Apa kata alkitab tentang hukum gereja

Setiap orang yang bersalah tentunya akan mendapat hukuman, salah satunya yaitu hukuman mati yang mana hal ini masih diperdebatkan oleh banyak negara. Padahal dari sisi Kristen, ada banyak ayat Alkitab tentang hukuman mati yang dituliskan dengan jelas pada masa Perjanjian Lama. Akan tetapi masih banyak juga hamba Tuhan yang mengingatkan bahwa hukuman mati ini di Perjanjian Baru menjadi bertentangan dengan hukum kasih dalam Alkitab. Oleh sebab itu hukuman mati menjadi hal yang perlu diskusi lebih lanjut sebelum dijatuhkan. Untuk lebih jelasnya dari sisi Kristen, sebaiknya simak saja berikut ini beberapa ayat Alkitab tentang hukuman mati.

Perjanjian Lama

Keluaran 21:12 “Siapa yang memukul seseorang, sehingga mati, pastilah ia dihukum mati”

Ulangan 24:16 “Janganlah ayah dihukum mati karena anaknya, janganlah juga anak dihukum mati karena ayahnya; setiap orang harus dihukum mati karena dosanya sendiri.”

Dari ayat yang terdapat pada Perjanjian Lama di atas jelas bahwa saat itu Allah mengijinkan manusia yang berbuat dosa dihukum mati di dunia. Sehingga mereka tidak layak diberikan kehidupan. Akan tetapi hal yang perlu diingat bahwa di masa Perjanjian Lama hukuman mati tersebut pada akhirnya menjadi bagian dari tujuan Hukum Taurat yang sebenarnya tidak hanya mutlak dari Allah saja tetapi telah disesuaikan pula oleh ahli taurat sehingga tidak sepenuhnya mencerminkan keinginan Allah pada umatNya.

Imamat 24:21 “Siapa yang memukul mati seekor ternak, ia harus membayar gantinya, tetapi siapa yang membunuh seorang manusia, ia harus dihukum mati”

Keluaran 31:14 “Haruslah kamu pelihara hari Sabat, sebab itulah hari kudus bagimu; siapa yang melanggar kekudusan hari Sabat itu, pastilah ia dihukum mati, sebab setiap orang yang melakukan pekerjaan pada hari itu, orang itu harus dilenyapkan dari antara bangsanya.”

Hal ini dipertegas oleh Allah melalui ayatNya yang lain pada masa itu. Termasuk jika manusia melanggar berbagai macam sifat dosa menurut Alkitab yang dianggap besar, maka hukuman mati dapat diberikan pada mereka yang melanggarnya. Sehingga hukuman mati pada masa tersebut cukup lazim dan cukup banyak dilakukan. Akan tetapi apa yang dilakukan tersebut sebaiknya doakan lagi lebih dahulu, karena belum tentu keputusan untuk menghukum mati nantinya benar sesuai firman atau tidak perlu.

Perjanjian Baru

Ibrani 10:28 “Jika ada orang yang menolak hukum Musa, ia dihukum mati tanpa belas kasihan atas keterangan dua atau tiga orang saksi.”

Dikatakan di atas, memang Allah dahulu membiarkan dan menghendaki hukuman mati pada beberapa tokoh-tokoh Alkitab sejati yang kisahnya tercatat dalam Alkitab. Akan tetapi hal ini bukan hanya dilakukan akibat murka sesaat. Oleh sebab itulah Allah kemudian memperbarui janjiNya melalui penyelamatan yang dilakukan lewat penebusan Yesus di kayu salib. Karena bagi Allah, Dia memandang bahwa hukuman mati belum tentu yang terbaik untuk diberikan pada umat Kristen. Oleh sebab itu selanjutnya ada beberapa ayat yang berkaitan akan hal tersebut.

Roma 7:4 “Sebab itu, saudara-saudaraku, kamu juga telah mati bagi hukum Taurat oleh tubuh Kristus, supaya kamu menjadi milik orang lain, yaitu milik Dia, yang telah dibangkitkan dari antara orang mati, agar kita berbuah bagi Allah.”

Roma 7:6 “Tetapi sekarang kita telah dibebaskan dari hukum Taurat, sebab kita telah mati bagi dia, yang mengurung kita, sehingga kita sekarang melayani dalam keadaan baru menurut Roh dan bukan dalam keadaan lama menurut huruf hukum Taurat.”

Dikatakan melalui ayat di atas bahwa pada masa Perjanjian Baru, umat Kristen sudah tidak lagi berpegang pada hukum Taurat sepenuhnya. Padahal dasar dari hukuman mati yang diperkenankan Allah merupakan bagian dari hukum Taurat. Akan tetapi melihat dari kasih yang Allah berikan melalui penebusan dosa, maka sudah jelas bahwa di masa sekarang kesalahan tidak harus dihukum oleh hukuman mati yang tidak mengenal prinsip kasih tentang Alkitab dan belas kasihan. Tetapi bisa mempertimbangkan hukuman lain yang lebih manusiawi dan lebih sesuai.

1 Korintus 13:13 “Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih.”

Tuhan mengingatkan bahwa pada prinsipnya jika ingin menghukum orang lain maka sebaiknya berkaca dahulu pada diri sendiri. Pastikan juga untuk bertanya pada Roh Kudus akan apa yang hendak kita lakukan. Karena Allah meminta kita untuk tidak  lagi berpatok pada hukuman mati atas kesalahan seseorang. Sebaiknya lakukan hukuman yang bijaksana dan minta terlebih dahulu pimpinan serta rahmat Allah dalam memutuskan apakah yang terbaik. Sehingga nantinya tidak merasa bersalah atau mengecewakan banyak pihak saat menjatuhkan hukuman mati.

Itulah beberapa ayat Alkitab tentang hukuman mati. Memang di dalam Perjanjian Lama hukum yang berlaku termasuk pemberian Allah sendiri cukup ketat pada siapa saja yang melanggar ketentuan Allah. Sehingga sering kali ada banyak orang yang takut berbuat macam-macam dosa menurut Alkitab atau kesalahan karena tidak berani mendapatkan hukuman tersebut. Namun lain lagi konsep yang ditekankan pada Perjanjian Baru. Dimana manusia telah diselamatkan melalui penyaliban Yesus. Sehingga kesalahan yang dihukum mati ini berhak untuk ditolerir atas dasar kemanusiaan dan kasih yang Allah ajarkan pada umat manusia.

fbWhatsappTwitterLinkedIn

Ada banyak pandangan mengenai hukum gereja terhadap aborsi. Umumnya hal ini tak lepas dari dosa perzinahan menurut Alkitab yang membuat banyak orang akhirnya tidak memberikan contoh perilaku. Oleh sebab itu gereja bersikap tegas akan hal tersebut dan memberikan hukuman yang jelas bagi mereka yang melakukan aborsi menurut agama Kristen. Jika ingin tahu seperti apa bentuk dan rupanya, maka berikut ini beberapa poin yang berkaitan dengan hukum gereja terhadap aborsi.

Pandangan Gereja Terhadap Aborsi

Gereja sendiri memberikan pandangannya mengenai perbuatan seperti aborsi dan memberikan hukuman bagi mereka yang melakukan hal tersebut. Karena tidak hanya gereja saja, bahkan pemerintah sendiri menetapkan hukum bagi perlakukan aborsi dan perzinahan. Oleh sebab hal ini merupakan salah satu bentuk macam-macam dosa menurut Alkitab yang tidak diperkenankan. Apalagi aborsi sendiri sama halnya dengan membunuh seseorang yaitu bayi di dalam kandungan. Sehingga tentu aborsi adalah hal yang harus dihindari.

Hukum Gereja Terhadap Aborsi

Adapun berikut ini beberapa hukum gereja terhadap aborsi yang dilakukan oleh sebagian besar gereja jika mengetahui hal tersebut.

1. Hukuman Berdasarkan Kasih

Hal pertama yang diterapkan gereja, meskipun melihat saudara seiman berbuat dosa, maka pihak gereja tetap melakukan prinsip kasih tentang Alkitab. Karena pada dasarnya hanya Allah sendiri yang berhak menentukan hukuman atas dosa kita, tidak ada manusia yang berhal melakukan hal tersebut. Oleh sebab itu hukuman yang diberikan gereja tetap bersifat kasih dan bukan mengucilkan atau mengusir mereka yang berbuat zinah termasuk aborsi.

2. Hukuman Pertobatan

Selanjutnya di dalam gereja juga menghukum orang yang melakukan dosa dan kesalahan untuk melakukan cara bertobat orang Kristen. Karena pada dasarnya manusia akan melakukan dosa, tetapi setiap orang memiliki kesempatan untuk bertobat. Oleh sebab itu bagi mereka yang ingin mendapatkan pengampunan, maka sebaiknya bertobat dan berjanji pada Tuhan untuk tidak melakukan dosa zinah dan dosa aborsi lagi di kemudian hari.

3. Hukuman Pernikahan

Selanjutnya gereja umumnya akan menghukum pasangan yang melakukan aborsi untuk segera melangsungkan peneguhan pernikahan. Sehingga apa yang dilakukan di masa lalu tidak akan terjadi kembali di masa yang akan datang. Karena dosa bersifat menjerat, termasuk halnya dosa zinah dan aborsi. Oleh sebab itu gereja lebih menginginkan mereka yang melakukan zinah untuk bertobat lalu meminta peneguhan nikah supaya berikutnya mereka menjadi suami istri yang sah di dalam Tuhan. Dengan demikian resiko melakukan zinah maupun berujung pada aborsi dapat dicegah dan dihindari.

Itulah beberapa penjelasan hukum gereja terhadap aborsi yang penting diketahui. Karena hari-hari ini adalah jahat sehingga banyak yang jatuh dalam dosa termasuk melakukan hukum berzinah menurut Kristen hingga akhirnya hamil dan memutuskan untuk melakukan aborsi. Hendaknya pertimbangkan dengan baik sebelum melakukan sesuatu. Sehingga dosa ini bisa dihindari dan tidak membawa pada kejatuhan hidup iman kita sebagai orang percaya. Dengan berdoa dan meminta pertolongan dan tujuan karunia Roh Kudus, maka hidup kita senantiasa dekat dengan Allah dan menjauhi keinginan dosa tersebut.

fbWhatsappTwitterLinkedIn

HUKUM GEREJA

I.   Pendapat para Ahli tentang hukum gereja

Pendapat para ahli tentang hukum gereja berbeda-beda: ada yang menganggapnya sebagai hukum dalam arti yuridis, dan ada juga yang menganggap sebagai peraturan  atau orde, yakni:

-          G. Voetius, menyebut hukum gereja sebagai ilmu yang suci tentang pemerintahan Gereja yang kehilahatan

-          H. Bouman, hukum gereja adalah “hukum yang berlaku dan harus berlaku” dalam gereja sebaagai “lembaga”.

-          Th. Haitjema, ia tidak mau berkata-kata tentang hukum gereja, tetapi “orde” atau “peraturan” dalam hidup dan pelayanan Gereja

-          H. Berkhoft, mengenai hukum gereja lebih menyetujui kata “peraturan” atau “tata gereja” daripada tentang hukum gereja.

Dari penulis menyetujui bahwa hukum gereja ialah ilmu yang mempelajari dan menguraikan segala peraturan dan penetapan yang digunakan oleh gerja untuk menata atau mengatur hidup dan pelayanannya di dalam dunia.

Beberapa penjelasan mengenai defenisi diatas, yakni:

-          Sebagai disiplin ilmiah, tugas hukum gereja bukan saja mempelajari peraturan-peraturan dan penetapan penetapan yang berlaku bagi gereja, artinya bahwa tidak cukup kalau ia hanya mengetahui, bagaimna suatu gereja ditata atau diatur, tetapi ia juga harus mengetahui, bagaimana suatu gereja seharusnya ditata atau di atur.

-          Cara yang digunakan gereja untuk menata atau mengatur  hidup dan pelayanannya di dunia, erat hubungannya dengan pandangannya tentang hakkikat dan panggilan gereja.

-          Petunjuk-petunjuk mengenai bagaimana gereja harus ditata atau atur, sedikit atau banyak dapat diketahui dari pengakuan iman mereka, yakni hukum gereja erat hubungan dengan ekkleseologi lebih dari itu hukum gereja bukan saja erat hubungannya dengan ekklesiologi tetapi ia berakar di dalamnya.

II.     Apakah itu gereja?

Mengenai pertanyaan apakah itu gereja, kita dapat memberi jawaban yakni kalau kita meninjua dari bentuk pemunculannya di dunia, ia pada satu pihak, adalah suatu perhimpunan  manusia biasa yang mempunyai kesamaan tertentu dengan lembaga-lembaga kemasyarakatan di dunia. Tetapi kalau kita melihatnya dari segi hakikatnya, ai pada lan pihak, adalah suatu persekutuan rohani dengan Yesus Kristus sebagai kepala.

Dalam hubungannya dengan defenisi diatas orang sering membuat perbedaan antara “Gereja yang kelihatan” dan “Gereja yang tidak kelihatan”.

-          Mengenai konsep “Gereja yang kelihatan” dan “gereja yang tidak kelihatan” bukan dalam arti dua gereja, tetapi dua sisi dari gereja itu sendiri: “segi luarnya” yang kelihatan dan “segi dalamnya” yang tidak kelihatan.

-          Hukum Gereja hanya berhubungan dengan “Gereja yang kelihatan”

III.  Apa yang dimaksud dengan hukum?

Hukum umumnya dianggap sebagai suatu alat untuk nenata atau mengatur kehidupan bersama. Hukum berusaha mengatur secara damai dan adil hubungan lahiriah antara manusia dan sesamanya. Dari definisi ini dapa dikatakan Hukum gereja berfungsi mengatur hubungan-hubungan lahiriah dalam gereja sebagai lembaga dan hubungan antara Gereja yang satu dengan Gereja yang lain dan antar Gereja dan Negara. Kalau hal ini tidak di lakukan,  gereja tidak dapat memenuhi tugas dan panggilannya dengan baik. Itulah sebabnya Rasul paulus dalam suratnya yang pertama pada jemaatnya di korintus menasihatkan anggota-anggota jemaat, supaya “segala sesuatu di situ harus berlangsung sopan dan teratur“[14:40].

Gereja tidak sama dengan lembaga-lembaga kemaasyarakatan. Gereja adalah satu persekutuan iman. Karena itu peraturan-peraturanya kita tidak boleh samakan dengan undang-undang Negara dan tidak boleh kita memperlakukanya secara yuridis. Peraturan-peraturan gereja adalah peraturan-peraturan yang sesungguhnya, peraturan-peraturan yang harus di taati. Dalam hal ini peraturan-peraturan gereja tidak berbeda dengan peraturan-peraturan yang lain. Tetapi dasar ketaatan itu adalah kasih,bukan kekerasan, kebebasan, bukan paksaan.

IV.  Tempat Hukum Gereja dalam Ilmu Theologi.

Hukum gereja sebagai disiplin ilmu teologi untuk itu harus mempunyai “dasar dogmatis” makanya ia berakar di dalam eklesiologis [Karl Barth]. Begitu juga dengan pembagian dari A. Kuyper, membedakan empat kelompok mata pengajaran dalam ilmu theology   yaitu bibliologis, kelompok ekklesiologi,kelompok dogmatologis dan kelompok diakonologis, nah, menurutnya hukukm gereja bersama-sama dengan sejarah gereja, di golongkan pada kelompok eklesiologis.

Dalam sekolah-sekolah theologi kita di Indonesia, hukum gereja umumnya dianggap sebagai bagiana dari teologi praktika, namun ada banyak ahli yang tidak setuu dengan penggolongan ini, menurut mereka sngat merugikan karena terlampau semput cakupannya dan juga banyak menimbulkan salah paham yakni mempunyai pandangan yang tidak benar tentang hukum gereja, sehingga dalam penyususnannya merek mempercayakan kepada anggota jemaat yang ahli di bidang hukum.

V.    Apakah mungkin gereja-gereja menyusun suatu hukum gereja yang oikumenis?

Hukum gereja yang oikumenis ini merupakan suatu hukum gereja yang menyelediki apakah terdapat stuktur dasar bersama yang dapat digunakan sebagai basis [dasar] dan titik tolak dari usaha untuk memciptakan suatu persekutuan gerejawi yang oikumenis, dimana pertenntang-pertentangan konfensional tertentu pada waktu ini dapat dibatasi atau ditiadakan.

Di Indonesia dijalankan oleh PGI, yang ditawarkan kepada Gereja-gereja anggota sebagia bahan studi, supaya dengan demikian mudah-mudahan dapat diciptakan suatu tata gereja oikumenis yang dapat menreka gunakan untuk penataan [penyusunan] Gereja mereka masing-masing.

Begitu juga dengan DGD dalam usaha ini menebitkan suatu laporan tentang “Baptisan, perjamuan malam dan jabatan”, dalam laporang ini mununjukkan bahwa DGD memberikan pokok-pokok yang penting untuk hukum gereja. 

SEJARAH HUKUM GEREJA

I.        Beberapa catatan historis, yang berhubungan denga perkembangan hukum gereja, karena Gereja telah mempunyai hukum peraturan-peraturannya sendiri.

-          Seperti kita ketahui bahwa pada abad ke-III gereja hidup sebagai suatu persekutuan yang di musuhi dan di siksa. Terutama sejak pemerintahan kaisar diolectianus dan pengganti-penggantinya [dari tahu 303-311]. Gereja hampir-hampir tidak mampu menanggung beratnya siksaan  itu.

-          Tetapi pada tahun 312 datang perubahan dalam situasi itu. Kaisar constantinus[yang munkin dalam hatinya telah betobat dan menjaadi Kristen] berhasil merampas kekuasaaan di bagian barat dari iparnnya, lucianus dan kekuasaan dari sebelah timur dari kerajaan Romawi. Pada tahun 313 keduanya sepakat mengeluarkan “keputusan milan” antara lain memberikann kebebassan penuh pada gereja.

-          Keputusan yang penting ini kemudian di ikuti oleh peraturan –peraturan lain seperti peraturan untuk menerima warisan peraturan tentang bantuan untuk mendirikan gedung ibadah dan  lain-lain yang sangat menguntungkan gereja. Keuntungan ini makin bertambah besar waktu constantinus mengalahkan Lucianus pada tahun 324 dan sendirian memegang kendali pemeritahan.

-          Akhirnya pada tahun 380 gereja di resmikan oleh kaisar Teodosius menjadi Gereja-Negara. Oleh peresmian ini gereja mulai menata dirinya dan mulai menyusun “hukum kanonik” , yang bukan saja mencakup praturan-peraturan untuk hidup kegerejaan, tetapi juga perkawinan, untuk warisan, untuk milik gereja, untuk pelanggaran-pelanggaran dan lain-lain.

Beberapa contoh bahwa dahulu gereja telah mempunyai peraturan yakni sebagai berikut:

-          Didakhe telah disusun pada abad peretama, memuat pertaturan-peraturan untuk hidup jemaat.

-          Selain itu juga didakhe menyebut Traditio apostolic, yaitu peraturan dari gereja lama.

-          Didaskalia disusun pada bagian pertama abad III dan  Constutituones apostolorum yang disusun kira-kira 380.

Pearturan-peraturan ini di susun oleh apra rasul. Juga ada bebrepa keputusan yang diambil dari sinode-sinode dan siding-sidang tentang ajara, tentang liturgy, dan tentang Gereja. Disamping keputusan itu juga para paus di Eropa barat menciptakan dekrit-dekrit dibidang hukum untuk gereja.  

II.     Reaksi reformasi

Luther, menyatakan bahwa hanya oleh pemberitaan yang murni dari Firman Allah hidup gereja dapat diatur dan ditata. Usaha penataan kembali gereja-gereja dipengaruhi oleh situasi historis pada saat itu, pada waktu itu pemerintahan lahhiriah gereja dijalankan oleh raja-raja dengan memnguanakan majelis-majelis yang anggota-anggotanya terdiri dari ahli-ahli hukum [yuis-yuris] dan ahli teologi. Keaadan ini meyebabkan hukum gereja lambat berkembang. dari perkembgan itu lahirlah tiga system  yakni system atau susunan episkopal, system atau susunan wilayah teritorialdan sisten atau susunan kolegiel .

Berbeda dengan Johanis Calvin menemukakan asas-asas dari system atau susunan presbiterial-sinodal.

Hukum gereja Reformed menekankan bahwa system atau susunan presbetial sinodal adalah satu-satunya system atau susunan yang Alkitabiah.

III.  Abad 19, Hukum Gereja dikelola secara modern dan ilmiah

Jerman yang memainikan peranan penting dalam hal ini, mereka mengajarkam produk mengenai suatu organisme yang hidup yang bertumbuh didalam dengan rakyat, suatu uangkapan sari kesadaran rakyat.

Pada tahun 1884 Royards dalam pidatonya menyatakan bahwa “ hukum gereja bukan saja sebagai ilmu pengetahuan,tetapi juga untuk pengajaran akademis” dengan suatu pertimbangan agar hukum gereja disejajarkan seperti di jerman  yaitu sebagai disiplin universiter. Permintaan Royards di terima. Di universitas-universitas hukum gereja di akui sebagai matakulia gerejawi, tetapi di bawah tanggung jawab guru-guru besar yang di angkat oleh gereja Hervormd.

GEREJA DAN HUKUM GEREJA

I.        Apakah hukum gereja digunakan untuk Gereja

Gereja dari mulanya telah mempunyai peraturan peraturan. Itu berarti, bahwa gereja dari mulanya telah menyatakan dirinya dalam suatu  “rupa”  yang tertentu:  Yaitu suatu rupa yang terorganiisir. Walaupun demikian sejarah gereja membuktikan bahwa banyak yang menentang akan hal ini.

-          Montanisme menurut pendiranya montanus, menentang akan peroganisasian gereja. Bagi mereka hal ini merupakan peduniawian terhadap gereja, karena itu mereka berusaha menghidupkan kembali profesi dari gereja purba.

-          Begitu juga  Yoakhim dari Fiore. Ia membagi sejarah gereja atas 3 periode, pertama ialah periode dari sang Bapa, yaitu periode dari ”daging” di mana status dari orang-orang yang kawin di junjung tinggi. Periode kedua ialah periode dari sang Anak, yaitu periode dari hidup antara roh dan daging, di mana status parah klerus dihormati. Peroide ketiga ialah periode sang Roh,y aitu periode yang hampir tiba. Karena itu yoakhim menentang organisasi gereja. Dalam periode ketiga ini-menurut dia-tidak ada tempat bagi hierarki dan jabatan.

-          Dalam abat ke-16 keberatan terhadap organisasi gereja muncul lagi dari pihak kaum pembaptis ulang. Menurut mereka pekerjaan para reformator tidak seluruhnya benar. Mereka menuntut supaya segala sesuatu yang tidak di ajarkan dalam kitab suci, harus di buang dan di basmi. Gereja harus kembali kepada contoh yang di berikan oleh gereja ialah”restutio”bukan “reformatio”.

-          Dalam abad yang lalu ke-19 John Nelson Derby, dalam renungannya-tiba kepada pendapat, bahwa gereja yang di organisir dengan tatagereja-tatagerejanya, merupakan suatu halangan bagi hidup bersama dari semua orang Kristen.

-          Dalam abad  yang sama Rudulph Sohm. muncul dengan ajaran ”hukum gereja bertentangan denga hakikat gereja”, dan karena itu gereja tidak  dapat di organisir.

-           Ajaran Sohn ini- berbagai rupa pertanyaan yan ditujukan kepada gereja.

II.     Ajaran Rudolph Sohm

Ia adalah seorang ahli hukum yang berbakat dan yang sangat yang sangat luas penetahuannya, ia memiliki satu karya yang berisi hukum gereja yakni memilih dua dalil yakni dalil pertama hukum gereja bertentagan dengan hakikat Gereja, dan dalil yang kedua hakikat Gereja rohani dan hukum diniawi.

Emil Brunner, ia mengadaka perbedaan gereja sebagai persekutuan percaya dan gereja sebagai persekutuan kultus, gereja sebagai persekutuan percaya tidak ada aturan, sedangakan gereja sebgai persekutuan kultus mempunya peraturan.

III.  Menilai ajaran Rudolph Sohm

Dalam ajrannya Sohm tidak saja menentang bahawa birokrasi, tetapi dari pada itu ia memperlihatkan perbedaan prinsipil antara gereja dan hukum, antara gereja ddan oraganisasi.

Emil Brunner secara prinsipil tidak berbeda dengan Sohm.

IV.  Pelayanan injil Paulus yang mempunyai suatu hubungan tertentu yang mempunyai sifat hukum gerejawi.

Ia menetapkan penatua-penatua dalam jemaat [Kis 14:23], dalam gereja yang dibangunya Pualus memebrikan ketetapan-ketetapan, peratuaran-peraturan, malahan juga tegoran-tegoran. Paulus berikan ini sebagai hukum gereja.

V.    Barth  adalah penyusun yang paling penting dari sinode di Barmen, pengakuan ini juga yang terkenal sebagai “barmen thesen” kemudian di jelaskan lebih luas oleh Bart dalam karyanya “kirchliche dogmatik” intinya dapat di rumuskan sebagai berikut: hukum gereja harus di dasarkan atas pemahaman kristologis-eklesiologis tentang gereja. Gereja  adalah persekutuan orang –orang kudus dengan Kristus sebagai Tuhan dan Kepala mereka. Kristus adalah “subyek yang  “primer” dari gereja.

Barth mau memmberikan tata gereja lengkap. Ia juga tidak mau memberikan garis-garis besar dari hukum gereja umum, sebab menurut dia hukum yang demikian tidak ada. Tiap-tiap gereja mempunyai hukum gereja sendiri. Yang Barth lakukan ialah mengemukakan syarat-syarat, yang di penuhi oleh hukum gereja dari tiap-tiap gereja.

KITAB SUCI DAN PERATURAN GEREJA

I.        Peraturan-peratutan gereja itu penting.

Karena gereja sebagai suatu pelayanan, dan tugas pelayanan ditugaska kepada seluruh jemaat yang dengan berbagai perbedaan maka Peraturan  gereja penting dan kita butuhkan, Peraturan-perturan gereja mempunyai sifat yang lain. Peraturan dalam gereja memang perlu tetapi fungsinya hanya sebagai alat atau wacana Kristus. Peraturan ini berfungsi untuk menjaga pelanyan berlangsung baik dan teratur.

Perlu kita ingat bahwa situasi jemaat-jemaat perjanjijan baru berbeda dengan situasi gereja kita pada saat ini, karena itu pearutra yang digunakan juga berbeda. Karena persoalan ini juga maka dalam PB tidak ada peraturan yang lengkap yang dapat diambil untuk gereja kita pada saat ini.

II.     Jabatan dalam PB sebagai penjabaran dari PL

Menurud data-data dalam PB, tugas pejabat-pejabat mencakup banyak hal, antara lain: mengadakan mujizat, sebagai pemimpin jemaat dan mengadakan pelayanan diakonia. Dalam jemaat PB jabatan tidak berfungsi sebagai sacerdotium yang mendegradir angota-angota jemaat menjadi orang-orang awam tetapi sebagai ministerium, sebagai jabatan pelayanan.

III.  Di bidang peraturan gereja dalam PB kita dapat memakai data-data sebagai berikut:

Ø  Kis. 6, para rasul memberikan kepada jemaat suatu mejelis sendiri

Ø  Kis. 14:23 Paulus dan Barnabas menetabkan jabatan presbiter-presbiter [presbyteroy], penilik-penilik jemaat [episkopos]

Ø  Dalam surat-surat Pulus ada beberapa jabatan gereja yang disebutkan anatara lain: diakonos [orang yang melayani], aparkhe [orang pertama dari akaya], kathekon [orang-orang yang bekerja keras], proitasmenoi [orang-orang yang memimpin], nouthetountes [orang-orang yang menegor]

Ø  Dalam surat-surat pastoral,  suatu stadium kemudian dari zaman PB

ü  I Tim 3:1-7, syarat-syarat menjadi penilik jemaat

ü  I Tim 3:8-13, syarat-syarat menjadi diaken

ü  I Tim 5:3-16, peraturan untuk jabatan janda-janda dalam jemaat [presbiter wanita]

ü  I Tim 5:17, tentang penatua yang memimpin dan penatua yang mengajar

Ø  Roma 16:1; Fil 1:1; I Tim 3:8,12, tugas dari diaken [pelayanan meja]

IV.  Rumusan singkat tentang hal-hal penting dalam peratuaran-peraturan gereja, yang alkitabiah dan dapat  adalah dipertanggung jawabkan:

Ø  Peraturan-peraturan gereja yang baik ialah peraturan-peraturan gereja yang secara prinsipil mengakui kedewasaan dan imamat-am orang-orang percaya

Ø  Menolak pertentangan yang prinsipal antara kaum rohaniwan dan kaum awam

Ø  Menolak sebutan imam dalam arti kusus untuk pejabat-pejabat gereja

Ø  Tidak menganggap dan memperlakukan pendeta jemaat sebagai hamba sebagai verbi divini minister, sebagai pelayan Firman Allah

Ø  Bersifat kristokrasi bukan aristokrasi dan bukan juga demokratis

Ø  Memberikan tempat yang sentral terhadap Firman Allah dan Roh Allah dalam hidup dan pekerjaanya

Ø  Tidak memberikan peluang bagi pemerintah untuk ikut campur tangan dalam soal-soal itern gereja

Ø  Tidak memberikan peluang kepada majelis yang satu untuk memerintah dan berkuasa kepada mejelis yang lain

Ø  Memberikan ruang untuk kerja sama dengan gereja yang lain

Ø  Tidak memutlakkan gerejanya  dan selalu ingat yang Tuhan katakan dalam Yoh 10:16

Ø  Memberikan tempat untuk plurifomitas

Ø  Tidak  hanya mementingkan pendidikan pendeta saja tetapi juga pejabat-pejabat khusus lainya

Ø  Menata nisbah atau hubunga yang baika antara anggoata-anggota, termasuk pejabat-pejabat, menurut Mat 23:8-11

Ø  Dengan teliti mengatur perlengkapan [pembinaan] anggota-anggota jemaat

Ø  Tidak memberikan kesempatan pengambilan keputusan sendiri oleh pejabat gereja tanpa sebuah perundingan

Peraturan-peraturan gereja  ini penting,, kalau dijalankan oleh orang-orang yang terpanggil untuk menjalankan itu, sesuai dengan kesaksian kitab suci. Beberapa data alkitab yang mempunyai hubungan dengan hal ini adalah:

Ø  Mat 20:25-28, norma-norma yang breelaku dalam gereja berebeda dengan norma-norma dalam dunia

Ø  Mat 18:15-20, bagaima gereja harus menjalankan pengembalaan dan disiplin gereja

Ø  Mat 23:1-11, menolak keserakahan manusia di dalam gereja

Ø  Mat 26:34, tetap setia dalam tugas dan panggilan gereja

Ø  Mat 28:17, pekerjaan Tuhan tidak dapat bergantung pada manusia

Ø  Yoh 14-16, tetap tinggal dalam Yesus Kristus

Ø  Mark 16:8, tidak boleh bingung, takut dan goyah iman

Ø  Yoh 21:15, kasih Yesus sebagai dasar pemberitaan injil

Ø  I Kor 15:9,  tugas gereja dilaksanakan hanya oleh kasih dan anugerah Allah

PERKEMBANGAN SITEM ATAU SUSUNAN EPISKOPAL

I.        Kehidupan jemaat sesudah para rasul

Setelah masa para rasul, kehidupan jemaat dialanda, dengan rupa-rupa persoalan yang sulit, Dalam situasi ini mereka membuktikan :

Ø  Suatu pipinan rohani yang kuat bagi jemaat-jemaat mereka

Ø  Suatu penjagaan yang cermat terhadap kekudusan jemaat-jemaat sebagai tanda dari hadirnya Roh Kudus dalam jemaat-jemaat itu

Ø  Suatu kesaksian yang kuat dari keesaan jemaat-jemaat mereka

Ø  Suatu tradisi rasuli yang terpercaya sebagai jaminan bagi kepastian keselamatan dan anggota-angota jemaat

II.     Jabatab episkopos dan jabatan presbiteros

Jabatan episkopos dan jabatan presbiteros mula-mula merupakan suatu majelis jabatan dari penilik jemaat dan penatua [Kis 20:17;28, Tit 1:5;7]. Tetapi jabatan episkopos menjadi satu-satunya jabatan pimpinan dalam jemaat. Perkanbangan ini disebabkan oleh:

Ø  Jabatan ini mempunyai yang lebih bersifat admistratif dan representatif

Ø  Jabatan ini sesuai dengan perkembangan jemaat-jemaat dalam dunioa helenistis

Hal-hal yang mempercepat timbulnya apa yang disebut episkopat-monarkhis:

Ø  Tindakan yang represetatif dari uskup-uskup pada waktu-waktu penyiksaan membuat jabatan mereka sangat di hormatipimpinan mereka dalam pereyaan-perayaan ekaristi memberikan kepada mereka tanggung jawab atas kekudusan sakramen ini

Ø  Dalam pembasmisn agama-agama kafir, uskup-uskup merupakan titik orientasi untuk keesaan dan kebenaran yang dipercayai jemaat-jemaat

Ø  Uskup-uskup adalah orang-arang yang menyipan kitab suci yang ditulis.

III.  Mengapakah Gereja, yang dahulu menitik beratkan Jemaat sebagai pemangku Roh Kudus kemudian menjadi kuasa-kuasa keuskupan yang berkuasa. 

Dalam Perjanjian Baru kita membaca, bahwa jemaat-jemaat yang pertama berada di kota-kota besar seperti Yerusalem, Roma, Korintos dan Antiokia. Jadi jemaat-jemaat itu memainkan peranan sebagai jemaat-jemaat kota besar kemudian jemaat kecil disekitarnya kemudian ditarik memjadi bagian dari mereka [II Kor 1:1]. Mungkin hal ini yang menyebabkan jabatan-jabatan uskup berkembang menjadi suatu jabatan yang berkuasa.

Namun perlu kita tahu bahwa jabatan keuskupan tidak sama dengan wilayah propinsi [dalam suatu negara]. Uskup tidak juga ditabiskan didesa-desa, hal ini menyebabkan luasanya wilayah suatu keuskupan.

Pada tahun 451 perkembangan ini disahkan oleh konsili Chalcedon, dengn catatan bahwa patriak di Konstatinopel mempunyai kedudukan yang sama dengan di Roma, tetapi ia hanya satu langkah dibelakanngnya.

IV.  Gereja-gereja Ortodoks Timur

Dalam gereja-gereja ortodoks timur, sturktir epeiskopal mencapai suatu bentuk yang “bulat”, gereja sebagai lembaga dipimpin oleh suatu lembaga hukum di bawa kaisar sebagai sebagai hakim dan pemberi hukum yang tertinggi. Gereja memberikan kepada kaisar suatu otoritas yang sakral. 

Walaupun dalam keadaan runtuhnya Kontantinopel, namun struktur gereja tetap terpilihara.

V.    Gereja Katolik Roma

Sejak dulu jemaat Roma sangat di hormati oleh orang-orang Kristen. Jemaat itu hidup dan melayani di ibu kota kerajaan. Mereka mempunyai banyak orang ternama, dan selalu membantu jemaat-jemaat di sekitarnya dan orang-orang hukuman.  Untuk pelayan dan kesaksiannya orang-orangnya rela menjadi martir, juga uskup-uskupnya. Dengan runtuhnya kerajaan Roma Barat [410] mitos kota Roma sebagai kota martir hilanh. Kemudian keesaan gereja-gareja Barat dan kekosongan kewibawaan disitu perlahan-lahan diisi kembali dengan adanya otoritas tertinggi dari paus di Roma.

VI.  Agustinus dan bukunya yang menagajarkan dua kerajaan

Corpus Christi sebagai kerajaan Allah yang menguasai seluruh kehidupan manusia. Gereja adalah semacam Kerajaan Allah di dunia. Raja-raja menerima kuasa mereka sebagai suatu pinjaman dari paus, tetapi hal ini bertentangan dengan realitasa yang ada. Karena itu keruntuhan gereja makin nampak. Kemudian dalam perjuangan melawan reformasi, otoritas paus memperoleh nilai kembali dalam konsili kontra reformasi di Trente [1545-1563]. Tapi hubungan antara mejelis para uskup chattedera petri masi harus di atur dahulu.hal ini terjadi dalam konsili Vatikan II [1962-1965]. Dalam konsili itu di tetapkan, bahwa kuasa paus di Roma lebih tinggi dari kuasa majelis para uskup.

PANDANGAN PARA REFORMATOR

I.        Luther

Pandangan Luter tentang gereja dan penyusunannya, langsung berkaitan dengan ajaran tentang pembenaran hanya oleh iman. Ini dapat dilihat dari dalil-dalil Luter yang ditempelnya pada 31 Oktober 1517. Lewat itu Luter berusaha untuk meniadakan otoritasa ilahi dari pertobatan dan mengajar orang-orang perecaya untuk berpikir secara benar tentang pertobatan dan hukuman.

Ajaran Luter tentang pembenaran [yustifikasi] hanya oleh iman, memimpin kepada pandangannya tentang imamat-am orang percaya. Dalam pandangan ini terhapus perpisahan \hiraraki antara kaum rohaniawan dan kaum awam. Menurud Luter anggoata gereja terdiri dari orang-orang yang benara dan tidak benar. Orang-orang dari Kerajaan Kristus merupakan gereja yang rohani, yang terutama tersembunyi dan karena itu tidak dapat ditata atau diatur oleh hukum yang lahiria.

Pada tahun 1513 ia menulis buku yang berjudul bahwa suaru sidang atau jemaat kristiani mempunyai hak atas kuasa menilai semua ajaran dan untuk memanggil, mengangkat dan memecat pengajar-pengajar. Ini menunjuk bahwa ia tidak memperhitungkan para uskup atau kaum rohaniawan. Jemaat sendiri menurud dia harus bertindak. Kepada jemaat ia peringatkan bahwa orang kristen tidak hanya mempunyai hak dan kemampuan untuk memberitakan Firman Allah, tetapi mempunyai kewajiban untuk melakukannya.

II.     Zwingli

Pada tahun 1520 Zwingli mulai menggiatkan reformasi di Zurich. Ia sangat menentang reilaufen, yaitu kebiasaan orang-orang Swis untuk menyewa diri sebagai prajurit kepada pemerintah-pemerintah asing. Setelah usaha itu berhasil pada tahun1523 menyusul deputasi kedua di daerah Zurich. Hasilnya lebih radikal yaitu, dewan kota menyuruh mengeluarkan salb-salib, patung-patung, malahan juga orang-orang dari gedung gereja. Selain itu Misa di ganti dengan ibadah Perjamuan Malam.

Zwingli menggabungkan antara gereja dan pemerintahan. Sebagai deputasi maka timbullah sinode-sinode, yang sangat penting bagi penataan hidup gerejawi. Hal-hal penting yang diatur oleh pemerintah dan gereja pada masa Zwingli:

Ø  Disiplin dan penerapannya.

Ø  Usul pembentukan tribual [peradilan] untuk soal-soala perkawinan.

Ø  Penetapan fungsi penatua atas nama gereja.

III.  Buce

Bebera pandangan Bucer:

Ø  Bucer tidak menghubungkan gereja dengan pemerintahan, tetapi membuat perbedaan antar wewenang pemerintah dan otoritas gereja.

Ø  Menghubungkan pembenaran [yustifikasi] dengan pengudusan [sanktifikasi].

Ø  Hukum gereja bukan saja suatu donum [pemberian] tetapi juag suatu opus, karya Kristus sebagai gembala bagi orang-orang percaya.

IV.  Calvin

Pada tahun 1539 Calvil dan Farel mempersembahkan suatu bagan tatagereja kepada dewan kota Genewa. Ia menghendaki supaya Perjamuan Malam dirayakan tiap-tiap bulan dan berhubungan denga itu juga ia menginginkan suatu disiplin yang ketat atas pengakuan dan hidup anggota-anggota jemaat. Ia sangat menekankan apa yang Kristus katakan pada kita melalui Firman-Nya. Dalam tata gereja yang ia susun itu mengaju kepada kitab suci. Ia mengatakan bahwa tidak ada gereja yang hidup dalam bentuknya yang benar, kalu tidak memperhatikan peraturan-peraturan yang diberikan oleh Tuhan.

Pada tahun 1541 ia bersama Farel berhasil menerbitkan ordonances ecclesiastiques yang berisi empat jabatan yaitu:

Ø  Jabatan pendeta [untuk memberitakan firman dan pelayanan disipli]

Ø  Jabatan pengajar atau doktor [untuk pengajar katekasasi dan teologia]

Ø  Jabatan penatua [untuk pelayanan pastoral dan disiplin]

Ø  Jabatan diaken [untuk pelayanan kepada orang sakit dan miskin]

Ø  Tetapai yang Calvin lebih utamakan yaitu pemerintahan yang mutlak dari Kristus di dalam jemaat. Kristokrasi ia jalankan dengan perantara pejabat-pejabat, yang takluk pada Firman Allah.

Dalam menetapkan jabatan-jabatan ia membedakan dalam empat hal:

Ø  Panggilan, yang dingggab sebagai suatu panggilan batiniah

Ø  Pada panggilan batiniah ia menambakan pula panggialan lahiriah

Ø  Pemilihan, pemilihan olae jemaat

Ø  Ordinasi tau peneguhan



Abineno J.L., Garis-garis Besar Hukum Gereja, [Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994]

Page 2

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề