Bagaimana upaya pemerintah untuk menegakkan keadilan bagi masyarakat dki jakarta?

19 Okt 2017 07:10:09 WIB | Kategori: Kelembagaan | Tags: Anggota KY Hukum Komisi Yudisial RI Penghubung Sosialisasi | Dibaca: 249089 kali


Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial [KY] Jaja Ahmad Jayus di hadapan para peserta Lokakarya Pemahaman Masyarakat terhadap Dugaan Pelanggaran KEPPH di Semarang, Rabu [18/10].


Semarang [Komisi Yudisial] - Tujuan utama penegakan hukum adalah untuk mewujudkan adanya rasa keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan dalam masyarakat. Dalam proses tersebut, maka harus mencerminkan aspek kepastian dan ketertiban hukum.

Hal itu disampaikan Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Komisi Yudisial [KY] Jaja Ahmad Jayus di hadapan para peserta Lokakarya Pemahaman Masyarakat terhadap Dugaan Pelanggaran KEPPH di Semarang, Rabu [18/10].

Jaja menjelaskan lebih lanjut lima hal yang menjadi tujuan penegakan hukum. Pertama, mengubah pola pikir masyarakat. Kedua, pengembangan budaya hukum. Ketiga, jaminan kepastian hukum. Keempat, pemberdayaan hukum. Terakhir, pemenuhan keadilan.

"Oleh karena itu, penegakan hukum harus dilakukan secara top down, dari penegak hukum kepada masyarakat," urai Jaja.

Dalam penegakan hukum, Komisi Yudisial [KY] yang merupakan lembaga hasil bentukan reformasi memainkan peranan penting. Sebagai penegak etika bagi para hakim, KY berfungsi sebagai checks and balances kekuasaan kehakiman dan untuk menghindari terjadinya "abuse of power". 

Selain itu, lanjut Jaja, KY juga berfungsi sebagai katalisator, yaitu mendekatkan masyarakat pencari keadilan dalam mendapatkan keadilan melalui peradilan bersih, transparan, independen dan berkeadilan.

"KY juga berfungsi sebagai penegak etik, yaitu menjaga Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim dan mengembangkan kode etik bagi penyelenggara negara," pungkas Jaja.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Biro Pengawasan Perilaku Hakim KMS Abdul Roni menjelaskan tentang laporan pengaduan masyarakat terkait dugaan pelanggaran KEPPH. Menurutnya, antusias masyarakat untuk melaporkan dugaan pelanggaran KEPPH oleh hakim semakin meningkat. Hal itu dibuktikan dengan meningkatnya laporan pengaduan masyarakat kepada KY setiap.tahunnya. Namun, dari banyak laporan tersebut tidak semuanya dapat ditindaklanjuti.

Menurut KMS A. Rony, penyebab laporan tidak dapat ditindaklanjuti kerena rendahnya kualitas laporan tersebut. Tidak semua masyarakat telah mengetahui siapa saja yang dapat dilaporkan ke KY.

"Untuk meningkatkan kualitas laporan masyarakat tersebut, maka KY mengadakan lokakarya untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap dugaan pelanggaran KEPPH", jelasnya. [KY/Eka Putra/Festy]

MAHKAMAH AGUNG BERIKAN KEMUDAHAN AKSES KEADILAN BAGI MASYARAKAT

Jakarta – Humas: Pada Sidang Istimewa Laporan Tahunan Mahkamah Agung, 25 Februari 2020 di Jakarta Convention Centre, Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Prof. Dr. M. Hatta Ali, SH., MH, menyampaikan bahwa akses terhadap keadilan merupakan salah satu prinsip dasar dalam penegakan hukum karena kemudahan akses akan memberikan kemudahan didengarnya suara publik dalam menegakkan hak-haknya, mencegah diskriminasi dalam memperoleh keadilan, Serta mewujudkan pertanggungjawaban lembaga peradilan terhadap publik.

Hal ini senada dengan apa yang disampaikan oleh Presiden Republik Indonesia, Ir. Joko Widodo dalam sambutannya pada acara tersebut bahwa tumbuhnya kepercayaan kepada peradilan adalah bagian yang sangat mendasar tumbuhnya kepercayaan masyarakat kepada hukum.

Lebih lanjut, Hatta Ali menegaskan bahwa pelaksanaan kebijakan dalam kerangka akses terhadap keadilan untuk mencegah diskriminasi dalam memperoleh keadilan dilakukan antara lain melalui akreditasi penjaminan mutu lembaga peradilan. Salah satu fokus akreditasi adalah memberikan kemudahan kepada para pencari keadilan khususnya kepada kaum difabel, perempuan, dan anak melalui desain gedung pengadilan yang ramah terhadap kelompok-kelompok tersebut.

Selain itu, tambah Hatta Ali, bagi masyarakat tidak mampu telah disediakan layanan pembebasan biaya perkara yang telah digunakan untuk membiayai 19.377 perkara prodeo pada tahun 2019 serta layanan pos bantuan hukum yang telah memberikan 312.436 jam layanan bagi para pencari keadilan. Solusi atas keterbatasan akses ke gedung pengadilan adalah dengan sidang di luar Gedung pengadilan yang pada tahun 2019 menyelesaikan 48.628 perkara, pelayanan terpadu sidang keliling yang menyelesaikan 2.981 perkara dan pengesahan perkawinan [itsbat nikah] di luar negeri yang menyelesaikan 599 perkara di Malaysia.

WTP TUJUH KALI BERTURUT-TURUT

Pada Sidang Istimewa tersebut, Hatta juga manekankan bahwa Akses terhadap keadilan juga mengandung aspek pertanggungjawaban lembaga peradilan kepada publik. Hal ini antara lain dilakukan melalui penerapan penganggaran berbasis kinerja dalam pengelolaan anggaran publik yang dialokasikan kepada Mahkamah Agung. Pada tahun 2019, Mahkamah Agung mendapatkan alokasi pagu anggaran beserta tambahannya sebesar Rp9.045.750.260.000 [Sembilan Trilyun Empat Puluh Lima Milyar Tujuh Ratus Lima Puluh Juta Dua Ratus Enam Puluh Ribu Rupiah] dan telah direalisasikan sebanyak Rp8.871.309.530.168 [Delapan Trilyun Delapan Ratus Tujuh Puluh Satu Milyar Tiga Ratus Sembilan Juta Lima Ratus Tiga Puluh Ribu Seratus Enam Puluh Delapan Rupiah] atau 98.07 % dari pagu anggaran. Anggaran Negara yang dikelola MA senantiasa disusun sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan berdasarkan prinsip transparansi dan akuntabilitas yang telah dilakukan secara tertib.

Karena itu, pada tahun 2019 Mahkamah Agung kembali mendapatkan penilaian Wajar Tanpa Pengecualian [WTP] atas penyajian Laporan Keuangan untuk ketujuh kalinya berturut-turut dari Badan Pemeriksa Keuangan. Dari sisi kontribusi melalui PNBP Mahkamah Agung, terdapat peningkatan signifikan karena dapat terealisasi sebanyak Rp 80,6 Milyar atau 147,98% dari target sebesar Rp54,4 Milyar.

Bentuk pertanggungjawaban publik lainnya yang dihadirkan oleh MA adalah penerapan teknologi informasi dalam akses terhadap putusan-putusan lembaga peradilan melalui portal Direktori Putusan. Direktori Putusan MA saat ini mempublikasikan 4.537.448 [empat juta lima ratus tiga puluh tujuh ribu empat ratus empat puluh delapan] putusan, dan publikasi terbanyak diraih pada tahun 2019 dengan jumlah 1.641.424 [satu juta enam ratus empat puluh satu ribu empat ratus dua puluh empat] putusan. Revitalisasi portal direktori putusan pada tahun 2019 diharapkan mendorong pemanfaatan putusan khususnya oleh lembaga-lembaga Pendidikan hukum dalam melakukan riset dan kajian terhadap putusan-putusan peradilan sebagai metode pembelajaran dan penelitian berbasis case law.

Selain itu, dalam rangka mendukung pertukaran data dalam kerangka sistem manajemen perkara pidana  yang melibatkan lembaga kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga pemasyarakatan, dan rumah tahanan negara, maka telah dibangun dashboard SPPT-TI. Dashboard ini berfungsi untuk memantau kepatuhan satuan kerja di pengadilan dalam menginput data di SIPP secara benar dan akurat serta melakukan monitoring terhadap pertukaran atas data tersebut sehingga data yang ada bisa dioptimalkan dalam proses penegakan hukum yang berkeadilan. Berdasarkan hasil survey Ombudsman RI, MA dinilai sebagai lembaga pelaksana SPPT-TI terbaik karena pada Periode Juli-September 2019 perkembangan penginputan data oleh MA ke Pusat Pertukaran Data telah mencapai 100%. [azh/RS/Photo:PN]

Jumat, 8 Februari 2019 | 16:34 WIB
Oleh : Zumrotul Muslimin / ZTM

Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly usai menghadiri pertemuan tingkat menteri [Justice for All Conference] di The Hague, Den Haag.

Den Haag, Beritasatu.com – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia [Menkumham] Yasonna Hamonangan Laoly menghadiri pertemuan tingkat menteri [Justice for All Conference] di The Hague, Den Haag, Belanda, 6-7 Februari 2019.

Konferensi ini membahas peluang dan tantangan dalam mencapai akses keadilan bagi semua orang, termasuk bertukar pengalaman dan praktik di negara-negara lain dalam memberikan bantuan kepada masyarakat rentan dan tidak mampu.

Dalam kesempatan tersebut, Menkumham menyampaikan berbagai upaya Indonesia mewujudkan akses keadilan bagi semua. Menurut Yasonna, salah satu halangan terbesar mengakses keadilan adalah besarnya biaya pendampingan hukum.

“Kami menyadari program pendampingan hukum adalah komponen penting dan strategis untuk meningkatkan akses keadilan bagi semua. Untuk itu, Pemerintah Indonesia mengeluarkan program Bantuan Hukum gratis bagi orang-orang miskin dan kelompok masyarakat rentan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum,” tandas Yasonna.

Sejak disahkannya Undang-Undang Bantuan Hukum, di Tahun 2018, pemerintah bekerja sama dengan Lembaga Bantuan Hukum [LBH] telah memberikan bantuan hukum kepada 92 ribu orang yang kurang mampu.

“Di Tahun 2019, pemerintah pusat telah meningkatkan anggaran bantuan hukum menjadi Rp 53 miliar dari Rp 48 miliar di tahun sebelumnya,” ujar Yasonna.

Namun anggaran itu belum bisa memberikan bantuan hukum kepada seluruh lapisan masyarakat yang membutuhkan. Untuk itu, Kemenkumham menginstruksikan kepada pemda untuk mengalokasikan anggaran bantuan hukum.

“Dengan demikian, semakin banyak orang miskin dan kelompok masyarakat rentan dapat mengakses keadilan,” tutur Yasonna.

Selain itu, Kemenkumham juga bekerja sama dengan organisasi advokat untuk memberikan bantuan hukum secara gratis bagi warga miskin. Kemenkumham juga mendorong komunitas untuk membentuk Desa Sadar Hukum di seluruh provinsi.

“Kami menyadari meningkatnya kesadaran masyarakat akan hukum, undang-undang, regulasi dalam berbagai kehidupan akan menjamin akses keadilan bagi semua. Pemerintah memberikan penghargaan bagi desa-desa yang berhasil meningkatkan kesadaran hukum warganya,” tandas Yasonna.

Saksikan live streaming program-program BeritaSatu TV di sini

Sumber: BeritaSatu TV


Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề