Bagaimana pembagian warisan menurut hukum perdata?

Ilustrasi pengadilan[pixabay.com]

TEMPO.CO, Jakarta - Sepeninggalnya Bibi Ardiansyah dan Vanessa Angel akibat kecelakaan menimbulkan kontroversi mengenai peninggalan harta untuk anak semata wayangnya, Gala Sky. Warganet berasumsi bahwa seluruh harta warisan Vanessa dan Bibi sepenuhnya harus diserahkan pada sang anak, tanpa harus membagi keluarga dari keduanya. Lantas, bagaimana pembagian harta warisan menurut Kitab Undang-undang Hukum [KUH] Perdata?

Menurut KUH Perdata, prinsip dari pewarisan adalah:

1. Berdasar Pasal 830 KUH Perda ta harta waris baru dapat terbuka apabila terjadinya suatu kematian.
2. Berdasar 832 KUH Perdata adanya hubungan darah di antara pewaris dan ahli waris, kecuali untuk suami atau isteri dari pewaris dengan ketentuan mereka masih terikat dalam perkawinan ketika pewaris meninggal dunia. Artinya, kalau mereka sudah bercerai pada saat pewaris meninggal dunia, maka suami atau isteri tersebut bukan merupakan ahli waris dari pewaris.

Sehingga, berdasarkan prinsip KUH Perdata terdapat empat golongan yang dapat menjadi ahli waris, yaitu:

1. Golongan I: menurut Pasal 852 KUH Perdata, suami atau isteri yang hidup terlama dan anak atau keturunannya.

2. Golongan II: orang tua dan saudara kandung Pewaris

3. Golongan III: Keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan ibu pewaris

4. Golongan IV: Paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu, keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari pewaris, saudara dari kakek dan nenek beserta keturunannya, sampai derajat keenam dihitung dari pewaris.

Golongan ahli waris ini menunjukkan siapa ahli waris yang lebih didahulukan berdasarkan urutannya. Artinya, ahli waris golongan II tidak bisa mewarisi harta peninggalan pewaris dalam hal ahli waris golongan I masih ada.

DELFI ANA HARAHAP

Baca: Ibu di Bekasi Dilaporkan 5 Anaknya ke Polisi Dituduh Gadaikan Tanah Warisan

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik //t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Tentu semua dari kita tidaklah asing dengan kata warisan. Arti warisan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah harta pusaka peninggalan. Sedangkan Mewarisi berarti menerima sesuatu yang ditinggalkan. Warisan adalah perkara yang penting bagi kehidupan Anda. Tidak hanya untuk diri pribadi, melainkan juga untuk anak cucu Anda kelak. Meskipun penting, seringkali perihal warisan ini menimbulkan berbagai permasalahan. Hubungan persaudaraan bisa berantakan jika masalah pembagian harta warisan seperti rumah atau tanah tidak dilakukan dengan adil.

Untuk menghindari konflik-konflik tersebut maka sebaiknya pembagian warisan dilakukan secara adil. Pembagian tersebut akan adil tentunya jika menggunakan undang-undang yang berlaku. Pewarisan ada 2 yaitu pewarisan menurut agama muslim dan pewarisan non muslim. Jika pewaris beragama Islam maka yang berlaku adalah hukum waris Islam. Sedangkan jika pewaris non muslim, hukum waris yang digunakan merujuk kepada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [KUHPer].

Ada dua macam ahli waris yang diatur dalam KUH Perdata, yaitu ahli waris berdasarkan hubungan perkawinan dan hubungan darah; serta ahli waris berdasarkan surat wasiat.

Ahli Waris yang pertama disebut ahli waris ab intestato, sedangkan yang kedua disebut dengan ahli waris testamentair.

Ahli Waris ab intestato diatur dalam pasal 832 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa yang berhak menjadi Ahli Waris adalah para keluarga sedarah, baik sah, maupun di luar kawin dan si suami dan istri yang hidup terlama. Apabila semua tidak ada, maka yang berhak menjadi Ahli Waris adalah Negara.

Terdapat pembagian empat golongan ahli waris, yaitu:

  1. Golongan pertama, keluarga dalam garis lurus ke bawah, meliputi anak-anak beserta keturunan mereka beserta suami atau isteri yang ditinggalkan atau yang hidup paling lama.
  2. Golongan kedua, meliputi orang tua dan saudara pewaris, baik laki-laki maupun perempuan, serta keturunan mereka. Bagi orang tua ada peraturan khusus yang menjamin bahwa bagian mereka tidak akan kurang dari ¼ [seperempat] bagian dari harta peninggalan, walaupun mereka mewaris bersama-sama saudara pewaris;
  3. Golongan ketiga, meliputi kakek, nenek, dan leluhur selanjutnya ke atas dari pewaris;
  4. Golongan keempat, meliputi anggota keluarga dalam garis ke samping dan sanak keluarga lainnya sampai derajat keenam.

Perlu diketahui bahwa KUH Perdata tidak membedakan ahli waris laki-laki dan perempuan, juga tidak membedakan urutan kelahiran. Hanya ada ketentuan bahwa ahli waris golongan pertama jika masih ada maka akan menutup ahli waris golongan berikutnya.

Ahli Waris harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut untuk dapat menerima warisan, yaitu meliputi:
1. Pewaris telah meninggal dunia.

  1. Ahli waris atau para ahli waris harus ada pada saat pewaris meninggal dunia. Ketentuan ini tidak berarti mengurangi makna Pasal 2 KUH Perdata, yaitu: “anak yang ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap sebagai telah dilahirkan, bilamana kepentingan si anak menghendakinya”.
    Apabila ia meninggal saat dilahirkan, ia dianggap tidak pernah ada. Dengan demikian berarti bayi dalam kandungan juga sudah diatur haknya oleh hukum sebagai ahli waris dan telah dianggap cakap untuk mewaris;
  2. Seseorang ahli waris harus cakap serta berhak mewaris, dalam arti ia tidak dinyatakan oleh undang-undang sebagai seorang yang tidak patut mewaris karena kematian, atau tidak dianggap sebagai tidak cakap untuk menjadi ahli waris.

Ahli waris testamentair diatur dalam Pasal 874 KUHPerdata, “Segala harta peninggalan seorang yang meninggal dunia, adalah kepunyaan sekalian ahli warisnya menurut undang-undang, sekadar terhadap itu dengan surat wasiat tidak telah diambilnya sesuatu ketetapan yang sah.”

Surat wasiat dibagi ke dalam beberapa bentuk yaitu sebagai berikut:[1]

Surat wasiat olograpis adalah surat wasiat yang dibuat dan ditulis sendiri oleh testateur [Pewaris]. Surat wasiat yang demikian harus seluruhnya ditulis sendiri oleh testateur dan ditandatangani olehnya [Pasal 932 KUHPerdata]. Kemudian surat wasiat tersebut dibawa ke Notaris untuk dititipkan/disimpan dalam protokol Notaris. Notaris yang menerima penyimpanan surat wasiat olograpis, wajib dengan dihadiri oleh 2 orang saksi, membuat akta penyimpanan atau disebut akta van depot. Sesudah dibuatkan akta van depot dan ditandatangani oleh testateur, saksi-saksi dan notaris, maka surat wasiat tersebut mempunyai kekuatan yang sama dengan wasiat umum, yang dibuat di hadapan Notaris.

Surat Wasiat Umum adalah surat wasiat yang dibuat oleh testateur di hadapan Notaris. Ini merupakan bentuk testament yang paling umum dan paling dianjurkan, karena Notaris sebagai seorang yang ahli dalam bidang ini, berkesempatan dan wajib memberikan bimbingan dan petunjuk agar wasiat tersebut dapat terlaksana sedekat mungkin dengan kehendak testateur.

Wasiat ini dibuat oleh testateur sendiri dan kemudian diserahkan kepada Notaris dalam keadaan tertutup/tersegel. Notaris yang menerima penyerahan surat wasiat yang demikian, harus membuat akta pengalaman atau akta superscriptie, dengan dihadiri oleh 4 orang saksi.

Di luar ketiga macam surat wasiat tersebut di atas, Undang-Undang masih mengenal satu macam lagi surat wasiat yaitu surat wasiat yang dibuat dalam keadaan darurat.[2]

Surat wasiat juga harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

Pasal 895 : Pembuat testament harus mempunyai budi – akalnya, artinya
testamen tidak boleh dibuat oleh orang sakit ingatan dan orang yang sakitnya begitu berat, sehingga ia tidak dapat berpikir secara teratur.

Pasal 897 : Orang yang belum dewasa dan yang belum berusia 18 tahun tidak dapat membuat testament.

2. Syarat – Syarat Isi Wasiat

Pasal 888 : Jika testament memuat syarat – syarat yang tidak dapat dimengerti atau tak mungkin dapat dilaksanakan atau bertentangan dengan kesusilaan, maka hal yang demikian itu harus dianggap tak tertulis.

Pasal 890 : Jika di dalam testament disebut sebab yang palsu, dan isi dari testament itu menunjukkan bahwa pewaris tidak akan membuat ketentuan itu jika ia tahu akan kepalsuannya maka testament tidaklah sah.

Pasal 893 : Suatu testament adalah batal, jika dibuat karena paksa, tipu atau muslihat.
Selain larangan – larangan tersebut di atas yang bersifat umum di dalam hukum waris terdapat banyak sekali larangan – larangan yang tidak boleh dimuat dalam testament. Di antara larangan itu, yang paling penting ialah larangan membuat suatu ketentuan sehingga legitieme portie [ bagian mutlak para ahli waris ] menjadi kurang dari semestinya.

Sumber:

Kitab Undang Undang Hukum Perdata

[1] J. Satrio, “Hukum Waris”, [Bandung: Penerbit Alumni, 1992],hal.185.

[2] Ibid, hal.186.

Hubungan persaudaraan bisa berantakan jika masalah pembagian harta warisan seperti rumah atau tanah tidak dilakukan dengan adil. Untuk menghindari masalah, sebaiknya pembagian warisan diselesaikan dengan adil. Salah satu caranya adalah menggunakan Hukum Waris menurut Undang-Undang [KUH Perdata].

Banyak permasalahan yang terjadi seputar perebutan warisan, seperti masing-masing ahli waris merasa tidak menerima harta waris dengan adil atau ada ketidaksepakatan antara masing-masing ahli waris tentang hukum yang akan mereka gunakan dalam membagi harta warisan.

Keluarga Bambang [bukan nama sebenarnya] di Solo, misalnya. Mereka mempunyai permasalahan seputar warisan sejak 7 tahun yang lalu. Awalnya keluarga ini tidak mau membawa masalah ini ke meja hijau tapi sayangnya, ada beberapa ahli waris yang beritikad buruk. Karena itu keluarga Bambang akhirnya memutuskan untuk menyelesaikan masalah ini melalui jalur hukum. Hingga awal tahun 2006, kasusnya masih dalam tingkat banding di Pengadilan Tinggi setempat dan belum ada putusan.

Ilustrasi ini hanya satu dari banyak masalah harta waris yang masuk ke pengadilan. Mengingat banyaknya kasus semacam ini, ada baiknya kita mengetahui bagaimana sebenarnya permasalahan ini diselesaikan dengan Hukum Waris menurut Undang-Undang [Kitab Undang-Undang Hukum Perdata].

Berhak Mendapatkan Warisan
Ada dua jalur untuk mendapatkan warisan secara adil, yaitu melalui pewarisan absentantio dan pewarisan testamentair. Pewarisan absentantio merupakan warisan yang didapatkan didapatkan berdasarkan Undang-undang. Dalam hal ini sanak keluarga pewaris [almarhum yang meninggalkan warisan] adalah pihak yang berhak menerima warisan.

Mereka yang berhak menerima dibagi menjadi empat golongan, yaitu anak, istri atau suami, adik atau kakak, dan kakek atau nenek. Pada dasarnya, keempatnya adalah saudara terdekat dari pewaris [Lihat Boks 4 golongan pembagian waris].

Sedangkan pewarisan secara testamentair/wasiat merupakan penunjukan ahli waris berdasarkan surat wasiat. Dalam jalur ini, pemberi waris akan membuat surat yang berisi pernyataan tentang apa yang akan dikehendakinya setelah pemberi waris meninggal nanti. Ini semua termasuk persentase berapa harta yang akan diterima oleh setiap ahli waris.

Tidak Berhak Menerimanya
Meskipun seseorang sebenarnya berhak mendapatkan warisan baik secara absentantio atau testamentair tetapi di dalam KUH Perdata telah ditentukan beberapa hal yang menyebabkan seorang ahli waris dianggap tidak patut menerima warisan.

Kategori pertama adalah orang yang dengan putusan hakim telah telah dinyatakan bersalah dan dihukum karena membunuh atau telah mencoba membunuh pewaris. Kedua adalah orang yang menggelapkan, memusnahkan, dan memalsukan surat wasiat atau dengan memakai kekerasan telah menghalang-halangi pewaris untuk membuat surat wasiat menurut kehendaknya sendiri. Ketiga adalah orang yang karena putusan hakim telah terbukti memfitnah orang yang meninggal dunia dan berbuat kejahatan sehingga diancam dengan hukuman lima tahun atau lebih. Dan keempat, orang yang telah menggelapkan, merusak, atau memalsukan surat wasiat dari pewaris.

Dengan dianggap tidak patut oleh Undang-Undang bila warisan sudah diterimanya maka ahli waris terkait wajib mengembalikan seluruh hasil dan pendapatan yang telah dinikmatinya sejak ia menerima warisan.

Video yang berhubungan

Bài Viết Liên Quan

Bài mới nhất

Chủ Đề