Jangka waktu perencanaan periodikal dan continual berapa tahun

Setiap perusahaan dalam menjalankan bisnisnya pasti didasari dengan berbagai rencana yang menjadi fondasi dan tertuang dalam visi dan misi perusahaan tersebut. Dalam menyusun rencana, pastinya dibutuhkan pemikiran strategis agar dapat memberikan gambaran secara umum untuk mencapai perencanaan strategis tersebut.

Perencanaan strategis dapat membantu setiap organisasi dalam perusahaan untuk mencapai tujuan jangka panjang perusahaan secara utuh. Dengan begitu, perusahaan dapat menerapkan cara terbaik untuk menghadapi peluang dan tantangan. Rencana strategis juga digunakan untuk menilai serta menyesuaikan arah perusahaan dalam menanggapi perubahan lingkungan bisnis.

Lalu bagaimana tahap melakukan perencanaan strategis?

1. Menetapkan posisi strategis

Pada tahap ini organisasi dapat menggunakan visi, misi, dan nilai-nilai pada perusahaan untuk menentukan posisi strategis dalam perencanaan. Libatkan orang-orang yang tepat dan kumpulkan informasi yang akurat baik secara internal dan eksternal saat menetapkan perencanaan strategis.

2. Lakukan kegiatan analisa

Setelah melakukan penetapan pada posisi strategis, organisasi dapat melakukan analisis untuk mendapatkan informasi yang mendalam. Analisis SWOT sering dilakukan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan perusahaan dan mengukur peluang serta ancaman dari perusahaan. Melalui analisis SWOT organisasi juga dapat menentukan berbagai strategi untuk menunjang performanya dan mengurangi ancaman yang kemungkinan terjadi selama perjalanan bisnis perusahaan.

3. Melakukan rencana dan evaluasi performa

Perencanaan strategis yang telah dibuat membuat organisasi siap mengimplementasikan dan menjalankannya sebagai pedoman. Kegiatan evaluasi juga perlu dilakukan selama organisasi menjalankan perencanaan agar performa setiap kinerja dapat terukur secara periodik.

Dengan merumuskan dan menjalankan perencanaan strategis pastinya memberikan manfaat positif bagi perusahaan, diantaranya:

1. Keterlibatan Karyawan

Proses perumusan dan implementasi rencana strategis harus melibatkan karyawan. Karyawan yang terlibat dalam operasi sehari-hari dan dapat meningkatkan rasa keterlibatan dalam organisasi. Saat karyawan jauh lebih terlibat, maka tingkat kepuasan kinerja karyawan akan naik. Melibatkan karyawan dalam proses rencana strategis juga dapat meningkatkan produktivitas.

Baca Juga:   Peran HR Menanggapi Kewajiban Membayar THR Pasca Corona

2. Mengetahui kekuatan dan kelemahan organisasi

Melalui perencanaan strategis, perusahaan dapat mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan, perusahaan bisa berkembang jauh lebih besar di masa depan dan menjadi bisnis tangguh bahkan ketika menghadapi berbagai risiko.

3. Membina bisnis proaktif

Pada akhir proses perencanaan strategis, perusahaan harus memiliki arah yang jelas di mana bisnis akan berjalan di masa depan. Rencana strategis membuat perusahaan mencari tahu bagaimana cara berkembang selama beberapa tahun ke depan dan bagaimana mengatasi peluang dan tantangan.

diposting pada tanggal 18 Agu 2011 22.34 oleh Didi Rasidi

Perilaku organisasi adalah merupakan ilmu tentang perilaku tiap individu dan kelompok serta pengaruh tiap individu dan kelompok terhadap organisasi, maupun perilaku interaksi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok dalam organisasi demi kemanfaatan suatu organisasi.Perilaku organisasi juga dikenal sebagai Studi tentang organisasi. Studi ini adalah sebuah bidang telaah akademik khusus yang mempelajari organisasi, dengan memanfaatkan metode-metode dari ekonomi, sosiologi, ilmu politik, antropologi dan psikologi. Seperti halnya ilmu sosial, perilaku organisasi berusaha untuk mengontrol, memprediksikan, dan menjelaskan. Namun ada sejumlah kontroversi mengenai dampak etis dari pemusatan perhatian terhadap perilaku pekerja. Ada tiga tingkatan analisis pada perilaku organisasi, yaitu : Individu, Kelompok, Organisasi. Adapun empat unsur/elemen utama perilaku organisasi antara lain: Pandangan psikologi, Pandangan ekonomi, Pandangan bahwa individu dipengaruhi aturan org dan pemimpinnya, Pandangan tentang penekanan kepada tuntutan manajer untuk mencapai tujuan organisasi. Unsur – unsur / elemen perilaku organisasi diatas mengidentifikasi macam organisasi dilihat dari budaya organisasi tersebut, yang dapat dikelompokkan menjadi : Organisasi formal, Organisasi Informal dan Social enviorment. Ada empat model/framework  di dalam perilaku organisasi, yang akan mempengaruhi operasi dari organisasi,yaitu:

  1. Autocratic : Model ini berbasis pada kekuatan, dengan orientasi managerial yang berwenang, maksudnya adalah bahwa karyawan/pegawai sangat tergantung pada pimpinan atau boss, ini membuat pencapaian kinerja karyawan/pegawai rendah.
  2. Custodial : Model yang berbasis pada ekonomi atau benefit, dengan orientasi pada uang, maksudnya bahwa karyawan/pegawai merasa aman, nyaman dan mendapat keuntungan setelah berada didalam organisasi, pencapaian dalam model ini adalah passive cooperation.
  3. Supportive : Model ini berbasis akan kepemimpinan, karyawan/pegawai berorientasi pada kinerja [job performance] dan partisipasi.Karyawan/pegawai pada model ini mengejar status dan pengenalan, pencapaian kinerja dapat dicapai dengan meningkat.
  4. Collegial : Adalah model yang berdasarkan Partnership/persekutuan/perseroan, dan berorientasi pada kerjasama/teamwork.Karyawan/pegawai pada model ini mempunyai bertanggung-jawab dan kesadaran berdisiplin, dalam pencapaiannya karyawan/pegawai memiliki antusias dalam berkinerja.
Perilaku organisasi dalam beberapa jenis pendekatan manajemen :
  1. Manajemen tradisional: Tiap individu memiliki perilaku tertentu dalam tiap proses perencanaan, organisasi, penggerakan dan pengawasan. iap kelompok/unit kerja memiliki karakteristik tertentu dalam berinteraksi di dalam maupun antar kelompok/unit kerja.
  2. Manajemen berdasarkan sasaran : Tiap individu atau kelompok mempunyai interest tertentu dalam menentukan sasaran kerja tiap unit dan bahkan penentuan sasaran organisasi.
  3. Manajemen stratejik : Tiap individu atau kelompok memiliki pandangan yang berbeda dalam menganalisa lingkungan, penentuan visi dan misi, perumusan strategi, implementasi strategi maupun pengendalian strategi.
  4. Manajemen mutu terpadu : Tiap individu atau kelompok memiliki tolok ukur mutu yang berbeda dan memiliki komitmen mutu yang berbeda pula..
Perilaku organisasi saat ini merupakan bidang studi yang berkembang. Jurusan studi organisasi pada umumnya ditempatkan dalam sekolah-sekolah bisnis, meskipun banyak universitas yang juga mempunyai program psikologi industri dan ekonomi industri pula. Bidang ini sangat berpengaruh dalam dunia bisnis dengan para praktisi seperti Peter Drucker dan Peter Senge yang mengubah penelitian akademik menjadi praktik bisnis. Perilaku organisasi menjadi semakin penting dalam ekonomi global ketika orang dengan berbagai latar belakang dan nilai budaya harus bekerja bersama-sama secara efektif dan efisien. Namun bidang ini juga semakin dikritik sebagai suatu bidang studi karena asumsi-asumsinya yang etnosentris dan pro-kapitalis. Perilaku manusia sangat berbeda antara satu dengan lainnya. Perilaku itu sendiri adalah suatu fungsi dari interaksi antara seseorang individu dengan lingkungannya. Ditilik dari sifatnya, perbedaan perilaku manusia itu disebabkan karena kemampuan, kebutuhan, cara berpikir untuk menentukan pilihan perilaku, pengalaman, dan reaksi affektifnya berbeda satu sama lain. Pendekatan yang sering dipergunakan untuk memahami perilaku manusia adalah pendekatan kognitif, reinforcement, dan psikoanalitis. Berikut penjelasan ketiga pendekatan tersebut dilihat dari; penekanannya, penyebab timbulnya perilaku, prosesnya, kepentingan masa lalu di dalam menentukan perilaku, tingkat kesadaran, dan data yang dipergunakan.
  1. Penekanan. Pendekatan kognitif menekankan mental internal seperti berpikir dan menimbang. Penafsiran individu tentang lingkungan dipertimbangkan lebih penting dari lingkungan itu sendiri. Pendekatan penguatan [reinforcement] menekankan pada peranan lingkungan dalam perilaku manusia. Lingkungan dipandang sebagai suatu sumber stimuli yang dapat menghasilkan dan memperkuat respon perilaku. Pendekatan psikoanalitis menekankan peranan sistem personalitas di dalam menentukan sesuatu perilaku. Lingkungan dipertimbangkan sepanjang hanya sebagai ego yang berinteraksi dengannya untuk memuaskan keinginan.
  2. Penyebab Timbulnya Perilaku. Pendekatan kognitif, perilaku dikatakan timbul dari ketidakseimbangan atau ketidaksesuaian pada struktur kognitif, yang dapat dihasilkan dari persepsi tentang lingkungan. Pendekatan reinforcement menyatakan bahwa perilaku itu ditentukan oleh stimuli lingkungan baik sebelum terjadinya perilaku maupun sebagai hasil dari perilaku. Menurut pendekatan psikoanalitis, perilaku itu ditimbulkan oleh tegangan [tensions] yang dihasilkan oleh tidak tercapainya keinginan.
  3. Proses. Pendekatan kognitif menyatakan bahwa kognisi [pengetahuan dan pengalaman] adalah proses mental, yang saling menyempurnakan dengan struktur kognisi yang ada. Dan akibat ketidak sesuaian [inconsistency] dalam struktur menghasilkan perilaku yang dapat mengurangi ketidak sesuaian tersebut. Pendekatan reinforcement, lingkungan yang beraksi dalam diri individu mengundang respon yang ditentukan oleh sejarah. Sifat dari reaksi lingkungan pada respon tersebut menentukan kecenderungan perilaku masa mendatang. Dalam pendekatan psikoanalitis, keinginan dan harapan dihasilkan dalam Id kemudian diproses oleh Ego dibawah pengamatan Superego.
  4. Kepentingan Masa lalu dalam menentukan Perilaku. Pendekatan kognitif tidak memperhitungkan masa lalu [ahistoric]. Pengalaman masa lalu hanya menentukan pada struktur kognitif, dan perilaku adalah suatu fungsi dari pernyataan masa sekarang dari sistem kognitif seseorang, tanpa memperhatikan proses masuknya dalam sistem. Teori reinforcement bersifat historic. Suatu respon seseorang pada suatu stimulus tertentu adalah menjadi suatu fungsi dari sejarah lingkungannya. Menurut pendekatan psikoanalitis, masa lalu seseorang dapat menjadikan suatu penentu yang relatif penting bagi perilakunya. Kekuatan yang relatif dari Id, Ego dan Superego ditentukan oleh interaksi dan pengembangannya dimasa lalu.
  5. Tingkat dari Kesadaran. Dalam pendekatan kognitif memang ada aneka ragam tingkatan kesadaran, tetapi dalam kegiatan mental yang sadar seperti mengetahui, berpikir dan memahami, dipertimbangkan sangat penting. Dalam teori reinforcement, tidak ada perbedaan antara sadar dan tidak. Biasanya aktifitas mental dipertimbangkan menjadi bentuk lain dari perilaku dan tidak dihubungkan dengan kasus kekuasaan apapun. Aktifitas mental seperti berpikir dan berperasaan dapat saja diikuti dengan perilaku yang terbuka, tetapi bukan berarti bahwa berpikir dan berperasaan dapat menyebabkan terjadinya perilaku terbuka. Pendekatan psikoanalitis hampir sebagian besar aktifitas mental adalah tidak sadar. Aktifitas tidak sadar dari Id dan Superego secara luas menentukan perilaku.
  6. Data. Dalam pendekatan kognitif, data atas sikap, nilai, pengertian dan pengharapan pada dasarnya dikumpulkan lewat survey dan kuestioner. Pendekatan reinforcement mengukur stimuli lingkungan dan respon materi atau fisik yang dapat diamati, lewat observasi langsung atau dengan pertolongan sarana teknologi. Pendekatan psikoanalitis menggunakan data ekspresi dari keinginan, harapan, dan bukti penekanan dan bloking dari keinginan tersebut lewat analisa mimpi, asosiasi bebas, teknik proyektif, dan hipnotis.
Referensi:
  • Grand Design dan Road Map Reformasi Birokrasi Kemendagri
  • Biro Organisasi Kemendagri

diposting pada tanggal 14 Agu 2011 23.13 oleh Didi Rasidi

Definisi Perencanaan [menurut Beberapa Ahli]:

  • C. Brobowski [1964]: Perencanaan adalah suatu himpunan dari keputusan akhir, keputusan awal dan proyeksi ke depan yang konsisten dan mencakup beberapa periode waktu, dan tujuan utamanya adalah untuk mempengaruhi seluruh perekonomian di suatu negara.
  • Waterston [1965]: Perencanaan adalah usaha sadar, terorganisasi dan terus menerus guna memilih alternatif yang terbaik dari sejumlah alternatif untuk mencapai tujuan tertentu
  • Conyers dan Hills [1984]: Perencanaan adalah proses yang kontinyu, terdiri dari keputusan atau pilihan dari berbagai cara untuk menggunakan sumber daya yang ada, dengan sasaran untuk mencapai tujuan tertentu di masa mendatang.
  • M.T. Todaro [2000]: Perencanaan Ekonomi adalah upaya pemerintah secara sengaja untuk mengkoordinir pengambilan keputusan ekonomi dalam jangka panjang serta mempengaruhi, mengatur dan dalam beberapa hal  mengontrol tingkat dan laju pertumbuhan berbagai variabel ekonomi yang utama  untuk mencapai tujuan pembangunan yang telah ditentukan sebelumnya
  • Jhingan : Perencanaan adalah teknik/cara untuk mencapai tujuan, untuk mewujudkan maksud dan sasaran tertentu yang telah ditentukan sebelumnya dan telah dirumuskan denan baik oleh Badan Perencana Pusat. Tujuan tersebut mungkin untuk mencapai sasaran sosial, politik atau lainnya.
Elemen Perencanaan yaitu:
  1. Perencanaan berhubungan dengan masa yang akan datang, implikasi: perencanaan sangat berkaitan dengan: proyeksi/prediksi, penjadwalan kegiatan, monitoring dan evaluasi.
  2. Merencanakan berarti memilih: memilih berbagai alternatif tujuan  agar tercapai kondisi yang lebih baik, dan memilih cara/kegiatan untuk mencapai tujuan/sasaran dari kegiatan tersebut   
  3. Perencanaan sebagai alat untuk mengalokasikan SDA, SDM, Modal : Sumber daya terbatas sehingga perlu dilakukan pengalokasian sumber daya sebaik mungkin, dan Konsekuensi: pengumpulan dan analisis data dan informasi mengenai ketersediaan sumber daya yang ada menjadi sangat penting.
Perencanaaan bukan merupakan aktivitas individual, orientasi masa kini, rutinitas, trial and error, utopis dan terbatas pada pembuatan rencana. Tapi merupakan bersifat public, berorientasi masa depan, strategis, deliberate, dan terhubung pada tindakan.  Perencanaandiperlukan karena alasan:
  1. Adanya kegagalan pasar . Perencanaan muncul disebabkan oleh ketidakmampuan mekanisme harga dalam meningkatkan pertumbuhan, efisiensi dan keadilan. Semakin sulit atau semakin banyak masalah yang menghambat pembangunan, semakin diperlukan adanya kebijakan yang mengarah pada intervensi pemerintah, dan semakin besar kebutuhan akan perencanaan. 
  2. Isu mobilisasi dan alokasi sumber daya.  Dengan keterbatasan sumber daya, maka SD [tenaga kerja, SDA, kapital] sebaiknya tidak digunakan untuk kegiatan yang tidak produktif atau bersifat coba-coba. Proyek/investasi harus ditentukan secara cermat, dikaitkan dengan tujuan perencanaan secara keseluruhan.
  3. Dampak psikologis dan dampak terhadap sikap/pendirian. Pernyataan tentang tujuan pembangunan ekonomi dan sosial seringkali mempunyai dampak psikologis dan penerimaan yang berbeda antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat yang lain. Dengan memperoleh dukungan dari berbagai kelompok masyarakat, dari kelompok/kelas/ sukubangsa/agama yang berbeda, diharapkan tujuan pembangunan lebih mudah tercapai
  4. Bantuan luar negeri. Bantuan dari negara donor akan berpeluang lebih besar, jika disertai dengan rencana kegiatan yang rasional, dan dapat meyakinkan  bahwa dana yang diterima akan digunakan untuk kegiatan yang bermanfaat. Ada beberapa persyaratan yang diajukan oleh negara donor yang berkaitan dengan isu-isu global
Fungsi/Manfaat Perencanaan  yaitu sebagai penuntun arah, minimalisasi Ketidakpastian, minimalisasi inefisiensi sumber daya, dan penetapan Standar dalam Pengawasan Kualitas. Adapun syarat perencanaan harus memiliki, mengetahui, dan memperhitungkan:
  1. Tujuan akhir yang dikehendaki.
  2. Sasaran-sasaran dan prioritas untuk mewujudkannya [yang mencerminkan pemilihan dari berbagai alternatif].
  3. Jangka waktu mencapai sasaran-sasaran tersebut.
  4. Masalah-masalah yang dihadapi.
  5. Modal atau sumber daya yang akan digunakan serta pengalokasiannya.
  6. kebijakan-kebijakan untuk melaksanakannya.
  7. Orang, organisasi, atau badan pelaksananya.
  8. Mekanisme pemantauan, evaluasi, dan pengawasan pelaksanaannya.
Sifat Perencanaan, yaitu:
  • Dari segi ruang lingkup tujuan dan sasarannya, perencanaan dapat bersifat nasional, sektoral dan spasial.
  • Dari bentuknya perencanaan dapat berupa perencanaan agregatif atau komprehensif dan parsial.
  • Dalam jangkauan dan hierarkinya, ada perencanaan tingkat pusat dan tingkat daerah.
  • Dari jangka waktunya, perencanaan dapat bersifat jangka panjang, menengah, atau jangka pendek.
  • Dilihat dari arus informasi, perencanaan dapat bersifat dari atas ke bawah [top down], dari bawah ke atas [bottom up], atau kedua-duanya.
  • Dari segi ketetapan atau keluwesan proyeksi ke depannya, perencanaan dapat indikatif atau preskriptif.
  • Berdasarkan sistem politiknya, perencanaan dapat bersifat alokatif, inovatif dan radikal.
3 [tiga] aspek yang perlu diperhatikan untuk menjaga kualitas produk perencanaan:
  • Pertama, tuntutan untuk semakin melibatkan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan adanya keterbukaan dalam proses pengelolaan pembangunan.
  • Kedua, perencanaan tahunan dan perencanaan jangka menengah perlu terintegrasi dalam perencanaan jangka panjang.  Pentingnya perspektif jangka panjang juga ditekankan dengan perlunya menampung kecenderungan global jangka panjang dalam perencanaan jangka menengah. Pentingnya kecenderungan jangka panjang di dunia, khususnya perkembangan ekonomi dan teknologi, perlu dikaji implikasinya terhadap pencapaian sasaran pembangunan jangka menengah. 
  • Ketiga, perlunya memperhatikan kualitas data dan informasi yang akurat dan terkini sebagai basis pengambilan keputusan dan penyusunan dokumen perencanaan.
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional : “Agar kegiatan pembangunan berjalan efektif, efisien, dan bersasaran maka diperlukan perencanaan pembangunan” Landasan Filosofis:
  • Cita-cita Nasional sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah berkehidupan kebangsaan yang bebas, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur;
  • Tujuan Nasional dengan dibentuknya pemerintahan adalah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia;
  • Tugas Pokok Setelah Kemerdekaan adalah menjaga kemerdekaan serta mengisinya dengan pembangunan yang berkeadilan dan demokratis yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan;
  • Agar kegiatan pembangunan berjalan efektif, efisien, dan bersasaran maka diperlukan perencanaan pembanagunan.
Peraturan Perundang-undangan di dalam Perencanaan dan Penganggaran:
  • Undang-Undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
  • Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional [SPPN];
  • Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
  • Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah;
  • Undang-Undang No. 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional [RPJPN] 2005-2025;
  • Peraturan Pemerintah No 20 tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah;
  • Peraturan Pemerintah No 21 tahun 2004 tentang Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga yang direvisi menjadi Peraturan Pemerintah No 90 tahun 2010 ;
  • Peraturan Pemerintah No 39 tahun 2006 tentang Tatacara Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan;
  • Peraturan Pemerintah No 40 tahun 2006 tentang Tatacara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional;
  • Peraturan Pemerintah No 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan pemerintah antar pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota.
  • Peraturan Pemerintah No 8 tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;
  • Peraturan Menteri Dalam Negeri No 54 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan  Pemerintah No 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;
  • Peraturan Presiden No 5 Tahun 2010 tentang  Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional [RPJMN] 2010-2014
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah [1] satu kesatuan tata cara perencanaan pembangunan; [2] untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan; [3] yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah. Proses Perencanaan:
  1. Pendekatan Politik: Pemilihan Presiden/Kepala Daerah menghasilkan rencana pembangunan hasil proses politik [public choice theory of planning], khususnya penjabaran Visi dan Misi dalam RPJM/D.
  2. Proses Teknokratik: menggunakan metode dan kerangka berpikir ilmiah oleh lembaga atau satuan kerja yang secara fungsional bertugas untuk itu.
  3. Partisipatif: dilaksanakan dengan melibatkan seluruh stakeholders, antara lain melalui Musrenbang.
  4. Proses top-down dan bottom-up: dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan.
Asas Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional:
  1. Pembangunan nasional diselenggarakan berdasarkan demokrasi dengan prinsip-prinsip kebersamaan, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, serta kemandirian dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan nasional.
  2. Perencanaan pembangunan nasional disusun secara sistematis, terarah, terpadu, menyeluruh, dan tanggap terhadap perubahan.
  3. SPPN diselenggarakan berdasarkan asas umum penyelenggaraan negara : Asas  kepastian hukum, Asas  tertib penyelenggaraan negara, Asas kepentingan umum, Asas keterbukaan, Asas  proporsionalitas, Asas  profesionalitas, dan Asas akuntabilitas
Tujuan Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional:
  1. Mendukung koordinasi antar-pelaku pembangunan.
  2. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar-Daerah, antar-ruang, antar-waktu, antar-fungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah
  3. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan.
  4. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat
  5. Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif,  berkeadilan, dan berkelanjutan
Ruang Lingkup Perencanaan [UU25/2004]: 1.    Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional [RPJP-Nasional] 2.    Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional [RPJM-Nasional] 3.    Renstra Kementerian / Lembaga [Renstra KL] Peraturan Pimpinan KL 4.    Rencana Kerja Pemerintah [RKP] Per Pres 5.    Rencana Kerja Kementerian / Lembaga [Renja KL] Peraturan Pimpinan KL Terdapat kendala perencanaan dan penganggaran secara umum dan spesifik. Kendala umum, yaitu:
  1. Lemahnya koordinasi dalam pengelolaan data dan informasi sehingga tidak tepat sasaran.
  2. Lemahnya keterkaitan proses perencanaan, proses penganggaran dan proses politik dalam menerjemahkan dokumen perencanaan menjadi dokumen anggaran.
  3. Kurangnya keterlibatan masyarakat warga [civil society].
  4. Lemahnya sistem pemantauan, evaluasi dan pengendalian [safeguarding].
  5. Lemahnya koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
  6. Ketergantungan pada sumberdana dari donor dan lembaga internasional.
Permasalahan [Spesifik ] dalam perencanaan dan penganggaran, adalah:
  1. Permasalahan yang terkait dengan struktur program dan kegiatan perencanaan dan penganggaran antara lain adalah:
  • Pelaksanaan [operasional] perencanaan yang diwujudkan dalam bentuk program, cenderung disusun dengan pendekatan input based.
  • Program digunakan oleh beberapa Kementerian Negara/Lembaga.
  • Program memiliki tingkatan kinerja yang terlalu luas.
  • Program memiliki tingkatan yang sama atau lebih rendah dibandingkan kegiatan. Masih ditemui adanya beberapa keluaran yang tidak berkaitan dengan pencapaian kinerja.
2.    Permasalahan yang terkait dengan tidak sinerginya perencanaan pusat,   perencanaan sektoral dan daerah.
  • Pembangunan nasional [makro] semata-mata agregasi [gabungan] atas pembangunan-pembangunan daerah/wilayah atau bahkan sekedar gabungan pembangunan antar sektor semata.
  • Pembangunan nasional adalah hasil sinergi berbagai bentuk keterkaitan [linkages], baik keterkaitan spasial [spatial linkages atau regional linkages], keterkaitan sektoral [sectoral linkages] dan keterkaitan institusional [institutional  linkages].
3.    Perubahan lingkungan strategis nasional dan internasional yang perlu diperhatikan antara lain:
  • Demokratisasi, Proses perencanaan pembangunan dituntut untuk disusun secara terbuka dan melibatkan semakin banyak unsur masyarakat
  • Otonomi Daerah, Perencanaan pembangunan dituntut untuk selalu sinkron dan sinergis antara Pusat, Provinsi dan Kabupaten
  • Globalisasi, Perencanaan pembangunan dituntut untuk mampu mengantisipasi kepentingan nasional dalam kancah persaingan global
  • Perkembangan Teknologi, Perencanaan pembangunan dituntut untuk selalu beradaptasi dengan perubahan teknologi yang cepat
Tantangan Perencanaan Pembangunan:
  • Menghadapi dinamika perubahan serta kompleksitas permasalahan pembangunan nasional tersebut di atas, maka SPPN dituntut untuk mampu:
  • Mengalokasikan sumberdaya pembangunan kedalam kegiatan-kegiatan melalui kelembagaan-kelembagaan dalam konteks untuk mencapai masa depan yang diinginkan;
  • Fleksible dengan horizon perencanaan yang ditetapkan, sehingga tidak terlalu kaku dengan penerapan konsep pembangunan jangka pendek, menengah dan panjang;
  • Memperluas dan mendiseminasikan kemampuan perencanaan ke seluruh lapisan masyarakat.
Musyawarah Perencanaan Pembangunan [Musrenbang]: Setiap proses penyusunan dokumen rencana pembangunan tersebut memerlukan koordinasi antar instansi pemerintah dan partisipasi seluruh pelaku pembangunan, melalui suatu forum yang disebut sebagai Musyawarah Perencanaan Pembangunan atau Musrenbang. Jadi Musrenbang adalah :
  • Forum antarpelaku dalam rangka menyusun rencana pembangunan nasional dan rencana pembangunan daerah
  • Forum pemangku kepentingan dalam rangka menyusun rencana pembangunan daerah dimulai dari tingkat desa/kelurahan, kecamatan, forum SKPD, kabupaten/kota, provinsi, dan regional sampai tingkat nasional
  • Diikuti oleh unsur-unsur penyelenggara Negara dengan mengikutsertakan masyarakat.
Juknis Musrenbang 2007, dibagi ke dalam bagian/tahapan penyelenggaraan proses Musrenbang: 1.    Musrenbang Desa/Kelurahan 2.    Musrenbang Kecamatan 3.    Forum SKPD Kabupaten/Kota 4.    Musrenbang Kabupaten/Kota 5.    Pasca Musrenbang Kabupaten Kota 6.    Forum SKPD Provinsi 7.    Rapat Koordinasi Pusat [Rakorpus] 8.    Musrenbang Provinsi 9.    Pasca Musrenbang Provinsi 10.    Musrenbang Nasional     Pengendalian Pelaksanaan Rencana :
  • Pimpinan Kementerian/Lembaga/SKPD melakukan pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan sesuai dengan tugas dan kewenangan masing-masing.
  • Pengendalian pelaksanaan program dan kegiatan merupakan tugas dan fungsi yang melekat pada masing-masing Kementerian/Lembaga/ SKPD.
  • Pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan dimaksudkan untuk menjamin tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan yang tertuang dalam rencana dilakukan melalui kegiatan koreksi dan penyesuaian selama pelaksanaan rencana tersebut.
  • Menteri/Kepala Bappeda menghimpun dan menganalisis hasil pemantauan pelaksanaan rencana pembangunan dari masing-masing pimpinan kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah sesuai dengan tugas dan kewenangannya
Evaluasi Pelaksanaan Rencana :
  • Merupakan bagian dari kegiatan perencanaan pembangunan yang secara sistematis mengumpulkan dan menganalisis data dan informasi untuk menilai pencapaian sasaran, tujuan dan kinerja pembangunan.
  • Evaluasi dilaksanakan berdasarkan indikator dan sasaran kinerja yang tercantum dalam dokumen rencana pembangunan. Indikator dan sasaran kinerja mencakup masukan [input], keluaran [output], hasil [result], manfaat [benefit] dan dampak [impact].
  • Dalam rangka perencanaan pembangunan, setiap kementerian/lembaga, baik pusat maupun daerah, berkewajiban untuk melaksanakan evaluasi kinerja pembangunan yang merupakan dan atau terkait dengan fungsi dan tanggungjawabnya.
  • Dalam melaksanakan evaluasi kinerja proyek pembangunan, kementerian/lembaga, baik pusat maupun daerah, mengikuti pedoman dan petunjuk pelaksanaan evaluasi kinerja untuk menjamin keseragaman metode, materi, dan ukuran yang sesuai untuk masing-masing jangka waktu sebuah rencana.
Referensi:
  • Undang-Undang Nomor  25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
  • Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional [SPPN], paparan Direktorat Otonomi Daerah, Kedeputian Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, disampaikan pada : Bimbingan Teknis Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan pada Institut Pemerintahan Dalam Negeri [IPDN] 2011, Hotel Dana Dariza-Cipanas, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat 9-10 Februari 2011


diposting pada tanggal 14 Agu 2011 23.09 oleh Didi Rasidi

Perencanaan merupakan proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dan dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Pembangunan Daerah adalah pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat yang nyata, baik dalam aspek pendapatan, kesempatan kerja, lapangan berusaha, akses terhadap pengambilan kebijakan, berdaya saing, maupun peningkatan indeks pembangunan manusia. Perencanaan Pembangunan Daerah adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan  didalamnya, guna pemanfaatan dan pengalokasian  sumber daya yang ada dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah/daerah dalam jangka waktu tertentu. Prinsip Perencanaan Pembangunan Daerah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah

  1. merupakan satu kesatuan dalam sistem perencanaan pembangunan nasional.
  2. dilakukan pemerintah daerah bersama para pemangku kepentingan berdasarkan peran dan kewenangan masing-masing.
  3. mengintegrasikan rencana tata ruang dengan rencana pembangunan daerah.
  4. dilaksanakan berdasarkan kondisi dan potensi, yang dimiliki masing-masing daerah, sesuai dinamika perkembangan daerah, nasional dan global
  5. dirumuskan secara transparan, responsif, efisien, efektif, akuntabel, partisipatif, terukur, berkeadilan dan berkelanjutan.
Pendekatan  Perencanaan Pembangunan menurut Undang-Undang Nomor  25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional:
  1. Politik: penjabaran dari agenda agenda pembangunan yang ditawarkan Presiden/Kepala Daerah pada saat kampanye ke dalam rencana pembangunan jangka menengah [RPJM];
  2. Teknokratik: menggunakan metoda dan kerangka berpikir ilmiah oleh lembaga atau satuan kerja yang secara fungsional bertugas untuk itu.
  3. Partisipatif: melibatkan semua pihak yang berkepentingan [stakeholders] terhadap pembangunan
  4. Atas bawah [top down]; dan Bawah atas [bottom up]: menurut jenjang pemerintahan dan rencana hasil proses atas bawah serta bawah atas diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan baik di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan desa.
Adapun Tahapan Perencanaan Pembangunan Daerah yaitu :
  1. Penyusunan rancangan awal
  2. Pelaksanaan musrenbang
  3. Perumusan rancangan akhir
  4. Penetapan
Prinsip pengendalian & evaluasi pembangunan daerah :
  • Transparan, membuka akses terhadap seluruh pemangku kepentingan untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif.
  • Akuntabel, dapat dipertanggungjawabkan dengan benar kepada seluruh pemangku kepentingan.
  • Hirarki, dilakukan secara berjenjang dari satu tingkat pemerintahan kepada tingkat pemerintahan yang lebih tinggi.
  • Partisipatif, melibatkan pemangku kepentingan.
  • Responsif, menanggapi secara cepat serta mengantisipasi berbagai potensi permasalahan dan perubahan yang terjadi;
  • Efisien, menggunakan masukan seminimal mungkin dengan hasil/keluaran semaksimal mungkin.
  • Efektif, mencapai target dengan sumber daya yang dimiliki dengan cara atau proses yang paling optimal.
Referensi:
  • Undang-Undang Nomor  17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara
  • Undang-Undang Nomor  1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
  • Undang-Undang Nomor  25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
  • Undang-Undang Nomor  32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
  • Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah
  • Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah
  • Sinergitas Program/Kegiatan Kemendagri Dengan Program Pembangunan Daerah, Paparan Direktur Perencanaan Pembangunan Daerah, BAPPENAS


diposting pada tanggal 14 Agu 2011 23.03 oleh Didi Rasidi

Tujuan restrukturisasi program dan kegiatan adalah agar penerapan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah [KPJM], Anggaran Berbasis Kinerja, dan Anggaran Terpadu dapat dioptimalkan, diperlukan suatu upaya untuk menata kembali struktur program dan kegiatan Kementerian/Lembaga. Jadi perlu Restrukturisasi Program dan Kegiatan. Restrukturisasi program dan kegiatan bertujuan untuk mewujudkan perencanaan yang berorientasi kepada hasil [outcome] dan keluaran [output] sebagai dasar, penerapan akuntabilitas Kabinet, dan penerapan akuntabilitas kinerja Kementerian/Lembaga. Program didefinisikan sebagai instrumen kebijakan yang berisikan kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh K/L untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi anggaran, dan/atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh K/L. Jenis Program:

  1. Program Teknis, yaitu program yang menghasilkan pelayanan kepada sasaran/masyarakat [pelayanan eksternal]. Contoh: Program Pembangunan/Peningkatan Jalan dan Jembatan .
  2. Program Generik, yaitu program yang digunakan oleh beberapa unit Eselon IA yang memiliki karakteristik sejenis untuk mendukung pelayanan aparatur dan/atau administrasi pemerintahan [pelayanan internal]. Contoh: Program Peningkatan Prasarana dan Sarana Aparatur Kementerian Agama.
Terdapat keterkaitan yang jelas antara Tupoksi Organisasi [Struktur Organisasi] dengan struktur program dan kegiatan [Struktur Anggaran], sebagai berikut: 1.    Struktur Organisasi :
  • Organisasi pemerintahan terdiri dari 4 [empat] karakteristik K/L, yaitu: Lembaga Tinggi Negara, Kementerian, Kementerian Negara dan Kementerian Koordinator, dan Lembaga Pemerintahan Non Departemen [LPND] dan Lembaga Non-Struktural.
  • Secara struktural masing-masing organisasi tersebut terdiri dari pejabat Eselon 1, 2, 3, dan 4. Berkaitan dengan kegiatan restrukturisasi program, secara umum tingkat Eselon 1A akan bertanggung jawab pada pelaksanaan program dan tingkat Eselon 2 akan bertanggung jawab pada pelaksanaan kegiatan
2.    Struktur Anggaran :

Berdasarkan UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, struktur anggaran belanja negara dirinci menurut:   Fungsi [Sub-fungsi], Organisasi, Program, Kegiatan, dan Jenis Belanja.

Selain itu, dalam undang-undang tersebut juga diamanatkan adanya transparansi dan akuntabilitas keuangan negara yang diwujudkan melalui penjabaran prestasi kerja dari setiap K/L. Laporan Realisasi Anggaran masingmasing K/L selain menyajikan realisasi pendapatan dan belanja, juga menjelaskan prestasi kerja K/L. Implikasi dari pelaksanaan UU Nomor 17 tahun 2003 dalam restrukturisasi program dan kegiatan adalah perlunya disyaratkan pengelolaan dan pelaksanaan anggaran yang berbasis kinerja. Dalam restrukturisasi program dan kegiatan, seluruh program dan kegiatan dilengkapi dengan indikator kinerja beserta anggarannya, untuk digunakan sebagai alat ukur pencapaian tujuan pembangunan yang efektif dan efisien secara teknis operasional serta dalam pengalokasian sumber dayanya. Dalam restrukturisasi program dan kegiatan, perlu memperhatikan Struktur Perencanaan Kebijakan dan Struktur Manajemen Kinerja. Struktur Perencanaan Kebijakan [policy planning] terdiri dari;
  • Prioritas, yaitu merupakan arah kebijakan untuk memecahkan permasalahan yang penting dan mendesak untuk segera dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu serta memiliki dampak yang besar terhadap pencapaian sasaran pembangunan. Sasaran pembangunan tersebut merupakan penjabaran dari visi dan misi Presiden terpilih.
  • Fokus prioritas, yaitu merupakan bagian dari prioritas untuk mencapai sasaran strategis yang dapat bersifat lintas K/L.
  • Kegiatan prioritas, yaitu merupakan kegiatan pokok [kegiatan yang mutlak harus ada] untuk mendapatkan keluaran [output] dalam rangka mencapai hasil [outcome] dari fokus prioritas.
Pendekatan Perencanaan Kebijakan merupakan alat dalam menerjemahkan visi dan misi [platform] Presiden terpilih. Dalam restrukturisasi program dan kegiatan, perencanaan kebijakan [tingkat Kabinet] akan diterjemahkan dalam bentuk prioritas, fokus prioritas dan kegiatan prioritas yang kemudian dilaksanakan oleh masing-masing K/L. Jika dikaitkan dengan Struktur Manajemen Kinerja, maka prioritas akan terkait dengan pencapaian sasaran pokok [impact], fokus prioritas terkait dengan pencapaian outcome dan kegiatan prioritas terkait dengan pencapaian output. Setingkat dengan program namun dapat bersifat lintas K/L dan/atau lintas K/L ‐ SKPD. Pada tingkat K/L, prioritas dan fokus prioritas diterjemahkan melalui program dan kegiatan. Program dalam struktur policy planning berfungsi untuk memberikan rumah bagi kegiatan prioritas pada tingkat K/L, dalam artian setiap kegiatan prioritas selain akan mendukung pencapaian prioritas dan fokus prioritas tertentu juga sekaligus akan mendukung pencapaian sasaran program dalam K/L. Pencapaian fokus prioritas dilaksanakan melalui kegiatankegiatan prioritas, dengan masing-masing kegiatan prioritas dalam rangka pencapaian fokus prioritas tersebut dapat berada dalam beberapa program-program yang berbeda di tingkat K/L. Dengan demikian, keberadaan fokus prioritas sekaligus berperan sebagai instrumen koordinasi antara K/L. Struktur Manajemen Kinerja, terdiri dari:
  • Pendekatan manajemen kinerja yang akan diterapkan terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu: [i] Kinerja pada tingkat Kabinet dan [ii] Kinerja pada tingkat K/L.
  • Kerangka penyusunannya dimulai dari: “apa yang ingin diubah” [impact], yang memerlukan indikator “apa yang akan dicapai” [outcome] guna mewujudkan perubahan yang diinginkan, untuk mencapai outcome diperlukan informasi tentang “apa yang dihasilkan” [output], dan Untuk menghasilkan output tersebut diperlukan “apa yang akan digunakan” [input].
Akuntabilitas pada tingkat perencanaan kebijakan [tingkat Kabinet/Pemerintah], memuat informasi kinerja yaitu:  [1] Impact untuk menilai sasaran pokok yang merupakan kinerja dari prioritas; [2] Outcome untuk menilai fokus prioritas yang merupakan kinerja dari fokus prioritas, [3] Output untuk menilai kegiatan prioritas yang merupakan kinerja dari kegiatan prioritas; dan [4] Outcome, fokus prioritas merupakan kinerja hasil yang harus dicapai oleh satu atau beberapa K/L yang terkait dengan pencapaian kinerja prioritas. Akuntabilitas pada tingkat organisasi K/L, memuat informasi kinerja yaitu: [1] Impact untuk menilai misi/sasaran K/L yang merupakan kinerja yang ingin dicapai K/L; [2] Outcome untuk menilai kinerja program yang secara akuntabilitas berkaitan dengan unit organisasi K/L setingkat Eselon 1A; [3] Output untuk menilai kinerja kegiatan yang secara akuntabilitas berkaitan dengan unit organisasi K/L setingkat Eselon 2; dan [4] Pencapaian misi/sasaran K/L [impact] dipengaruhi oleh pencapaian kinerja program-program [outcome] yang ada di dalam K/L, dan pencapaian kinerja program [outcome] dipengaruhi oleh pencapaian dari kinerja kegiatan-kegiatannya [output]. Dalam penyusunanannya, indikator kinerja perlu untuk mempertimbangkan kriteria sebagai berikut:
  1. Relevant: indikator terkait secara logis dan langsung dengan tugas institusi, serta realisasi tujuan dan sasaran strategis institusi;
  2. Well-defined: definisi indikator jelas dan tidak bermakna ganda sehingga mudah untuk dimengerti dan digunakan;
  3. Measurable: indikator yang digunakan diukur dengan skala penilaian tertentu yang disepakati, dapat berupa pengukuran secara kuantitas, kualitas atau harga. Indikator Kuantitas diukur dengan satuan angka dan unit.  Contoh Indikator Kuantitas : Jumlah penumpang internasional yang masuk melalui pelabuhan udara dan pelabuhan laut. Indikator Kualitas menggambarkan kondisi atau keadaan tertentu yang ingin dicapai [melalui penambahan informasi tentang skala/tingkat pelayanan yang dihasilkan].  Contoh Indikator Kualitas : Proporsi kedatangan penumpang internasional yang diproses melalui imigrasi dalam waktu 30 menit. Indikator Harga mencerminkan kelayakan biaya yang diperlukan untuk mencapai sasaran kinerja. Contoh Indikator Harga: Biaya  pemrosesan imigrasi per penumpang.
  4. Appropriate: pemilihan indikator yang sesuai dengan upaya peningkatan pelayanan/kinerja
  5. Reliable: indikator yang digunakan akurat dan dapat mengikuti perubahan tingkatan kinerja;
  6. Verifiable: memungkinkan proses validasi dalam sistem yang digunakan untuk menghasilkan indikator;
  7. Cost-effective: kegunaan indikator sebanding dengan biaya pengumpulan data.
Target indikator kinerja disusun setelah indikator kinerja ditetapkan. Target indikator kinerja menunjukkan sasaran kinerja spesifik yang akan dicapai oleh K/L, program, dan kegiatan dalam periode waktu yang telah ditetapkan. Dalam menetapkan target indikator kinerja perlu diperhatikan standar kinerja yang dapat diterima [benchmarking]. Salah satu cara menentukan standar kinerja adalah dengan mengacu kepada tingkat kinerja institusi/negara lain yang sejenis sebagai perwujudan best practices. Standar kinerja dan target indikator kinerja dinyatakan dengan jelas pada awal siklus perencanaan [dapat dilakukan pada tahap perencanaan strategis atau awal tahun anggaran]. Hal ini untuk menjamin aspek akuntabilitas pencapaian kinerja. Kriteria dalam menentukan target indikator kinerja menggunakan pendekatan “SMART”, yaitu:
  1. Specific: sifat dan tingkat kinerja dapat diidentifikasi dengan jelas;
  2. Measurable: target kinerja dinyatakan dengan jelas dan terukur baik bagi indikator yang dinyatakan dalam bentuk kuantitas, kualitas dan biaya;
  3. Achievable: target kinerja dapat dicapai terkait dengan kapasitas dan sumber daya yang ada;
  4. Relevant: mencerminkan keterkaitan [relevansi] antara target output dalam rangka mencapai target outcome yang ditetapkan; serta antara target outcome dalam rangka mencapai target impact yang ditetapkan; dan
  5. Time Bond: waktu/periode pencapaian kinerja ditetapkan.
Referensi: Restrukturisasi Program dan Kegiatan, Paparan BAPPENAS, disampaikan pada Bimbingan Teknis Penyusunan LAKIP IPDN, di Subang tanggal 31 Maret 2010.

diposting pada tanggal 14 Agu 2011 22.58 oleh Didi Rasidi

Perencanaan strategis merupakan proses secara sistematis dan berkelanjutan dari keputusan yang berisiko, dengan memanfaatkan sebanyak-banyaknya pengetahuan antisipatif, mengorganisasi secara sistematis usaha-usaha melaksanakan keputusan tersebut dan mengukur hasilnya melalui umpan balik yang terorganisasi dan sistematis. perencanaan strategis merupakan suatu proses yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai selama kurun waktu 1 [satu] sampai dengan 5 [lima] tahun dengan memperhitungkan potensi, peluang, dan kendala yang ada atau mungkin timbul. Setidaknya muatan Rencana Strategis, adalah:

  1. Memuat secara jelas arah masa depan yang hendak dituju [where do we want to be]? [Visi, Tujuan dan Sasaran]
  2. Renstra mempertimbangkan kondisi saat ini [where are we now]? [Nilai-nilai, SWOT analysis dan misi organisasi]
  3. Memuat cara-cara mencapai tujuan dan sasaran [how to get there]? [Kebijakan, Progran dan Kegiatan]
  4. Memuat ukuran keberhasilan [how do we measure our progress]? [Indikator kinerja]
Dalam proses penyusunan Renstra, perlu melibatkan semua pihak [Partisipatif], menggunakan Teknik Analisis Manajemen, harus menggambarkan core business instansi pemerintah, dan memperhatikan proses timbal balik. Perencanaan Kinerja merupakan proses penyusunan Rencana Kinerja  sebagai penjabaran dari Sasaran dan Program yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategis, yang akan dilaksanakan oleh instansi pemerintah melalui berbagai kegiatan tahunan. Kegiatan utama penyusunan rencana kinerja, yaitu menetapkan target indikator sasaran, merumuskan kegiatan Pokok, merumuskan indikator kegiatan, merumuskan satuan setiap indikator kegiatan, dan menetapkan target setiap indikator pada kegiatan yang satuannya telah ditetapkan. Adapun manfaat Perencanaan Kinerja, adalah: menghubungkan perencanaan strategis dan perencanaan operasional secara terinci, menajamkan dan mengoperasionalkan rangkaian perencanaan sampai penganggaran, membantu pencapaian hasil pelaksanaan program, memudahkan proses pengukuran dan penilaian kinerja, membantu pemantauan dan evaluasi kinerja, dan membantu dalam menetapkan target kinerja. Prasyarat  yang harus diperhatikan dalam penyusunan Perencanaan Kinerja, yaitu; [1] Sudah ada dokumen Renstra atau perencanaan jangka menengah; [2] Sudah ada kejelasan mengenai perumusan tujuan dan sasaran yang jelas, spesifik, dan dapat diukur; [3] Sudah ada perumusan strategi yang jelas dan dapat ditentukan waktu pelaksanaannya ; dan [4] Terdapat hubungan yang rasional antara sumber daya dan outcome [hasil yang diinginkan]. Tahapan dalam menentukan Target Kinerja, yang perlu dilakukan adalah: 1.    Mempelajari dan menentukan tingkat kinerja yang diinginkan dengan sasaran yang ingin dicapai; 2.    Menentukan tingkat kinerja dengan mempertim-bangkan tahapan pelaksanaan program/kegiatan; 3.    Mempertimbangkan kemampuan riil pengerahan sumber daya; 4.    Menetapkan tingkat kinerja yang diinginkan dalam bentuk target. Referensi: Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 29 tahun 2010 tentang Penetapan Kinerja dan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.


diposting pada tanggal 14 Agu 2011 22.50 oleh Didi Rasidi

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan Pengendalian dan Evaluasi terhadap pelaksanaan rencana pembangunan. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006, disebutkan bahwa monitoring merupakan suatu kegiatan mengamati secara seksama suatu keadaan atau kondisi, termasuk juga perilaku atau kegiatan tertentu, dengan tujuan agar semua data masukan atau informasi yang diperoleh dari hasil pengamatan tersebut dapat menjadi landasan dalam mengambil keputusan tindakan selanjutnya yang diperlukan. Tindakan tersebut diperlukan seandainya hasil pengamatan menunjukkan adanya hal atau kondisi yang tidak sesuai dengan yang direncanakan semula. Tujuan Monitoring untuk mengamati/mengetahui  perkembangan dan kemajuan, identifikasi dan permasalahan serta antisipasinya/upaya pemecahannya. Definisi Evaluasi menurut OECD, disebutkan bahwa Evaluasi merupakan proses menentukan nilai atau pentingnya suatu kegiatan, kebijakan, atau program. Evaluasi merupakan sebuah penilaian yang seobyektif dan sesistematik mungkin terhadap sebuah intervensi yang direncanakan, sedang berlangsung atau pun yang telah diselesaikan. Hal-hal yang harus dievaluasi yaitu proyek, program, kebijakan, organisasi, sector, tematik, dan bantuan Negara. Kegunaan Evaluasi, adalah untuk:

  • Memberikan informasi yg valid ttg kinerja kebijakan, program & kegiatan yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai & kesempatan telah dapat dicapai
  • Memberikan sumbangan pada klarifikasi & kritik thd nilai2 yg mendasari pemilihan tujuan & target
  • Melihat peluang adanya alternatif kebijakan, program, kegiatan yang lebih tepat, layak, efektif, efisien
  • Memberikan umpan balik terhadap kebijakan, program dan proyek
  • Menjadikan kebijakan, program dan proyek mampu mempertanggungjawabkan penggunaan dana publik
  • Mambantu pemangku kepentingan belajar lebih banyak mengenai kebijakan, program dan proyek 
  • Dilaksanakan berdasarkan kebutuhan pengguna utama yang dituju oleh evaluasi
  • Negosiasi antara evaluator and pengguna utama yang dituju oleh evaluasi
Evaluasi adalah rangkaian kegiatan membandingkan realisasi masukan [input], keluaran [output], dan hasil [outcome] terhadap rencana dan standar. Evaluasi merupakan merupakan kegiatan yang menilai hasil yang diperoleh selama kegiatan pemantauan berlangsung. Lebih dari itu, evaluasi juga menilai hasil atau produk yang telah dihasilkan dari suatu rangkaian program sebagai dasar mengambil keputusan tentang tingkat keberhasilan yang telah dicapai dan tindakan selanjutnya yang diperlukan. Pengendalian merupakan serangkaian kegiatan managemen yang dimaksudkan untuk menjamin agar suatu program/kegiatan yang dilaksanakan sesuai rencana yang ditetapkan
  1. Pimpinan Kementerian/Lembaga/SKPD melakukan pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan sesuai dengan tugas dan kewenangan masing-masing.
  2. Melekat pada tugas dan fungsi
  3. Pengendalian dilakukan terhadap pelaksanaan Renja-KL, meliputi pelaksanaan program dan kegiatan, serta jenis belanja.
  4. Hal yang sama untuk Gubernur terhadap pelaksanaan dekon dan TP, serta Bupati/Walikota untuk pelaksanaan TP.
  5. Dilakukan melalui: Pemantauan dan Pengawasan.
Evaluasi bertujuan untuk melihat tingkat keberhasilan pengelolaan kegiatan, melalui kajian terhadap manajemen dan output pelaksanaannya serta permasalahan yang dihadapi, untuk selanjutnya menjadi bahan evaluasi kinerja program dan kegiatan selanjutnya. Bentuk evaluasi berupa pengkajian terhadap manajemen dan output pelaksanaannya serta permasalahan yang dihadapi.Dimaksudkan:
  1. Memberikan kesimpulan dalam bentuk umpan balik sehingga dapat terus mengarahkan pencapain visi/misi/sasaran yang telah ditetapkan;
  2. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan antara yang terjadi dengan yang direncanakan, serta mengaitkannya dgn kondisi lingkungan yg ada;
  3. Arah evaluasi bukan pada apakah informasi yang disediakan benar atau salah, tetapi lebih diarahkan pada perbaikan yang diperlukan atas implementasi kebijakan/program/kegiatan.
Evaluasi memberikan  informasi mengenai:
  • Benar atau tidaknya strategi yang diapakai
  • Ketepan cara operasi yang dipilih
  • Pemilihan cara pembelajaran  yang lebih baik
  • Pelaksanaan pengawasanterhadap kegiatan rutin sedang berjalan dan internal, serta pengawasan dipergunakan untuk mengumpulkan informasi terhadap keluaran/hasil dan indikator yang dipergunakan untuk mengukur kinerja program
  • Pelaksanaan evaluasi dilaksanakan secara periodik dan berkala, dapat bersifat internal dan eksternal atau partisipatif, sebagai umpan balik periodik kepada pemangku kepentingan utama.
Pengendalian adalah serangkaian kegiatan manajemen yang dimaksudkan untuk menjamin agar suatu program/kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Pemantauan adalah kegiatan mengamati perkembangan pelaksanaan rencana pembangunan, mengidentifikasi serta mengantisipasi permasalahan yang timbul dan/atau akan timbul untuk dapat diambil tindakan sedini mungkin. Pemantauan bertujuan untuk mengamati/mengetahui perkembangan kemajuan, identifikasi dan permasalahan serta antisipasi/upaya pemecahannya. Sedangkan maksudnya, adalah:
  1. Mendapatkan informasi perkembangan pelaksanaan rencana pembangunan secara kontinyu [terus menerus] mengenai pencapaian indikator kinerja dan permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan;
  2. Melakukan identifikasi masalah agar tindakan korektif dapat dilakukan sedini mungkin; dan
  3. Mendukung upaya penyempurnaan perencanaan berikutnya melalui hasil pemantauan.
  • Pelaksana: masing-masing Pengelola Kegiatan/Satker di daerah serta komponen pembina/penanggunjawab kegiatan pusat, yang hasilnya menjadi input bagi perumusan kebijakan selanjutnya.
  • Lingkup: aspek perencanaan, penyaluran/pencairan dana, pelaksanaan, dan pelaporan.  
  • Bentuk: Rapat Berkala, Rapat ad hock, Pelaporan, dan kunjungan lapangan
  • Dilakukan terhadap pelaksanaan Renja-KL, dengan fokus  pelaksanaan program dan kegiatan.
  • Daerah: Gubernur dan Ka.SKPD Provinsi melakukan pemantauan pelaksanaan Dekon dan TP; Bupati/Walikota dan Ka. SKPD Kabupaten/Kota melakukan pemantauan pelaksanaan  TP, sesuai degan tugas dan kewenangannya.
  • Komponen pemantuan meliputi: [1] perkembangan realisasi penyerapan dana, [2] realisasi pencapaian target keluaran [output], dan [3] kendala yang dihadapi & tinjut.
  • Bentuk produk [akhir] laporan triwulan.
Metode Pelaporan    dilakukan berkala dan berjenjang, maksudnya sebagai berikut:
  1. Pelaporan dilaksanakan secara berkala yaitu dilakukan setiap 3 bulan [triwulanan], dan 6 bulanan [semesteran] atau tahunan.
  2. Pelaporan dilakukan secara berjenjang, maksudnya penyampaian pelaporan  dari unit kerja paling bawah sampai pucuk pimpinan organisasi; dari penanggungjawab kegiatan kepada penanggungjawab program, dan dari penanggungjawab program kepada pimpinankementerian/lembaga; atau dari suatu tingkat pemerintahan kepada tingkat pemerintahan yang lebih tinggi, hingga ke pusat.
Fokus PP 39 tahun 2006 yaitu  yang merupakan pengendalian dan evaluasi untuk kegiatan Pemerintah Pusat, yang merupakan dana Kementerian/Lembaga [pusat], dekonsentrasi [provinsi], dan tugas Pembantuan [kabupaten/kota], jadi tidak memfokuskakan pada kegiatan daerah yang dibiayai dana desentralisasi . Adapun pengendalian dan evaluasi menurut UU No. 25/2004 Tentang SPPN, Pasal 28:
  1. Pengendalian pelaksanaan rencana pembangunan dilakukan oleh masing-masing Kementerian/ Lembaga/ Satuan Kerja Perangkat Daerah;
  2. Menteri/ Kepala Bappeda menghimpun dan menganalisis hasil pemantauan pelaksanaan rencana pembangunan dari masing-masing pimpinan Kementerian/ Lembaga/ Satuan Kerja Perangkat Daerah sesuai dengan tugas dan kewenangannya.
Selanjutnya Pasal 29 UU No 25/2004 Tentang SPPN:
  1. Pimpinan Kementerian/ Lembaga melakukan evaluasi kinerja pelaksanaan rencana pembangunan Kementerian/ Lembaga periode sebelumnya;
  2. Pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah melakukan evaluasi kinerja pelaksanaan rencana pembangunan Satuan Kerja Perangkat Daerah periode sebelumnya;
  3. Menteri/ Kepala Bappeda  menyusun evaluasi rencana pembangunan berdasarkan hasil evaluasi pimpinan Kementerian/ Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat [1] dan evaluasi Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat [2];
  4. Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat [3] menjadi bahan bagi penyusunan rencana pembangunan Nasional/ Daerah untuk periode berikutnya.
Latar belakang perumusan kebijakan di bidang penguatan akuntabilitas kinerja, antara lain dengan alas an karena: sudah cukup lama belum ada revisi pedoman tentang penerapan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, perkembangan administrasi keuangan sangat terkait dengan manajemen kinerja [perkembangan sudah cukup banyak], dan penguatan akuntabilitas kinerja melalui kontrak kinerja perlu diperkuat pedomannya. Perencanaan dalam upaya meningkatkan akuntabilitas kinerja, antara lain: kualitas birokrasi, pelayanan publik, Indeks Daya Saing Global, Kelembagaan dan Ketatalaksanaan, Sumber Daya Manusia Aparatur [Kompetensi, Profesionalitas dan Netralitas] dan Akuntabilitas Kinerja. Tujuan reform manajemen kinerja melalui implementasi SAKIP yaitu meningkatkan akuntabilitas kinerja organisasi. Adapun tujuan/sasaran reform di bidang perencanaan & penganggaran adalah untuk mewujudkan upaya meletakan landasan bagi sistem perencanaan dan penganggaran yg mampu menjamin arah pembangunan secara berkesinambungan dan memiliki akuntabilitas kinerja yang terukur. Referensi:
  • Undang-Undang Nomor  25 tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
  • Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Evaluasi dan Pengendalian Pelaksanaan Rencana Pembangunan
  • Tinjauan PP Nomor. 39 Tahun 2006, Paparan Direktorat Otonomi Daerah Bappenas di Hotel Takashimaya, Lembang,10 Februari 2011.


diposting pada tanggal 14 Agu 2011 22.45 oleh Didi Rasidi

Latar belakang perlunya penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah [LAKIP], antara lain:

  • Dalam rangka lebih meningkatkan pelaksanaan pemerintahan yang lebih berdayaguna, berhasil guna, bersih dan bertanggungjawab dipandang perlu adanya pelaporan AKIP
  • Untuk melaksanakan pelaporan AKIP perlu dikembangkan Sistem AKIP
  • Sebagai wujud pertanggungjawaban dalam mencapai misi dan tujuan instansi pemerintah dan dalam rangka perwujudan good governance telah dikembangkan media pertanggungjawaban LAKIP
Laporan Akuntabilitas Kinerja : Dokumen yang berisi gambaran perwujudan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah  yang disusun dan disampaikan secara sistematik dan melembaga. Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah adalah perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan melalui sistem pertanggungjawaban secara periodik. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah adalah instrumen yang digunakan instansi pemerintah dalam memenuhi kewajiban untuk mempertanggujawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misi organisasi yang terdiri dari berbagai komponen yg merupakan suatu kesatuan yaitu perencanaan stratejik, perencanaan kinerja, pengukuran kinerja dan pelaporan kinerja. Perencanaan Stratejik merupakan Suatu proses yg berorientasi pada hasil yg ingin dicapai dalam kurun waktu 1-5 tahun secara sistematis dan berkesinambungan. Proses ini menghslkan suatu rencana statejik yg memuat visi, misi, tujuan, sasaran, dan program yang realistis dan mengantisipasi masa depan yang diinginkan dan dapat dicapai. Perencanaan Kinerja merupakan proses penetapan kegiatan tahunan dan indikator kinerja berdasarkan program , kebijakan, sasaran yang telah ditetapkan dalam rencana stratejik.  Hasil dari proses ini berupa Rencana Kinerja Tahunan. Pengukuran Kinerja dengan mempergunakan Indikator Kinerja Utama [IKU].
  • IKU pada tingkat Kementerian Negara/ Departemen/LPND adalah Indikator Hasil [Outcome] sesuai dengan kewenangan tugas dan fungsi.
  • IKU pada tingkat Eselon I adalah Indikator hasil [Outcome] dan atau keluaran [Output], setingkat lebih tinggi dari keluaran [Output]  unit kerja dibawahnya.
  • IKU pada tingkat Eselon II sekurang-kurangnya adalah Indikator keluaran [Output].
Bahan-bahan dan data untuk penyusunan pelaporan kinerja bersumber: 1.    Dokumen RPJMN 2.    Dokumen Renstra 3.    Kebijakan Umum Instansi 4.    Bidang kewenangan, tugas dan fungsi 5.    Informasi Data Kinerja 6.    Data statistik 7.    Kelaziman pada bidang tertentu dan perkembangan ilmu pengetahuan Indikator Kinerja Utama dikatan baik apabila IKU tersebut setidaknya mempunyai karakteristik sebagai berikut: •    Specific [spesifik] •    Measurable [dapat diukur] •    Achievable [dapat dicapai] •    Result Oriented [berorientasi kepada Hasil] •    Relevan [berkaitan dengan tujuan dan sasaran]  Penetapan Indiktor Kinerja Utama  wajib menggunakan Azas  Konservatisme yaitu azas kehati-hatian, kecermatan, keterbukaan guna menghasilkan  informasi yang handal. Dalam hal IKU menimbulkan dampak negatif terhadap kinerja organisasi secara keseluruhan pimpinan unit organisasi melaporkan kepada unit organisasi diatasnya. Penggunaan IKU, adalah untuk: •    Perencanaan Jangka Menengah •    Perencanaan Tahunan •    Penyusunan dokumen Penetapan Kinerja •    Pelaporan Akuntabilitas Kinerja •    Evaluasi Kinerja •    Pemantauan dan pengendalian Kinerja LAKIP yang selama ini disusun dan disajikan secara terpisah dengan laporan keuangan, harus disusun dan disajikan secara terintegrasi dengan laporan keuangan, sehingga memberi informasi yang komprehensif berkaitan dengan keuangan dan kinerja. Pentingnya LAKIP bermanfaat  bagi  dilaksanakannya  Evaluasi  Kinerja. Fungsi Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah [LAKIP], antara lain: 1.    Media hubungan kerja organisasi 2.    Media akuntabilitas 3.    Media informasi umpan balik perbaikan kinerja 4.    LAKIP sebagai Instrumen Peningkatan Kinerja Berkesinambungan:
  • Action, artinya LAKIP sebagai bahan untuk perbaikan kelembagaan, ketatalaksanaan, peningkatan sumber daya manusia, akuntabilitas dan pelayanan public.
  • Plan, artinya LAKIP sebagai sebagai bahan dalam menyusun Renstra, Rencana Kerja Tahunan, Penetapan Kinerja untuk tahun yang akan dating.
  • Check, maksudnya LAKIP dapat digunakan untuk mengevaluasi keberhasilan atau kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran organisasi.
  • Do, artinya LAKIP sebagai alat dalam melaksanakan, memantau, mengukur kinerja kegiatan suatu instansi.
Hal-hal yang harus termuat dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah [LAKIP]:
  • LAKIP menyajikan informasi kinerja berupa hasil pengukuran kinerja, evaluasi, dan analisis akuntabilitas kinerja, termasuk menguraikan keberhasilan dan kegagalan, hambatan/kendala, permasalahan, serta langkah-langkah antisipatif yang akan diambil.
  • Disertakan uraian mengenai aspek keuangan yang secara langsung mengaitkan hubungan antara anggaran negara yang dibelanjakan dengan hasil atau manfaat yang diperoleh [akuntabilitas keuangan] .
  • Diuraikan juga secara singkat Renstra dan Renja tahun bersangkutan beserta sasaran yang ingin dicapai pada tahun itu dan kaitannya dengan capaian tujuan, misi, dan visi.
Adapun tujuan dari analisis kinerja, antara lain:
  •   Mengenali kendala dan permasalahan  yang dihadapi
  •   Menilai efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan output
  •   Menilai efektivitas pencapaian hasil [outcome] terhadap rencana
  •   Menilai apakah kualitas hasil telah memenuhi keinginan/kepuasan stakeholders
  •   Menilai apakah pencapaian output dan outcome sesuai dengan waktu yang ditetapkan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah [AKIP] mendorong Instansi fokus pada Pencapaian Sasaran. Dalam upaya Pencapaian Sasaran perlu sebuah Alat Ukur yang dinamakan Indikator Kinerja. Indikator  kinerja berupa :
  • Hasil [Outcome] : Bagaimana Tingkat pencapaian Kinerja yang diharapkan Terwujud, berdasarkan Output [Keluaran] atas Kebijakan atau Program yang sudah dilaksanakan
  • Keluaran [Output] : Bagaimana Produk yang Dihasilkan secara Langsung oleh adanya Kebijakan atau Program, berdasarkan Input [Masukan] yang digunakan.
Standar bagi dasar melakukan Evaluasi Kinerja adalah:
  • Ketaatan [compliance] berkaitan dengan upaya audit, dengan mempertanyakan sejauh mana transaksi oleh pemerintah telah sejalan atau sesuai dengan ketentuan hukum atau peraturan perundangundangan;
  • Efisiensi [efficiency] berkaitan dengan sejauh mana instansi pemerintah telah mencapai tingkat produktivitas optimum atas dasar sumber daya yang telah digunakan;
  • Efektivitas [Effectiveness] berkaitan dengan sejauh mana Tingkat Pencapaian Tujuan Kebijakan atas dasar Pemanfaatan Sumber Daya Publik.
Hasil  Evaluasi  kinerja diharapkan dapat memberikan feedback untuk: •    Meningkatkan Mutu Pelaksanaan Pengelolaan Aktivitas organisasi ke arah yang lebih baik; •    Meningkatkan Akuntabilitas Kinerja organisasi; •    Memberikan Informasi yang lebih Memadai dalam menunjang Proses Pengambilan Keputusan; •    Meningkatkan Pemanfaatan Alokasi Sumber Daya yang tersedia; •    Sebagai Dasar Peningkatan Mutu Informasi mengenai Pelaksanaan Kegiatan organisasi; •    Mengarahkan pada Sasaran dan Tujuan organisasi. Reference:
  • Permenpan Nomor 29 Tahun 2010 Tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja Dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
  • Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah


diposting pada tanggal 11 Agu 2011 20.17 oleh Didi Rasidi

Dokumen dan hal yang menjadi acuan perencanaan anggaran di lingkungan Kementerian Dalam Negeri, antara lain: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional [RPJMN, kegiatan prioritas nasional, Kementerian/Lembaga], Rencana Kerja Pemerintah [RKP], Rencana Strategis [RENSTRA], Pagu Indikatif, Hasil Trilateral Meeting, Pagu Anggaran, dan Alokasi Anggaran. Dasar hukum dalam perencanaan anggaran Kemendagri tahun 2011 antara lain:

  • Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003, tentang Keuangan Negara;
  • Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003, tentang Perbendaharaan Negara;
  • Undang-Undang Nomor 25  Tahun 2004, tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;
  • Undang-Undang Nomor 10 tahun 2010, tentang APBN Tahun 2011
  • Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2004, tentang Pemeriksaan pengelolaan dan Tanggung jawab keuangan negara;
  • Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004, tentang Penyusunan rencana kerja dan anggaran Kementerian Negara/Lembaga;
  • Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 , tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah
  • Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006, tentang Tata cara pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan
  • Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006, tentang  Penyusunan Rencana Pembangunan
  • Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008, tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan
  • Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010, tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran K/L
  • Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2010 tentang Rencana Kerja Pemerintah TA.2011
  • Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2011, tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri.
Adapun kategori Pengalokasian Anggaran yang menjadi pertimbangan atau dasar dalam perencanaan anggaran di lingkungan Kementerian Dalam Negeri, antara lain:
  1. Contingency Reserve: kebutuhan mendesak dan darurat, policy measures, indikator ekonomi-non ekonomi, cadangan dan lain-lain, alokasi anggaran dan rincian penggunaannya sesuai dengan kebijakan dan pesetujuan DPR, dan target kinerja harus jelas dan terukur.
  2. Kebijakan Baru : prioritas, fokus prioritas, kegiatan prioritas, alokasi anggaran dan rincian penggunaannya sesuai dengan fiscal space, target kinerja sesuai dengan RKP.
  3. Angka dasar [baseline] : Running cost [gaji, tunjangan, operasional, pemeliharaan,    perjalanan dinas biasa], pelayanan dasar [tupoksi unit], multi-years project, alokasi anggaran dan rincian penggunaannya sesuai dengan kebijakan tahun sebelumnya, target kinerja sesuai dengan rencana kerja tahunan.
  4. Pengalokasian Anggaran: Level Nasional dan level Kementerian/Lembaga [K/L]. 
Pengalokasian anggaran kategori tingkat Level Nasional dengan:
  • pengalokasian anggaran didasarkan pada target kinerja sesuai prioritas dan fokus prioritas pembangunan serta pemenuhan kewajiban sesuai amanat konstitusi ;
  • target kinerja sesuai prioritas dan fokus prioritas selanjutnya dijabarkan dalam kegiatan-kegiatan prioritas.
Sedangkan pengalokasian anggaran kategori Level K/L :
  • pengalokasian anggaran mengacu pada Program dan Kegiatan masing-masing unit sesuai dengan tugas dan fungsinya termasuk kebutuhan anggaran untuk memenuhi angka dasar [baseline] serta alokasi untuk kegiatan prioritas yang bersifat penugasan;
  • Penghitungan kebutuhan anggaran untuk masing-masing kegiatan mengacu pada standar biaya dan target kinerja yang akan dihasilkan;
  • Rincian penggunaan dana menurut jenis belanja, dituangkan dalam dokumen anggaran hanya pada level jenis belanja [tidak dirinci sampai dengan kode akun].

Siklus Perencanaan atau Tahapan Perencanaan Pembangunan, menurut Undang-Undang Nomor 25/tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional ada 4 tahapan, yaitu:

  1. Penyusunan Rencana, berupa:RPJP, RPJM, RKT [PP 40/2006]
  2. Penetapan Rencana, berupa: RPJP, RPJM, RKT [PP 40/2006]
  3. Pengendalian Pelaksanaan Rencana [PP 39/2006]
  4. Evaluasi Pelaksanaan Rencana [PP 39/2006]
Ada 3 [tiga] hal yang perlu ada dalam penganggaran berbasis kinerja, yaitu:
  1. Indikator Kinerja: [a] indikator yang mencerminkan tolok ukur untuk mencapai sasaran program [outcome]; [b] Pendekatan yang digunakan dapat berfokus thd efek-tivitas, efisiensi, outcome atau kepuasan pelanggan; dan [c] sebagai instrumen evaluasi kinerja.
  2. Standar Biaya: [a] mencerminkan kebutuhan dana untuk menghasilkan sebuah output atas pelaksanaan sebuah kegiatan; [b] Menunjukan seluruh komponen/item yang harus dibiayai; [c] Penetapan unit cost untuk setiap komponen/item, menggunakan harga yang paling ekonomis namun tetap memperhatikan kualitas produk.
  3. Evaluasi Kinerja: [a] Membandingkan antara rencana kinerja dan realisasinya berdasarkan indikator yang telah ditetapkan; [b] Menganalisis perbedaan [gap] yang terjadi dan merumuskan alternatif solusinya; [c] Menyempurnakan indikator kinerja untuk tahap selanjutnya; dan [d] Rekomendasi kelangsungan kebijakan.
Pengukuran dan Evaluasi Kinerja Anggaran menurut PP 90/2010, bahwa hasil berupa: [1] Tingkat keluaran [output]; [2] Capaian Hasil [outcome]; [3] Tingkat  efisiensi; [4] Konsistensi antara perencanaan dan implementasi; dan [5] Realisasi penyerapan  anggaran.

  Kebijakan  Penganggaran menurut PMK NO.38/2011 menegaskan bahwa tujuan pemberian rewards dan funishment  adalah untuk:

  1. pencapaian kinerja dan meningkatkan akuntabilitas unit;
  2. memberikan apresiasi atau penalti atas pelaksanaan tupoksi yang menjadi tanggung jawabnya;
  3. untuk memotivasi utk efisiensi penggunaan anggaran;
  4. terwujudnya kualitas perencanaan [quality of planning] dan kualitas belanja [quality of spending] yang semakin baik.
Reference:
  • Undang-Undang Nomor 25/tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
  • Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata cara pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan;
  • Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 tentang  Penyusunan Rencana Pembangunan;
  • Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran K/L


diposting pada tanggal 11 Agu 2011 20.06 oleh Didi Rasidi

Tujuan penganggaran berbasis kinerja adalah untuk menunjukan keterkaitan antara pendanaan dan prestasi kinerja yang akan dicapai [directly linkages between performance and budget], meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam penganggaran [operational efficiency], meningkatkan fleksibilitas dan akuntabilitas unit dalam melaksanakan tugas dan pengelolaan anggaran [more flexibility and accountability]. Landasan Konseptual penganggaran berbasis kinerja adalah alokasi anggaran berorientasi pada kinerja  [output and outcome oriented], fleksibilitas pengelolaan anggaran  dengan tetap menjaga prinsip akuntabilitas [let the manager manages], alokasi anggaran program/kegiatan didasarkan pada tugas-fungsi Unit Kerja yang dilekatkan pada stuktur organisasi [Money follow function]. Syarat penganggaran Berbasis Kinerja perlu Indikator Kinerja, Standar Biaya dan Evaluasi Kinerja. Standar biaya berupa SBU dan SBK. SBU adalah satuan  biaya  berupa harga satuan, tarif, dan indeks yang digunakan untuk menyusun biaya komponen masukan kegiatan , yang ditetapkan sebagai biaya masukan. SBK adalah besaran biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan sebuah kegiatan  yang  merupakan akumulasi biaya komponen masukan kegiatan, yang ditetapkan sebagai biaya keluaran.Terkait penyusunan RKA-KL, terdapat pengelompokan tingkatan/level cakupan dalam penyusunan anggaran, meliputi pengelompokan:

  1. Peogram:  berada pada level Eselon I, nomenklatur yang merupakan refleksi tugas dan fungsi eselon I, menghasilkan outcome.
  2. Kegiatan: berada pada level Eselon II/Satuan Kerja, nomenklatur yang merupakan refleksi tugas dan fungsi Eselon II/Satuan Kerja, menghasilkan output.
  3. Output: berada pada level Eselon II/Satker, keluaran yang harus dicapai oleh Eselon II/Satker, capaian keberhasilannya diukur  dengan indikator kinerja kegiatan.
  4. Komponen input : merupakan pembentuk output, strukturnya tergantung pada masing-masing unit kerja, berisikan detail kegiatan.
Fungsi Standar Biaya Khusus adalah untuk efisiensi dan efektifitas alokasi anggaran dalam pencapaian keluaran kegiatan. Adapun manfaat Standar Biaya Khusus, antara lain:
  1. Mempercepat penyusunan dan penelaahan RKAKL, khususnya untuk kegiatan kementerian negara/  lembaga yang keluarannya bersifat terus menerus;
  2. Menyederhanakan proses penyusunan RKAKL tahun berikutnya. Dengan ditetapkannya SBK, kementerian negara/lembaga tidak perl;u lagi melakukan proses penyusunan RKAKL dari awal, namun cukup dengan melakukan penyesuaian yang diperlukan;
  3. Mempermudah pelaksanaan monitoring dan evaluasi atas anggaran yang telah dialokasikan
Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam penyusunan Standar Biaya Khusus, sebagai berikut:
  1. Standar Biaya Khusus  disusun  pada  tataran  keluaran [output]  kegiatan;
  2. Kegiatan   tersebut  di atas  adalah  kegiatan  yang telah  ditetapkan  dari  hasil  restrukturisasi  program  dan  kegiatan;
  3. Standar Biaya Khusus  disusun  untuk  jenis keluaran  [output]  kegiatan  yang bersifat terus menerus  dari  tahun – ke tahun  [on going],   mempunyai  komponen  masukan ,  dan jenis keluaran  maupun  satuan  ukur  yang jelas.
  4. Standar Biaya Khusus  dapat disusun  dengan  2 [dua] cara   :
  • Indeks   Biaya   Keluaran, bercirikan: berupa Satuan biaya, fleksibilitas komponen masukan/  tahapan dan fleksibilitas volume keluaran. SBK  sebagai Indeks Biaya Keluaran, maksudnya sebuah kegiatan mempunyai beberapa keluaran  [output].    

Sebagai salah  satu  keluaran  kegiatan  adalah  bea siswa, dengan volume  sebanyak  2000 siswa. Besaran untuk keluaran Rp 1 miliar. Biaya  untuk keluaran tersebut di atas , merupakan  gabungan dari  biaya komponen masukan [ misalnya, workshop, penyusunan juklak, pengolahan data, verifikasi data, bantuan beasiswa].

Jadi Indeks biaya keluaran  Rp 500.000 per siswa.

  • Total  Biaya  Keluaran, bercirikan: besaran biaya sebuah keluaran, standarisasi komponen masukan, standarisasi volume keluaran. SBK  sebagai  Total  Biaya Keluaran, maksudnya sebuah kegiatan mempunyai beberapa keluaran  [output].  Salah   satu  keluaran  kegiatan  tersebut biayanya dapat distandarkan  menjadi  SBK.  Keluaran tersebut mempunyai  beberapa  sub keluaran  dan  setiap sub keluaran terdiri dari  beberapa komponen  masukan [input]. Contoh:

Kegiatan        : Pengembangan  Sistem Penganggaran Keluaran[output]    : 4 [empat] Peraturan Bidang Sistem      Penganggaran Sub Keluaran    : 1 PMK SBU, 1 PMK  SBK, 1 PMK  Revisi,  PMK Juknis  RKAKL Biaya Keluaran    : Rp 1. 200.000.000 [ 4 PMK]    

Adapun tata cara atau langkah-langkah dalam penyusunan Standar Biaya Khusus:

  1. Mengidentifikasi /Menentukan keluaran [output] kegiatan yang biayanya akan diusulkan menjadi SBK . Keluaran [output]  dimaksud adalah  keluaran [output]  dari  kegiatan  yang merupakan hasil restrukturisasi  program dan kegiatan;
  2. Menyusun  KAK/TOR, sesuai format yang ditetapkan;
  3. Membuat  RAB sesuai  format yang ditetapkan, dengan menerapkan  satuan biaya  mengacu  SBU  dan  di luar SBU [bilamana tidak di atur di SBU à gunakan  SPTJM]
  4. Menetapkan  SBK  sebagai  Indeks  atau  Total  Biaya  Keluaran
  5. Menandatangani usulan dan rekapitulasi usulan SBK sesuai format, untuk selanjutnya diajukan oleh kementerian negara/lembaga  c.q. Kepala Biro Perencanaan atau pejabat lain yang berwenang  kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Anggaran dilengkapi dengan  TOR, RAB, data pendukung lainnya  serta backup data Aplikasi SBK ;
Format dan data dukung yang perlu dilengkapi dalam penyusunan Standar Biaya Khusus, yaitu:
  1. Kerangka Acuan Kegiatan atau Term Of reference [TOR], merupakan dokumen  yang  menginformasikan  gambaran umum dan penjelasan singkat mengenai keluaran  kegiatan yang akan dilaksanakan/dicapai sesuai dengan tugas fungsi kementerian negara/lembaga yang memuat latar belakang,  penerima manfaat, strategi pencapaian serta  biaya yang diperlukan.
  2. Rincian Anggaran Biaya [RAB], merupakan dokumen  yang  berisi  tahapan pelaksanaan, rincian komponen masukan [input] dan biaya masing-masing komponen  masukan [input] suatu keluaran kegiatan.
  3. Rekapitulasi Usulan SBK, merupakan daftar yang memuat usulan SBK  pada setiap kementerian negara/lembaga.
  4. Rekapitulasi Persetujuan SBK adalah berupa daftar yang memuat SBK yang telah disetujui pada setiap kementerian negara/lembaga.
  5. Catatan Penelaahan, merupakan dokumen  yang  memuat hasil penelaahan SBK yang telah disepakati.


diposting pada tanggal 11 Agu 2011 19.58 oleh Didi Rasidi

Peraturan yang terkait dengan Standar Biaya yaitu:

  1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang  Keuangan  Negara Pasal  3  ayat [1]: “Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan ber tanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan”.
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 Tentang   Penyusunan  RKA-KL  Pasal 7 Ayat [2]: Dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja diperlukan indikator kinerja, standar biaya, dan evaluasi kinerja dari setiap program dan jenis kegiatan. Ayat [5]:  Menteri Keuangan menetapkan standar biaya, baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus  bagi  Pemerintah  Pusat  setelah  berkoordinasi  dengan  Kementerian  Negara/Lembaga terkait.
Standar Biaya merupakan besaran biaya yang ditetapkan sebagai acuan penghitungan kebutuhan biaya kegiatan baik yang bersifat umum maupun yang bersifat khusus. Dalam bidang penganggaran terpadat 2 [dua] jenis Standar biaya yaitu Standar Biaya Umum [SBU] dan Standar Biaya Khusus [SBK].
  1. Standar Biaya Umum adalah Satuan biaya berupa harga satuan, tarif, dan indeks yang digunakan untuk menyusun biaya komponen masukan kegiatan, yang ditetapkan sebagai biaya masukan.
  2. Standar Biaya Khusus yaitu besaran biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan sebuah keluaran kegiatan yang merupakan akumulasi biaya komponen masukan kegiatan, yang ditetapkan sebagai biaya keluaran.
Standar Biaya Umum [SBU] berisisikan:
  1. Harga Satuan adalah nilai suatu barang yang ditentukan pada waktu tertentu untuk perhitungan biaya komponen masukan kegiatan;
  2. Tarif yaitu nilai suatu jasa yang ditentukan pada waktu tertentu untuk perhitungan biaya komponen masukan kegiatan;
  3. Indeks satuan biaya komponen masukan yaitu satuan biaya yang merupakan gabungan beberapa barang/jasa masukan untuk perhitungan biaya komponen masukan kegiatan.
Standar Biaya Khusus [SBK] berisikan:
  1. Total Biaya Keluaran yaitu besaran biaya dari satu keluaran tertentu yang merupakan akumulasi biaya komponen masukan kegiatan;
  2. Indeks satuan biaya keluaran yaitu satuan biaya yang merupakan gabungan komponen masukan kegiatan yang membentuk biaya keluaran kegiatan.
Standar Biaya sebagai pedoman penyusunan biaya kegiatan dalam RKA-K/L. Standar Biaya Umum [SBU] sebagai pedoman penyusunan biaya komponen masukan kegiatan, dalam rangka pelaksanaan kegiatan: batas Tertinggi transaksi [msl.: honor, uang harian perjadin, dst]. Estimasi transaksi [msl.: tarif hotel, indeks biaya kantor, dst]. Standar Biaya Khusus [SBK] sebagai pedoman dalam penghitungan biaya keluaran dari suatu kegiatan, referensi penyusunan prakiraan maju dan penghitungan  pagu indikatif Tahun Anggaran berikutnya. [by RSD] Reference:
  • Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004  tentang  Penyusunan Rencana Kerja Anggaran  Kementerian  Negara dan Lembaga
  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor  100 Tahun 2010 tentang Standar Biaya  Tahun Anggaran     2011
  • Peraturan Direktur Jenderal Anggaran Nomor 02/AG/2010 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan  Standar Biaya Khusus


Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề