar series by Jamaah Nurul Huda Islamic Student Activity Unit [JN-UKMI] UNS, Saturday [26/9/2020].

Present as a speaker, Prof. Dr. H. Abdul Mu’ti, M.Ed. who is a lecturer at the Faculty of Tarbiyah and Teacher Training [FITK] of UIN Syarif Hidayatullah, discussing tolerance in addressing diversity. Prof. Mu’ti explained that in responding to diversity, ‘tasamuh’ or tolerance is needed. Namely attitudes and behaviors that recognize and respect differences in both religious aspects and various other aspects of life.

“The word tasamuh, he added, is not found in the Koran. However, the attitudes and behavior of tasamuh are Islamic teachings and values ​​which are affirmed in several suras. Among other things, QS. Al-Kafirun [109]: 1-6 and QS. Al-An’am [6]: 107-108, “explained Prof. Mu’ti who is also a member of the Indonesia United Council of Religion and Pluralism.

Furthermore, Prof. Mu’ti also described the five attitudes and behaviors of tasamuh. First, understand and realize the differences between humans with one another. This includes understanding the points of difference and similarities and their causes.

After understanding these differences, the next attitude is to respect differences as a belief and personal choice. To act not to criticize, blame, demean, disbelieve, or impose one’s will on other people or parties.

“If we see differences more often as a product, not a process, it will create fanaticism. We are different, yes, but don’t vilify or criticize other groups. It is also not allowed for those of different religions. It is better to race with good, not evil and sentiments that end up criticizing others,” he added.

The third attitude is to accept the existence of different friends, while maintaining and maintaining personal or group beliefs and identities. Accepting this existence, can also be shown by providing opportunities, accommodating, and facilitating others to be able to carry out their beliefs and maintain their identity.

Because being different does not mean disagreeing, a priori, and not caring about other people or parties. Being different does not mean independent ”. This Tasamuh also encourages to help and foster love between humans. During, said Prof. Mu’ti, the origin of which is creed is not mixed.

This is in line with what Prof. emphasized. Mu’ti then, namely the importance of the process of knowing and associating with friends from various backgrounds. Where in the association, still apply a tolerant attitude to create peace. However, of course by not loosening self-confidence and covering up our identity.

“Tell us who we are. There is no need to hide each other’s beliefs. It is precisely this plurality that encourages us to show our beliefs. There are limits where we can be together, there are limits where we are different,” explained Prof. Mu’ti.

In his material, Prof. Mu’ti also explained that plurality is characterized by physical, intellectual, and religious differences that occur due to natural, scientific, and amaliah causes. Natural factors, he added, are factors that follow God’s law in various processes and events in the universe.

For example, people with different ethnicities, languages, nations, and other natural differences are evidence of God’s power. These variations show the existence of humans from one another. 
Meanwhile, scientific factors are related to intellectual processes, including the ijtihad method. In this case, humans differ in terms of religion, madhzab, strategy, and religious manhaj.

“Then, the amaliah factor relates to the context, orientation, and strategy of the struggle as well as personal matters,” added Prof. Mu’ti.

On this occasion, Prof. Kuncoro Diharjo as Vice Chancellor for Student Affairs and Alumni UNS to open the webinar. In his speech, Prof. Kuncoro thanked all those who have been willing to help and join SIFT UNS this year and invited the audience to always instill a sense of togetherness in differences. UNS Public Relations

Reporter: Kaffa Hidayati
Editor: Dwi Hastuti

If we cannot now end our differences, at least we can help make the world safe for diversity.

Jika kita tidak bisa mengakhiri perbedaan-perbedaan kita, paling tidak kita dapat membantu dunia aman untuk keanekaragaman
[John F. Kennedy]

What we have to do… is to find a way to celebrate our diversity and debate our differences without fracturing our communities.

Apa yang harus dilakukan … adalah menemukan cara untuk merayakan perbedaan dan mendiskusikan perbedaan tanpa memecah belah komunitas kita
[Hillary Clinton]

***

Jagad raya seisinya ciptaan Allah SWT ini memiliki pesona keanekaragaman yang luar biasa. Sebagai sesama anggota tata surya, bumi tempat kita hidup jauh berbeda dengan bulan dan matahari, dan anggota tata surya yang lain. Mereka semua juga berbeda dengan bintang gemintang yang bertebaran dalam jagat raya. Meski memiliki aspek kesamaan di atara warga tata surya itu, kita tidak akan mengelak tentang pesona kemajemukan dan kemanfaatannya bagi kehidupan manusia

Mengingkari keanekaragaman ciptaan Allah SWT tersebut sama artinya kita mengingkari semua ciptaan Allah yang Maha Kuasa itu.

Ya, kita juga mengetahui dengan pasti bahwa kita hidup hanya sekali. Salah satu masalah yang terjadi dalam kehidupan adalah saikap dan perilaku kita dalam menghadapi perbedaan-perbedaan itu. Padahal, perbedaan adalah menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan ini. Masalah yang timbul dalam kehidupan antara lain karena kita kurang cerdas menggunakan perbedaan sebagai modal untuk membangun kekuatan dalam kehidupan. Beda pendapat itu pasti. Beda pendapatan boleh jadi. Beda warna kulit itu bukan hanya teori. Cucu penulis yang kulitnya lebih putih mengatakan kulit kakungnya dikatakan “gosong”, itu bisa terjadi dalam keluarga sendiri, juga terjadi di negeri sendiri, bahkan juga terjadi di tempat yang lain lagi.

Kalau Barack Obama, yang nota bene adalah orang Amerika yang berkulit hitam, dapat menjadi presiden Amerika Serikat yang sangat populer, kenapa kita harus mempersoalkan warna kulit untuk membesar-besarkan perbedaan, ketimbang harus menekankan pentingnya kesatuan? Sekali lagi, kita hidup hanya sekali, dan untuk itu harus dapat menjunjung tinggi kebesaran Illahi, yang memang telah menciptakan perbedaan sebagai rahmat yang harus kita syukuri.

Sejarah Telah Memberi Pelajaran

Sejarah telah membuktikan kebenarannya bahwa untuk menjamin adanya kesatuan dan persatuan bangsa, ternyata tidak cukup menjadikan rasa persatuan dan kesatuan itu hanya sebagai janji suci berupa sumpah pemuda. Penjaminan adanya kesatuan dan persatuan bangsa juga tidak cukup hanya dijadikan sebagai kata-kata semboyan dalam lambang negara. Bahkan tidak cukup hanya menjadi sila-sila dasar negara yang kebanyakan orang sering lupa menyebutkan urutan dan rumusan kalimatnya. Bahkan secara bergurau P4 sebagai wahana sosialisasi dasar negara juga malah dipelesetkan menjadi pergi pagi pulang petang, karena sulitnya mencari sesuap nasi melalui kerja keras dalam pekerjaan.

Lalu, harus bagaimana? Ya, kita memang tidak bisa melupakan begitu saja Sumpah Pemuda. Kita juga perlu lambang Negara Bhinneka Tunggal Ika. Kita bahkan sangat perlu dasar negara Pancasila, dan juga UUD 1945. Tetapi lebih dari itu semua, kita masih lebih perlu lagi keteladanan pada pemimpin bangsa. Kita juga sangat perlu kebijakan, program, dan kegiatan yang transparan dan berkeadilan. Kita perlu melakukan perdamaian tanpa kekerasan, tetapi harus melalui pemahaman. Lebih dari itu, kita memang perlu anti diskriminasi, dan sekaligus memberantas perilaku korupsi, agar semua warga negara dapat dapat hidup di negara yang besar, kuat, maju, dan sejahtera.

Bagaimana Sikap Kita Menghadapi Perbedaan?

Pertama, meyakini bahwa perbedaan adalah satu hakikat dan keniscayaan sebagai ramhat Allah SWT. Percayalah bahwa perbedaan itu merupakan kenicayaan. Kita tercipta sebagai laki-laku yang berbeda dengat perempuan, tetapi Allah telah menyatukan dalam lembaga perkawinan yang agung. Oleh karena itu perbedaan memang merupakan hakikat yang pasti terjadi. Artinya, kita harus meneripa takdir Allah bahwa kita bisa jadi memang berbeda dengan tetangga, dengan sesama warga, dengan teman sekerja, dengan sesama umat manusia, yang memang telah ditakdirkan penuh dengan perbedaan dan kemajemukan. Perbedaan adalah rahmat dalam kehidupan kita yang fana ini.

Kedua, mencoba untuk memecahkan masalah perbedaan secara bijaksana, penuh pengertian, saling harga menghargai, serta tanpa paksaan dan kekerasan. Orang bijak mengatakan bahwa kita harus dapat menjadikan perbedaan sebagai modal untuk dijadikan kekuatan. Oleh karena itu, kita harus bijak dalam bertindak, terbuka dalam mengelola sesuatu yang berbeda.

Ketiga, menghadapi perbedaan tidak cukup hanya dengan mendiamkan, atau bahkan dengan menafikan keberadaannya, tetapi perlu dimusyawarahkan. Sesuai dengan nasihat John F. Kennedy, maka ‘jika kita tidak bisa mengakhiri perbedaan-perbedaan kita, paling tidak kita dapat membantu dunia aman untuk keanekaragaman”. Untuk memahami perbedaan itu, kita memerlukan data dan informasi tentang apa yang berbeda, bagaimana perbedaannya, dan mengapa hal itu telah berbeda. Data dan informasi itu diperlukan untuk – kalau bisa – mendekatkan alasan mengapa terlah terjadi perbedaan, untuk menyatukan perbedaan menjadi kesamaan. Di sini kita memerlukan dialog, memerlukan musyawarah. Di sini kita memang perlu diskusi, bahkan syah-syah saja untuk beradu argumentasi. Asal hal itu dilakukan dengan penuh kesopanan, tidak menggebrak meja ketika menjelaskan fakta. Jika pada akhirnya tidak terjadi kesepakatan, maka yang harus dilakukan adalah menerima dengan tangan terbuka, dan menghargai perbedaan itu sebagaimana adanya.

Keempat, menyikapi terjadinya perbedaan dengan melalui keteladanan, bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi teladan bagi orang lain. Khusus untuk para pemimpin, keteladanan itu akan menjadi pedoman bagi semua orang. Sesungguhnya keteladanan itu harus dibentuk dari diri sendiri, dari keluarga, dan kemudian menyebar dalam kehidupan.

Kelima, menyikapi adanya perbedaan dengan menetapkan kebijakan, program dan kegiatan bersama yang dirumuskan secara demokratis, transparan, terbuka, dan akuntabel. Perbedaan memang bukan sekedar masalah teori, tetapi lebih sebagai praktik yang memerlukan penerapan dan implementasi secara adil dan dapat menghindari kemungkinan timbulnya prasangka dan salah duga.

Akhir Kata

Demikianlah lima sikap dan perilaku yang perlu dilaksanakan ketika sedang menghadapi segala aspek tentang perbedaan dalam kehidupan. Mudah-mudahan tulisan singkat ini bermanfaat bagi para pembaca dalam menghadapi dan memecahkan masalah yang terkait dengan perbedaan. Amin.

                                                                             Depok, 7 November 2013

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề