Menjauhi maksiat dan beramal saleh dalam kehidupan adalah penerapan dari Asmaul husna

tirto.id - Orang yang gemar beramal saleh disebut sebagai orang yang saleh. Secara etimologis, kata saleh berasal dari bahasa Arab shāliḥ yang berarti terhindar dari kerusakan atau keburukan.

Amal saleh berarti amal atau perbuatan yang tidak merusak atau mengandung unsur kerusakan. Maka orang saleh berarti orang yang terhindar dari kerusakan atau hal-hal yang bersifat buruk.

Yang dimaksud adalah perilaku dan kepribadiannya, yang mencakup kata, sikap, perbuatan, bahkan pikiran dan perasaannya, demikian seperti dikutip Nu Online.

Tak hanya itu, dalam kamus al-Mu’jam al-Wasīth kata shaluḥa sebagai akar kata shāliḥ juga berarti bermanfaat.

Dengan menggabungkan dua makna ini, maka orang saleh berarti orang yang perilaku dan kepribadiannya terhindar dari hal-hal yang merusak, dan di sisi lain membawa manfaat bagi lingkungan sekitarnya.

Dengan kualitas tersebut, ia menjadi sosok harapan dan teladan bagi orang-orang di sekitarnya.

Macam-Macam Kesalehan

Menurut Syekh Sya’rawi, dalam Islam orang saleh itu ada dua macam, saleh duniawi dan saleh ukhrawi.

1. Saleh Duniawi

Saleh duniawi adalah saleh dalam arti asal, yakni orang yang berkepribadian baik sehingga di manapun berada ia tidak merugikan tapi justru banyak memberi manfaat bagi orang-orang di sekitarnya.

Namun kesalehan semacam ini hanya berdimensi etis, bahwa apa yang dilakukannya itu baik atau benar berdasarkan pertimbangan akal sehat. Kesalehan tersebut bersifat universal dan dapat diakui secara rasional oleh semua manusia.

Orang saleh jenis ini bisa kita temukan di mana pun di muka bumi ini. Ia bisa seorang muslim, non-muslim bahkan ateis sekalipun, atau apapun profesi, jenis kelamin dan status sosialnya.

Di lingkungannya, ia menciptakan keadilan, keteraturan, kedamaian, kemajuan dan kemakmuran. Namun ibarat bangunan, kesalehan tersebut berdiri tanpa fondasi relijius-spiritual sehingga hanya berdimensi duniawi.

2. Saleh Ukhrawi

Saleh ukhrawi adalah kesalehan yang lahir dari keimanan. Kebaikan yang dilakukan sebagai ekspresi dari ketaatan kepada Tuhan.

Artinya, seseorang berkepribadian atau melakukan kebaikan tidak sekedar karena tuntutan etika, tapi juga atas kesadaran penuh sebagai seorang hamba Allah untuk berbuat baik kepada sesama hamba dan ciptaan-Nya.

Untuk itu dalam setiap tindakannya, ia juga selalu memperhatikan aturan-aturan dan hukum agama, seperti halal dan haram, atau wajib dan sunnah.

Garis pembeda antara saleh duniawi dan ukhrawi ini ialah keimanan, sehingga saleh ukhrawi ini hanya bisa dimiliki oleh seorang Muslim.

Kebaikan yang dilakukan bisa saja serupa, namun berbeda nilainya. Kesalehan ukhrawi bernilai dunia sekaligus akhirat.

Contohnya ketika seorang Muslim menyingkirkan paku di jalan. Ia melakukannya bukan sekedar karena dorongan etis untuk berbuat baik pada sesama manusia, tapi juga karena tuntunan agama untuk mencegah keburukan menimpa orang lain.

Manfaat Beramal Saleh

Dalam agama Islam, suatu amal saleh akan sah jika memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Amal saleh dilakukan dengan mengetahui ilmunya.

b. Amal saleh itu dikerjakan dengan niat ikhlas karena Allah SWT.

c. Amal saleh itu hendaknya dilakukan sesuai dengan petunjuk al-Qur’an dan Hadis.

Sementara, seseorang yang beramal saleh akan memperoleh manfaat sebagai berikut, seperti dikutip dalam buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti:

1] Diberi ampunan dan pahala yang besar oleh Allah SWT

Hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S. al-Maidah/5: 9 yang artinya: “Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan yang beramal saleh, [bahwa] mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar."

2] Diberi tambahan petunjuk

“Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk. Dan amal kebajikan yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik kesudahannya [Q.S. Maryam/19: 76]."

3] Diberi kehidupan yang baik dan layak

“Siapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan [Q.S. an-Nahl/16: 97]."

4] Dihapuskan dosa-dosanya

“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, pasti akan Kami hapus kesalahan-kesalahannya dan mereka pasti akan Kami beri balasan yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan [Q.S. al-Ankabut/29: 7]."

5] Dijauhkan dari kerugian di dunia dan akhirat

“Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasehati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran [Q.S. al-‘Asr/103: 1-3]."

Baca juga:

  • Hadits tentang Pahala Amalan pada Bulan Ramadhan Dilipatgandakan
  • Akhlak Terpuji Kepada Diri Sendiri dalam Islam, Apa Saja?
  • Adab Pergaulan Remaja Menurut Islam dan Contoh Perilaku Menyimpang

Baca juga artikel terkait MAKNA AMAL SALEH atau tulisan menarik lainnya Maria Ulfa
[tirto.id - ulf/tha]


Penulis: Maria Ulfa
Editor: Dhita Koesno

Subscribe for updates Unsubscribe from updates

Maksiat dapat dicegah dengan memantapkan hati kepada Allah

Kamis , 11 Jul 2019, 15:40 WIB

Reuters

[Ilustrasi] Mencegah maksiat, mendekatkan diri kepada Allah

Red: Hasanul Rizqa

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ihsan M Rusli

Kekuatan hati dalam diri seseorang yang mencegah dan melarangnya untuk berbuat segala bentuk kesalahan dan kemaksiatan disebut 'ismah. Para nabi dan rasul mempunyai keberpihakan kepada kebenaran yang sangat kuat sehingga mereka jarang berbuat maksiat.

Baca Juga

Namun, sebagai manusia, mereka tidak terbebas dari kekhilafan. Nabi Adam, misalnya, tergoda bujuk rayu iblis untuk mencicipi buah khuldi atau Nabi Yunus yang tercela karena lari meninggalkan kaumnya seperti diinformasikan oleh Allah SWT dalam surah Assaffaat ayat 142: ''Maka ia ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela.''

Mencegah kemaksiatan bisa diasah dengan selalu mendekatkan diri kepada Allah dan berusaha sungguh-sungguh untuk selalu melakukan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.

Manusia dikaruniai oleh Allah akal budi dan hati nurani. Kecenderungan setiap orang atau fitrah seseorang adalah berpihak kepada hati nurani karena hati nurani akan memberikan tanda yang selalu berkiblat pada kebenaran.

Ini adalah fitrah yang dimiliki oleh setiap insan ciptaan Allah. Jadi, sejatinya setiap manusia mempunyai kecenderungan kepada kebenaran yang diwakili oleh hati nurani.

Persoalannya sekarang adalah seberapa kuat komitmen seseorang untuk jujur dan berpihak kepada hati nuraninya, sehingga apa yang dilakukannya selalu yang diridhai oleh Allah SWT? Di sinilah perlunya tuntunan agama dalam kehidupan seseorang.

Salah dan khilaf adalah ciri manusia ciptaan Allah. Hanya Allah yang Mahasempurna. Oleh sebab itu, ampunan dan kasih sayang Allah melebihi salah dan khilaf yang diperbuat manusia.

Kecenderungan untuk selalu berjalan di atas rel yang telah Allah tentukan harus secara terus-menerus dipelihara, dikokohkan, dan diimplementasikan dalam segala jenis aktivitas walau tanpa disadari kesalahan-kesalahan kecil sering terjadi.

Sesaat saja manusia tidak ingat akan Allah, itu sudah kekhilafan, apalagi sampai melakukan perbuatan yang bertentangan dengan fitrah dan hati nuraninya.

''Yaitu, orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu Mahaluas Ampunan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang keadaanmu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu, maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.'' [QS An-Najm [53]: 32].

sumber : Pusat Data Republika

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề