Tujuan pembaruan pemikiran islam tuliskan apa saja tujuannya

Lihat Foto

Wikimedia Commons/Auguste Couder

Muhammad Ali Pasha yang merupakan tokoh pembaharuan Islam dari Mesir.

KOMPAS.com - Setelah Revolusi Prancis pada 1789, negara itu mulai mengalami kemajuan pesat hingga menjadi saingan berat bagi Inggris.

Seiring perkembangannya, kedua negara tersebut kerap terlibat konflik. Sampai pada akhir abad ke-18, Inggris berusaha untuk mengembangkan kepentingan-kepentingannya di India, pasca-mundurnya Dinasti Mughal.

Prancis yang berada di bawah kekuasaan Napoleon Bonaparte kemudian berusaha memutus komunikasi antara Inggris dan India dengan menguasai Mesir.

Masih di tahun yang sama, Napoleon berhasil menguasai Mesir, yang membuat para umat Islam merasa terjajah oleh bangsa Barat.

Oleh sebab itu, mulai muncul tokoh-tokoh yang melakukan pembaharuan Islam di Mesir.

Lalu, siapa saja tokoh-tokoh pembaharuan Islam di Mesir?

Baca juga: Karya dan Pemikiran Ibnu Khaldun

Muhammad Ali Pasha

Muhammad Ali Pasha merupakan salah satu tokoh yang gencar menyuarakan pembaharuan islam di Mesir yang lahir dari keluarga sederhana.

Kendati demikian, ia mampu membangun karier sebagai pemungut pajak, kemudian masuk ke dinas kemiliteran dan menjadi perwira.

Sewaktu Napoleon Bonaparte menyerang Mesir, Muhammad Ali Pasha dikirim untuk memimpin pasukannya melawan Prancis dan mampu menyelesaikan misinya dengan baik.

Setelah berhasil memukul mundur pasukan Prancis, rakyat Mesir mulai menaruh simpati yang besar kepadanya.

Lihat Foto

Wikipedia

Jamaluddin al-Afghani

KOMPAS.com - Gerakan Tajdid adalah gerakan pembaruan dalam ajaran Islam yang sebelumnya telah terpengaruh dengan bidah, takhayul, dan khurafat.

Tajdid diambil dari bahasa Arab yang artinya terbaru atau manjadi baru. Kata ini kemudian dijadikan jargon dalam gerakan pembaruan Islam agar terlepas dari bidah, takhayul dan khurafat.

Gerakan ini diilhami dari Muhammad bin Abdul Wahab [pendiri Wahabi] di Arab Saudi, dan Jamaluddin Al-Afghani, tokoh pembaruan Islam dari Afghanistan.

Pembaharuan Islam juga terjadi di Indonesia, yang ditandai dengan berdirinya organisasi Islam seperti Muhammadiyah dan Persatuan Islam [Persis].

Baca juga: Tokoh-tokoh Pembaharu Islam di Mesir

Latar belakang munculnya gerakan Tajdid

Gerakan Tajdid atau pembaruan dalam Islam muncul pada periode modern, yakni sekitar abad ke-17 hingga abad ke-18, yang terinspirasi dari Ibnu Taimiyah.

Ibnu Taimiyah adalah ulama dan filsuf dari Turki yang dikenal sebagai sosok yang sangat teguh pendiriannya, terutama pada syariat Islam.

Penyebab munculnya gerakan ini berasal dari faktor internal umat Islam, yang waktu itu mulai dirusak oleh paham syirik dan bidah.

Gerakan ini berhasil di Arab Saudi, setelah digerakan oleh Muhammad bin Abdul Wahab dan didukung oleh Muhammad bin Saud, pendiri Negara Saudi Pertama.

Keberhasilan gerakan Tajdid di Arab Saudi ditandai dengan berdirinya negara Arab Saudi.

Sejak itu, gerakan Tajdid berkembang hingga ke Benua Afrika. Hal ini ditandai dengan munculnya tokoh-tokoh pembaru Islam, seperti Usman dan Fonjo di Nigeria, Muhammad Ali bin as-Sanusi di Libya, dan Muhammad Ahmad bin Abdullah di Sudan.

Kehidupan yang mengalir dinamis telah melahirkan pembaharuan-pembaharuan Islam baik secara pemikiran atau gerakan. Pembaruan di sini bukan penambahan ajaran baru dalam Islam. Namun, proses pengembalian Islam sesuai sumbernya dalam rentang zaman. Termasuk, penyelesaian permasalahan baru yang ditemui dikaitkan dengan rujukan Islam.

Dalam Islam, istilah pembaruan dikenal dengan tajdid. Para mujaddid [pelaku pembaru] lahir sebagai reaksi atau tanggapan terhadap tantangan-tantangan internal maupun eksternal yang menyangkut keyakinan dan urusan sosial umat.

Rasulullah SAW sendiri menjamin bahwa Allah SWT akan melahirkan seorang mujaddid dalam kurun waktu satu abad [seratus tahun]. Fungsinya, sama seperti nabi yang diutus. Seorang mujaddid akan mengembalikan umat kepada tuntunannya Alquran dan sunah serta membawa umat Islam keluar dari kesesatan. Seperti ditegaskan Rasulullah SAW dalam sabdanya, "Sesungguhnya Allah akan mengutus kepada umat ini [umat Islam] pada permulaan setiap abad orang yang akan memperbarui [memperbaiki] urusan agamanya." [HR Abu Dawud].

Jadi, istilah tajdid telah mendapatkan pengesahan dari Alquran dan hadis sendiri. Sepeninggal Rasulullah SAW akan ada seorang mujaddid yang tampil setiap seratus tahun sebagai mujaddid yang melakukan pembaruan. Ia akan menyelamatkan umat dari penyimpangan akidah.

Istilah mujaddid baru terdengar nyaring setelah muncul gerakan dalam Islam sebagai kontak yang terjadi antara Islam yang dianggap mundur dan Barat yang dianggap maju. Seperti diterangkan dalam Ensiklopedi Hukum Islam, gerakan pembaruan dalam Islam memang terdapat pada periode modern. Namun, sebelum masa itu keinginan untuk mengadakan perubahan juga telah timbul.

Misalnya, seperti apa yang dicetuskan Muhammad bin Abdul Wahhab [1703-1792]. Gerakannya yang dikenal dengan nama Wahabi dilatarbelakangi oleh faktor internal Arab Saudi. Saat itu, paham tauhid kaum awam telah dirusak oleh kebiasaan-kebiasaan syirik dan bid’ah. Gerakan ini berhasil berkat bantuan kepala suku bernama Muhammad bin Sa’ud [wafat 1765] yang kemudian mendirikan kerajaan di bawah pimpinan keturunannya. Gerakan Wahabi dijadikan mazhab resmi kerajaan itu.

Di samping mempunyai gerakan, Ibnu Abdul Wahhab juga mempunyai pendapat bahwa pintu ijtihad tetap terbuka dan ijtihad boleh dilakukan dengan jalan kembali kepada Alquran dan sunah Nabi Muhammad SAW.

Gerakan Wahabi disusul oleh serentetan gerakan di Afrika. Gerakan yang bercorak sufistik itu akhirnya berhasil mendirikan negara-negara Islam. Di antara para pemimpinnya yang terkenal, yakni Usman dan Fonjo [1754-1817] di Nigeria, Muhammad Ali bin as-Sanusi [1787-1859] di Libya, dan Muhammad Ahmad bin Abdullah [1843-1885] di Sudan yang gerakannya disebut Mahdiyyah.

Di India, pembaruan terutama dilakukan oleh Syekh Ahmad Sirhindi [1564-1624] dan Syah Waliyullah [1702-1762]. Mereka melihat bahwa akidah umat Islam India telah dirusak oleh sinkretisme. Oleh sebab itu, mereka mengeluarkan seruan untuk kembali kepada Alquran dan sunah dalam segala lapangan kehidupan.

Selanjutnya, Syah Waliyullah berpendapat, untuk memperbaiki masyarakat Muslim di India, mesti diadakan perombakan terhadap kekuasaan Moghul. Sumbangannya yang terutama bagi pemikiran modernis, yaitu kritiknya terhadap taklid [meniru] dan dibukanya kembali pintu ijtihad.

Gerakan-gerakan pramodern telah mewariskan bagi Islam modern suatu interpretasi ideologis terhadap Islam dan metode-metode gerakan serta organisasi. Kalau gerakan pramodern, terutama dimotivasi oleh faktor internal, gerakan modern dimotivasi oleh faktor internal dan eksternal, baik oleh kelemahan internal maupun oleh ancaman politis dan religiokultural kolonialisme.

Tanggapan para tokoh pembaruan pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 terhadap dampak Barat bagi masyarakat Muslim terwujud dalam usaha sungguh-sungguh untuk menginterpretasi Islam dalam menghadapi perubahan kehidupan. Mereka menekankan sikap dinamis, luwes, dan dapat menyesuaikan diri yang menjadi ciri kemajuan Islam pada Zaman Klasik [650-1250], terutama kemajuan di bidang hukum, pendidikan, dan sains.

Mereka juga menekankan pembaruan internal melalui proses reinterpretasi [ijtihad] dan adaptasi secara selektif [Islamisasi] terhadap ide-ide dan teknologi Barat. Sebab, pembaruan dalam Islam merupakan suatu proses kritik diri ke dalam dan perjuangan untuk menetapkan Islam kembali guna menunjukkan relevansinya dengan situasi-situasi baru yang dihadapi oleh masyarakat Islam.

Beberapa belahan bumi telah melahirkan gerakan-gerakan pembaruan Islam yang tema dan aktivitasnya diilustrasikan di dalam beberapa figur utama, seperti di Timur Tengah Jamaluddin al-Afgani [1838-1897] dengan gerakan Pan-Islamisme serta para pengikutnya, seperti  Muhammad Abduh [1849-1905] dengan gerakan Salafiyah dan Muhammad Rasjid Rida [1865-1935].

Selain itu, di Asia Selatan muncul seorang mujaddid, Sayyid Ahmad Khan [1817-1898] dan Muhammad Iqbal. Meskipun mereka tidak berhasil melahirkan reinterpretasi terhadap Islam secara sistematis, pandangan mereka telah menerobos ke dalam masyarakat Islam.

Di antara tokoh pembaruan generasi berikutnya, yaitu Hasan al-Banna [1906-1949] dari Mesir dengan gerakan Ikhwanul Muslimin dan Maulana Abu A’la al-Maududi [1903-1979] dari India dengan gerakan Jamiat al-Islam. Di Indonesia, gerakan pembaruan melahirkan organisasi pembaru, seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Persatuan Islam [PERSIS], dan lain-lain. n ed: hafidz muftisany

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề