Contoh penerapan Blended learning dalam PEMBELAJARAN SD

Di Era Revolusi Industri 4.0 blended learning merupakan salah satu pilihan pembelajaran baik dalam pendidikan formal ataupun informal. Apakah mungkin dilakukan pada tingkat pendidikan dasar? Dalam berbagai sumber, blended learning  /b-learning atau mixed/hybrid disebut sebagai percampuran atau penggabungan. Penggabungan atau hibrida [Driscoll, 2002; Jones, 2006; Laster, 2004; Oliver dan Trigwell, 2005; Osguthorpe dan Graham, 2003] [Driscoll, n.d.].  Pengunaan blended learning  dalam pembelajaran berarti adanya akses dan transfer informasi melalui metode interaksi yang menggabungkan sesi tatap muka konvensional dengan pembelajaran secara online atau daring [dalam jaringan] [Yigit, Koyun, Yuksel, & Cankaya, 2014]

Jika mengacu pada definisi blended learning di atas maka pada jenjang pendidikan dasar blended learning merupakan hal yang mungkin dilakukan. Ada beberapa alasan yang mendasari kemungkinan ini. Pertama, jika melihat karakteristik siswa yang pada tahun 2020 duduk di Sekolah Dasar [SD] merupakan generasi alfa. Menurut McCrindle mereka disebut Genarasi Alfa [tahun kelahiranya dimulai tahun 2010] yakni anak-anak yang lahir dari Generasi Milenial [atau Gen Y]. Generasi Alfa disebut juga genarasi abad 21 dengan ciri sangat akrab dengan teknologi dan jauh lebih terdidik [Adam, 2017].  Hal ini menggambarkan bahwa peserta didik berkesempatan dan menyukai penggunaan teknologi dalam pembelajaran.

Kedua, pembelajaran di SD dengan penilaian secara holistik yang menuntuk guru tidak hanya mengukur hasil pembelajaran di ranah pengetahuan tetapi juga perlu meningkatkan keterampilan dan sikap dari peserta didik. Dengan kompleksitas pembelajaran di kelas dimana guru perlu memperhatikan peningkatan sikap dan juga pengetahuan maka dibutuhkan waktu belajar yang lebih lama padahal selama ini guru-guru kesulitan membagi waktu antara materi pembelajaran yang harus selesai setiap harinya. Blended learning yang merupakan pembelajaran campuran melalui pembelajaran tatap muka dan daring [online] sehingga dengan keterbatasan waktu guru dapat memisahkan capaian yang hanya bisa dilakukan dalam pembelajaran tatap muka dan peserta didik dapat belajar hal-hal yang dapat dilakukan secara online.

Ketiga, penggunaan teknologi dalam pembelajaran di SD sangat mungkin dilakukan karena pembelajaran blended learning pada pertemuan online materi dapat dibaca melalui gawai yang dimiliki hampir semua peserta didik. Di beberapa SD fasilitas WiFi dan Komputer sekolah telah disediakan pihak sekolah ataupun dari Yayasan.

Namun yang menjadi tantangan pembelajaran dengan blended learning di SD perlu mendapat perhatian khusus adalah pada kemampuan guru dalam menggunakan teknologi. SD yang akan menggunakan Blended learning perlu menyiapkan materi-materi dalam bentuk digital yang akan diunggah untuk dipelajari secara online. Hal lainnya pembelajaran yang perlu diperhatikan adalah menggunaan blended learning di SD perlu melibatkan orang tua karena penggunaan teknologi anak usia SD harus dengan pengawasan orang dewasa di rumah dan dengan Batasan yang jelas.

Beberapa penelitian blended learning juga telah menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar dan meningkatkan keterampilan dan sikap peserta didik. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2006 sampai tahun 2017 menunjukkan pertumbuhan pembelajaran dengan blended learning untuk kelas K-12. Sebuah survei tahun 2008 tentang administrator distrik sekolah A.S [N = 808] melaporkan bahwa 41% menerapkan blended learning  di beberapa tingkat, dengan 21% berencana untuk menerapkan blended learning  dalam tiga tahun [Picciano, Seaman, & Director, 2009]. Sebuah laporan tahun 2016 dari Pusat Kebijakan Pendidikan Nasional [NEPC] menggunakan data yang tersedia untuk mengidentifikasi 87 sekolah campuran penuh waktu [45 piagam dan 41 dikelola oleh kabupaten] mendaftarkan lebih dari 26.000 siswa di 16 negara [Miron & Gulosino, 2016].

Penelitian di Departemen Pendidikan AS mencatat data bahwa hampir setengah dari pembelajaran online merupakan pembelajaran blended learning  karena siswa masih teratur bertemu dengan instruktur/guru dan atau mentor dalam pembelajaran tatap muka [Means, Toyama, Murphy, & Baki, 2013]. Peneliti lain mencatat bahwa banyak program “online” kabupaten dan negara bagian sebenarnya adalah program campuran karena siswa secara teratur bertemu dengan fasilitator [juga disebut mentor dan pelatih pembelajaran] yang memberikan siswa dengan dukungan tatap muka di samping dukungan dan instruksi online mereka terima dari instruktur kursus. Meskipun fasilitator di tempat biasanya bukan ahli konten, para peneliti telah menemukan bahwa mereka biasanya membantu siswa dengan pertanyaan dan instruksi terkait konten [Larson & Archambault, 2015]

refleksi


sumber ilustrasi : Kegiatan pembelajaran tatap muka dan icon aplikasi

     Pandemi Covid-19 di Indonesia masih terjadi hingga saat ini. Setiap wilayah terbagi dalam zona. Zona pandemi diantaranya zona hijau, kuning, oranye dan merah. Wilayah dengan zona hijau adalah wilayah atau daerah sudah tidak ada kasus atau infeksi Covid-19 sehingga aktivitas seperti biasa sudah bisa berjalan dengan menerapkan protokol kesehatan. Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan sementara mengijinkan SD/MI dan SMP/MTs melakukan tatap muka terbatas pada tahun pelajaran 2021/2022 dengan pantauan perkembangan kedepannya untuk Kabupaten Tabalong tetap berada pada zona hijau atau tidaknya. Senin, 19 Juli 2021 merupakan hari pertama peserta didik masuk sekolah. Waktu tersebut adalah pertemuan pertama peserta didik untuk melakukan pembelajaran tatap muka. Pembelajaran yang diterapkan pada SMP Hasbunallah adalah pembelajaran tatap muka terbatas dan pembelajaran daring. Pembelajaran tatap muka terbatas diterapkan dua kali dalam seminggu untuk satu kelas dengan pertemuan tatap muka dalam satu mata pelajaran yaitu dua minggu satu kali. Pembelajaran daring dilakukan untuk pengiriman materi dengan bentuk video pembelajaran, pemberian tugas, pemberian nilai, evaluasi dan pembahasan tugas kepada peserta didik. 

     Model pembelajaran blended learning adalah model pembelajaran melibatkan pembelajaran tatap muka dan pembelajaran daring. Model tersebut bermanfaat baik pada penerapan masa pandemi dengan zona hijau yang sudah menerapkan pembelajaran tatap muka terbatas. SMP Hasbunallah memberikan waktu tatap muka dalam satu mata pelajaran selama 60 menit. Materi pembelajaran dalam RPP yang terlampir dengan indikator pecapaian yang perlu dicapai, jika melihat kesediaan waktu tatap muka terbatas maka tidak memungkinakan indikator pencapaian pada pertemuan tersebut akan tercapai sehingga pembelajaran daring memanfaatkan e-learning classroom dan youtube untuk menunjang pencapaian indikator. 

     Berikut langkah – langkah pembelajaran yang diterapkan pada Senin, 26 Juli 2021 dengan menggunakan model pembelajaran blended learning :

1. Kegiatan Awal [Tatap Muka]

 Pembelajaran diawali dengan do’a, memberi salam, absensi, menjelaskan tujuan pembelajaran, memberi motivasi dengan alokasi waktu 25 menit.

2. Kegiatan Inti [Tatap Muka]

   Guru memberikan pertanyaan dan penjelasan dari pertanyaan yang diberikan peserta didik kepada guru berkaitan dengan materi pada buku dan link youtube yang sudah diberikan melalui e-learning classroom dan menyiapkan pelajaran selanjutnya dengan alokasi waktu 35 menit.

Pembelajaran Tatap Muka

3. Kegiatan Inti [Daring]

   Guru mengupload materi yang berkaitan dengan pertemua tatap muka yang telah dilalui dan memberikan tugas melalui e-learning classroom

  Guru menilai tugas yang dikerjakan peserta didik [sekaligus memberikan pembahasan kepada peserta didik] melalui e-learning classroom 

3. Kegiatan Akhir [Daring]

   Guru menyampaikan materi berikutnya dengan mengupload materi pada e-learning classroom

     Demikian penerapan model pembelajaran blended learning yang diterapkan dalam pelajaran matematika pada masa pandemi covid-19. Semoga menjadi salah satu referensi Bapak/ Ibu guru lainnya.

Terimakasih.

31 Juli 2021, Bambang Parlupi

Model blended learning mampu meningkatkan fleksibilitas dan individualisasi pengalaman belajar pelajar atau mahasiswa, tetapi juga memungkinkan pengajar untuk mengefektifkan waktu yang mereka habiskan sebagai fasilitator pembelajaran. Ada berbagai model blended learning yang telah dikembangkan. Sebagian juga menyebutkan model ini juga sama dengan jenis-jenis blended learning. Berikut ini beberapa model blended learning yang sudah diterapkan oleh berbagai lembaga pendidikan di berbagai belahan dunia.

1. Station Rotation Blended Learning

Station-Rotation blended learning adalah menggabungkan ketiga stasiun atau spot dalam satu jam tatap muka dibagi menjadi tiga. Misalkan satu tatap muka terdiri atas 90 menit, maka waktu tatap muka 90 menit itu dibagi tiga waktu untuk masing-masing tahapan dalam spot yang berbeda yaitu 30 menit. ketiga spot tersebut terdiri atas online instruction, Teacher-led instruction, dan Collaborative activities and stations.

2. Lab Rotation Blended Learning

Model Lab Rotation Blended Learning mirip dengan Station Rotation, yaitu memungkinkan siswa mempunyai kesempatan untuk memutar stasiun melalui jadwal yang telah ditetapkan namun dilakukan menggunakan laboratorium komputer khusus yang memungkinkan dilakukan pengaturan jadwal yang fleksibel dengan dosen. Dengan demikian diperlukan laboratorium komputer.

3. Remote Blended Learning atau Enriched Virtual

Dalam pembelajaran Remote Blended Learning, fokus siswa adalah menyelesaikan pembelajaran online, mereka melakukan pembelajaran tatap muka dengan guru hanya sesekali sesuai kebutuhan.

Pendekatan ini berbeda dari model Flipped Classroom dalam keseimbangan waktu pengajaran tatap muka online. Dalam model pembelajaran Remote Blended Learning, siswa tidak akan belajar secara tatap muka dengan dosen setiap hari, tetapi dalam pengaturan flipped. Siswa menyelesaikan tujuan pembelajaran secara individu.

4. Flex Blended Learning

Flex termasuk dalam jenis model Blended Learning di mana pembelajaran online adalah inti atau tulang punggung pembelajaran siswa, namun masih didukung oleh aktivitas pembelajaran offline. Para pelajar melanjutkan pembelajaran yang dimulai di dalam kelas dengan jadwal yang fleksibel yang disesuaikan secara individual dalam berbagai modalitas pembelajaran. Sebagian besar siswa masih belajar di sekolah, kecuali untuk pekerjaan rumah. Guru memberikan dukungan pembelajaran tatap muka secara fleksibel dan adaptif sesuai kebutuhan melalui kegiatan seperti pengajaran kelompok kecil, proyek kelompok, dan bimbingan pribadi.

5. The ‘Flipped Classroom’ Blended Learning

Blended learning versi Flipped Classroom ini merupakan versi yang paling banyak dikenal. Flipped Classroom dimulai dari pembelajaran siswa yang dilakukan secara online di luar kelas atau di rumah dengan konten-konten yang sudah disediakan sebelumnya. Setelah melakukan proses pembelajaran online di luar kampus mahasiswa kemudian memperdalam dan berlatih memecahkan soal-soal di sekolah bersama guru dan teman kelas. Dengan demikian bisa dianggap peran pembelajaran tradisional di kelas menjadi “terbalik”.Pada dasarnya pembelajaran ini masih mempertahankan format pembelajaran tardisional namun dijalankan dengan konteks yang baru.

6. Individual Rotation Blended Learning

Model Individual Rotation memungkinkan siswa untuk memutar melalui stasiun-stasiun, tetapi sesuai jadwal individu yang ditetapkan oleh dosen atau oleh algoritma perangkat lunak. Tidak seperti model rotasi lainnya, mahasiswa tidak perlu berputar ke setiap stasiun; mereka hanya berputar ke aktivitas yang dijadwalkan pada daftar putar mereka.

7. Project-Based Blended Learning

Project-Based Blended Learning merupakan model pembelajaran di mana siswa menggunakan pembelajaran online maupun pengajaran tatap muka dan kolaborasi untuk merancang, mengulang, dan menyelasiakn tugas pembelajaran berbasis proyek atau produk tertentu. Pembelajaran online bisa berbentuk pembelajaran online dengan bentuk atau materi yang sudah disiapkan atau akses mandiri pada sumber-sumber belajar yang dibutuhkan. Karakteristik utama dalam pembelajaran ini ada penggunaan sumberdaya online untuk mendukung pembelajaran berbasis proyek.

8. Self-Directed Blended Learning

Dalam Self-Directed Blended Learning, siswa menjalankan kombinasi pembelajaran online dan tatap muka dalam pembelajaran inkuiri dan pencapaian tujuan pembelajaran formal. Mereka terhubung dengan dosen secara fisik dan digital. Karena pembelajaran diarahkan sendiri, maka peran pembelajaran online dan guru berubah, dan tidak ada pertemuan/pembelajaran online formal yang harus diselesaikan.

Salah satu hal yang menjadi tantangan guru dalam pembelajaran ini adalah bagaimana ia menilai pembelajaran dan keberhasilan pengalaman belajar siswa tanpa menghilangkan autentifikasi. Sedangkan tantangan bagi siswa adalah bagaimana mencari model produk, proses, dan potensi yang dapat mendorong mereka untuk konsisen dalam belajar. Selain itu siswa harus memahami apa yang berhasil dan mengapa, dan untuk membuat penyesuaian yang sesuai atas kondisi yang tidak sesuai dengan harapan atau kondisi ideal. Beberapa siswa tidak membutuhkan bimbingan, sementara yang lain membutuhkan dukungan melalui jalur yang sangat jelas sehingga mereka dapat menjalankan pembelajaran mereka mereka sendiri secara otonom.

9. Blended Learning Inside-Out

Dalam blended learning Inside-Out, pembelajaran dirancang akan selesai atau berakhir di luar kelas, dengan memadukan kelebihan-kelebihan tatap muka fisik dan digital. Namun dalam model luar-dalam dan dalam-luar, masih menonjolkan pembelajaran di kelas, sedangkan pembelajaran online berfungsi sebagai penguat. Komponen pembelajaran online dapat berupa inkuiri mandiri atau eLearning formal. Bila dilihat dari pola pembelajarannya maka blended learning berbasis proyek merupakan salah satu contoh yang sangat baik dari model inside-out. Sama halnya dengan outside-in, model ini masih membutuhkan untuk bimbingan ahli, umpan balik pembelajaran, pengajaran konten, dan dukungan psikologis dan moral dari interaksi tatap muka setiap hari.

10. Outside-In Blended Learning

Dalam pembelajaran Outside-In Blended Learning, pembelajaran diawali dari lingkungan fisik dan digital non-akademik yang biasa digunakan siswa setiap hari yang kemudian diakhiri di dalam ruang kelas. Dengan demikian pembelajaran di dalam kelas akan lebih dalam dan kaya. Kelas tatap muka berpeluang menjadi ajang berbagi, berkreasi, berkolaborasi, dan saling memberi umpan balik yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran siswa. Bila dirancang dengan baik, masing-masing “area” pembelajaran dapat memainkan peran penting dari kekuatannya masing-masing yang saling melengkapi. Polanya pembelajaran ini tetap masih kebutuhan bimbingan, pengajaran, dan dukungan dari interaksi tatap muka setiap hari.

11. Supplemental Blended Learning

Dalam model ini, mahasiswa menyelesaikan pembelajaran online sepenuhnya untuk melengkapi pembelajaran tatap muka mereka, atau pembelajaran tatap muka sepenuhnya untuk melengkapi pembelajaran yang diperoleh secara daring. Gagasan besar di sini adalah “pelengkap”. Pencapaian tujuan pembelajaran pada intinya dipenuhi sepenuhnya dalam satu “ruang” [tatap muka atau online] sementara “ruang” lainnya memberikan pengalaman tambahan yang spesifik bagi mahasiswa. Pengalaman tambahan ini tidak akan mereka dapatkan bila hanya menggunakan satu “ruang” saja.

12. Mastery-Based Blended Learning

Pada model Mastery-Based Blended Learning siswa melakukan pembelajaran online dan pembelajaran tatap muka secara bergiliran. Penyelesaian tujuan pembelajaran berbasis penguasaan. Desain dan proporsi pembelajaran online dan tatap muka dibangun atas dasar penguasaan kompetensi tertentu. Desain asesmen sangat penting dalam setiap pengalaman pembelajaran berbasis penguasaan. Kemampuan untuk menggunakan alat asesmen tatap muka dan digital cukup rumit tergantung pada pola pikir perancang pembelajaran. Sumber : //www.teachthought.com/learning/12-types-of-blended-learning/

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề