Kita patut bersyukur bahwa pada hari ini Yesus memberikan kepada pengikut-Nya dan seluruh umat manusia hukum atau perintah utama dan pertama, yakni hukum kasih. "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”, sebagai hukum utama dan pertama. Bahkan pada kedua hukum ini dinyatakan tergantung hukum Taurat dan kitab Para Nabi.
Kalau kita refleksikan secara mendalam, betapa sempurnanya hukum yang diberikan oleh Yesus kepada manusia. Dalam hukum ini tergambar relasi yang penuh, secara vertikal dan horizontal. Relasi vertikal adalah hubungan kasih antara manusia dengan Allah yang terwujud dalam totalitas hati, jiwa, akal budi yang dengan kata lain dengan seluruh jiwa dan raga. Artinya tak ada sisa unsur personalitas manusia yang terlibat dalam mengasihi Tuhan Allah.
Relasi horizontal adalah relasi kasih manusia dengan sesamanya seperti diri sendiri, juga mensyaratkan keterlibatan semua unsur personalitas. Manusia bahkan harus rela menyamakan kasih kepada sesama dengan kasih kepada diri sendiri, satu sikap dan tindakan yang dalam praksis tidak selalu mudah.
Dalam kehidupan sehari-hari, “hukum kasih” menjadi sesuatu yang sangat mudah diucapkan namun tidak begitu mudah dilaksanakan. Butuh kesadaran dan komitmen yang tinggi untuk melibatkan seluruh jiwa raga. Namun, kita bersyukur bahwa Yesus sebagai Sang Pemberi Hukum ini telah mengajarkan sekaligus memberi teladan secara sempurna melalui hidup, sengsara, wafat, dan kebangkitan-Nya sebagai perwujudan kasih tanpa batas itu.
Yesus telah mewujudkan kasih yang sempurna melalui sengsara/salib, yakni kasih kepada Bapa-Nya dan kasih kepada manusia dalam totalitas. Salib/sengsara Yesus Kristus menjadi pola hubungan kasih secara vertikal dan horizontal.
Hukum kasih merupakan penyederhanaan yang sempurna dari hukum Taurat dan kitab Para Nabi. Tujuannya agar umat manusia mudah memahami, menghayati dan mengamalkannya. Namun, dalam hidup sehari-hari tidak semudah dan sesederhana yang kita bayangkan. Sering seseorang jatuh dalam godaan ekstrem berat sebelah. Kasih yang total kepada Allah sering tidak diimbangi kasih kepada sesama atau sering lupa akan kasih kepada sesama. Atau terlalu mengasihi sesama, sampai lupa atau mengabaikan kasih terhadap diri sendiri yang merupakan syarat untuk dapat mengasihi sesama.
Nonsense, seseorang dengan seluruh kepribadiannya dapat mengasihi Tuhan yang tidak nampak, jika ia tidak terlebih dahulu mengasihi sesamanya yang nampak. Dan bagaimana mungkin seseorang dapat mengatakan bahwa ia sangat mengasihi sesamanya tanpa terlebih dahulu mengasihi dirinya sendiri.
Yesus dengan sangat indah memformulasikan secara ringkas hukum Taurat dan kitab para Nabi dalam keseimbangannya. Maka, menjaga keseimbangan dan totalitas kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama seperti diri sendiri menjadi tugas semua umat yang beriman kepada Sang Pemberi Hukum itu tidak hanya pada level pemahaman [kognitif] tetapi meningkat dan mendalam pada level penghayatan [internalisasi, afektif] dan pengamalan [psikomotoris, praksis]. Tuhan memberkati.
Yohanes Bosco Otto [Ditjen Bimas Katolik]
[sumber: kemenag.go.id]
Hukum Kasih atau Hukum yang terutama adalah dua hukum terutama dari Taurat yang diajarkan oleh Yesus Kristus yang tercatat dalam Matius 22:37-40 dan Markus 12:29-31, serta sebagai jawaban dari pertanyaan yang diberikan Yesus yang tercatat dalam Lukas 10:27. Hukum pertama mencakup hubungan dengan Tuhan Allah, sedangkan hukum kedua berhubungan dengan etika timbal balik. Hukum pertama dikutip dari Ulangan 6:5 dan hukum kedua dari Imamat 19:18.
“ | Ketika orang-orang Farisi mendengar, bahwa Yesus telah membuat orang-orang Saduki itu bungkam, berkumpullah mereka dan seorang dari mereka, seorang ahli Taurat, bertanya untuk mencobai Dia: "Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?" Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi." | ” |
— Matius 22:34-40 |
“ | Lalu seorang ahli Taurat, yang mendengar Yesus dan orang-orang Saduki bersoal jawab dan tahu, bahwa Yesus memberi jawab yang tepat kepada orang-orang itu, datang kepada-Nya dan bertanya: "Hukum manakah yang paling utama?" Jawab Yesus: "Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini." | ” |
— Markus 12:28-31 |
“ | Pada suatu kali berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus, katanya: "Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?" Jawab Yesus kepadanya: "Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di sana?" Jawab orang itu: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." Kata Yesus kepadanya: "Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup." | ” |
— Lukas 10:25-28 |
“ | "Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa! Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu." | ” |
— Ulangan 6:5 |
“ | "Janganlah engkau menuntut balas, dan janganlah menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu, melainkan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri; Akulah TUHAN." | ” |
— Imamat 19:18 |
Perumpamaan orang Samaria yang merefleksikan Hukum Kasih.
Hukum kedua yang berbunyi: "Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri," juga dikenal sebagai rumusan dari etika timbal balik yang juga disebut Aturan Emas [sejak 1300 SM].[1] Lebih lanjut, Yesus juga menjelaskan tentang siapakah sesama manusia dalam perumpamaan orang Samaria yang murah hati.
- Shema
- Bagian Alkitab yang berkaitan: Matius 22, Markus 12, Lukas 10, Ulangan 6, dan Imamat 19.
Hukum Kasih Kehidupan Yesus | ||
Didahului oleh: Pertanyaan orang Saduki tentang kebangkitan |
Injil Matius pasal 22 Minggu Sengsara |
Diteruskan oleh: Hubungan antara Yesus dan Daud |
Injil Markus pasal 12 Minggu Sengsara | ||
Didahului oleh: Ucapan syukur dan bahagia |
Injil Lukas pasal 10 |
Diteruskan oleh: Perumpamaan orang Samaria yang murah hati |
- ^ Plaut, The Torah — A Modern Commentary; Union of American Hebrew Congregations, New York 1981; pp.892.
Diperoleh dari "//id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hukum_Kasih&oldid=19489152"
30 Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti Akan terjadi SDGDKDULKDULWHUDNKLUGHPLNLDQODK¿UPDQOODKEDKZDNX akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia; maka anak-anakmu laki- laki dan perempuan akan bernubuat, dan teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan, dan orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi. Juga ke atas hamba-hamba-Ku laki-laki dan perempuan akan Kucurahkan Roh-Ku pada hari-hari itu dan mereka akan bernubuat. Kis. 2:17-18 Apa yang disaksikan oleh orang banyak itu tidak lain adalah bukti bahwa Yesus yang disalibkan dan yang telah bangkit dan naik ke surga itu, sungguh-sungguh berkuasa. “Jadi apa yang harus kami lakukan?” tanya orang banyak itu.Para murid yang tadinya sangat ketakutan dan selalu bersembunyi, kini berubah menjadi orang-orang yang sangat berani dan penuh rasa percaya diri. Mereka dengan tegas memberikan kesaksian tentang pengalaman mereka bersama Kristus yang telah bangkit itu. Melalui kesaksian mereka yang sangat meyakinkan itu sehingga orang banyak tergerak dan bertanya lebih jauh, “Jadi apa yang harus kami lakukan?” Petrus menjawab, “Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus” ay. 38. Hari itu juga banyak orang yang meminta agar mereka dibaptiskan. Jumlah mereka sekitar tiga ribu orang. Itulah gereja perdana. Apa yang menarik dari bagian kisah ini? Ternyata gereja tidak pertama-tama dibentuk oleh gedungnya. Bahkan orang- orang Kristen perdana justru berkumpul setiap hari di Bait Allah Kis 2:46, bukan karena mereka tidak punya tempat ibadah, melainkan karena mereka memandang diri mereka sebagai bagian dari umat Yahudi. Di sini kita dapat melihat bahwa gereja, seperti yang dikatakan dalam kata-kata nyanyian pembukaan kita, terutama sekali adalah orangnya. Di negara barat ada gereja-gereja yang kini kosong karena orang-orang Kristen di sana meninggalkan iman mereka atau tidak mau lagi pergi ke gereja. Dapatkah gedung-gedung gereja itu disebut sebagai “gereja”? Sudah tentu tidak Gereja tanpa orangnya bukanlah gereja.