Sebutkan dan jelaskan tata cara suatu perjanjian terjadi

Oleh: Dasdo Yessa [Jabatan Fungsional Ahli Muda PJK]

Aturan mengenai perjanjian di Indonesia diatur dalam Buku Ketiga Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menegenai perikatan. Masyarakat kita sering mendengar kata kontrak atau perjanjian. Dalam Black’s Law Dictionary Contract diartikan sebagai suatu perjanjian antara dua orang atau lebih yang menciptakan kewajiban untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu hal yang khusus. Kontrak itu adalah suatu perjanjian yang dituangkan dalam tulisan atau perjanjian tertulis [I.G. Rai Widjaya, SH. MA.2002]

Dalam membuat kontrak ada dua prinsip yang harus dilakukan dalam penyusunan perjanjian [Perte Mahmud; 2000] yaitu :

  1. Beginselen de contractsvirjheid atau party autonomy, yaitu para pihak bebas untuk memperjanjikan apa yang mereka inginkan, dengan syarat tidak bertentangan dengan Undang-Undang, ketertiban umum dan kesusilaan;
  2. Pact Sunt Servanda artinya perjanjian yang dibuat oleh para pihak harus dipatuhi atau mengikat para pihak, dengan kata lain perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya [pasal 1338 ayat [1] KUHP Perdata]

Untuk membuat suatu perjanjian maka harus memenuhi syarat - syarat sahnya perjanjian. Syarat-syarat sahnya suatu perjanjian tersebut diatur dalam Pasal 1320 KUH-Perdata mengatur bahwa untuk sahnya perjanjian- perjanjian, diperlukan empat syarat : 

1.   Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya ; 

Sepakat harus didasarkan tanpa adanya cacat kehendak. Yang dimaksud dengan tanpa adanya cacat kehendak adalah kesepakatan itu didasarkan pada kerelaan dimana kesepakatan itu tidak atas penipuan, kekhilafan ataupun paksaan. Kesepakatan [toestemming] harus memiliki unsur :

a.    Offerte [penawaran] adalah pernyataan pihak yang menawarkan ; dan

b.    Acceptasi [penerimaan] adalah pernyataan pihak yang menerima penawaran. [Gamal Komando Handri Raharjo, SH; 2009]

Sebagai awal terjadainya perjanjian ini, kesepakatan ini penting diketahui karena merupakan awal perjanjian. Dalam Perkembangannya muncul unsur cacat kehendak yang tidak terdapat dalam KUH Perdata yaitu penyalahgunaan keadaan. [Gamal Komando, Handri raharjo, SH; 2009]

2.   Kecakapan untuk membuat suatu perikatan ; 

Para pihak yang terlibat dalam kesepakatan haruslah merupakan subyek hukum yang memenuhi syarat dan memiliki kewenangan untuk bertindak menurut hukum [R. Soeroso, ;1999]

Yang termasuk tidak cakap secara hukum adalah :

a.    Sehat Pikirannya [tidak berada di bawah pengampuan];

b.    Dewasa [terdapat pengaturan berbeda mengenai syarat dewasa];

c.     Tidak dilarang oleh Undang-Undang;

3.   Suatu hal tertentu ; 

Diatur dalam Pasal 1332 s.d 1334 KUHP Perdata, Obyek perjanjian yang dapat dikategorikan dalam pasal tersebut menurut Badrulzaman [2006] :

a.    Obyek yang aka nada [kecuali warisan], asalkan dapat ditentukan jenis dan dapat diperhitungkan;

b.    Obyek yang dapat diperdagangkan [barang-barang yang dipergunakan untuk kepentingan umum tidak dapat menjadi obyek perjanjian].

4.   Suatu sebab yang halal. 

Suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh Undang-Undang atau apabila berlawanan dengan kesusilaan dan atau ketertiban umum.

Syarat Nomor 1 dan 2 dikategorikan sebagai sayarat subyektif [syarat kesepakatan atau kecakapan] jika tidak terpenuhi, berakibat suatu perjanjian menjadi dapat dibatalkan.

Perjanjian itu dapat dimohonkan pembatalan oleh salah satu pihak melalui pengadilan atau hakim dengan Batasan hak meminta pembatalan berdasarkan pasal 1454 KUHP Perdata disebutkan bahwa waktunya adalah 5 tahun. Waktu tersebut mulai berlaku :

a.    Dalam hal kebelum dewasaan, sejak hari kedewasaan;

b.    Dalam hal pengampunan, sejak hari pencabutan pengampunan;

c.     Dalam hal paksaan, sejak hari paksaan telah berhenti;

d.    Dalam hal kekhilafan atau penipuan, sejak hari diketahuinya kekhilafan atau penipuan itu;

e.    Dalam hal perbuatan seseorang perempuan yang bersuami, yang dilakukan tanpa suami, sejak hari pembubaran perkawainan.

Sedangkan syarat nomor 3 dan 4 [suatu hal tertentu dan sebab yang halal] apabila tidak terpenuhi maka dapat berakibat perjanjian tersebut menjadi batal demi hukum yang artinya perjanjian tersebut sejak semula dianggap tidak pernah dilahirkan. Jadi sejak semula secara yuridis tidak pernah ada perikatan. Sehingga dengan demikian salah satu pihak tidak dapat melakukan tuntutan hukum terhadap pihak lainnya karena tidak mempunyai dasar hukum . Sehubungan dengan hal tersebut maka hakim diwajibkan karena jabatannya menyatakan bahwa tidak pernah ada perjanjian atau perikatan.

PERJANJIAN “BATAL DEMI HUKUM” DAN “DAPAT DIBATALKAN”

Tujuan dari Perjanjian adalah untuk melahirkan suatu perikatan hukum , untuk melahirkan suatu perikatan hukum diperlukan syarat sahnya suatu perjanjian. Berdasarkan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, syarat sahnya perjanjian adalah :

1.          Kesepakatan para pihak

2.          Kecakapan

3.          Suatu hal tertentu

4.          Sebab yang halal

Apabila suatu perjanjian tidak memenuhi syarat subjektif, maka perjanjian tersebut “DAPAT DIBATALKAN”. Dapat dibatalkan artinya salah satu pihak dapat memintakan pembatalan itu. Perjanjiannya sendiri tetap mengikat kedua belah pihak, selama tidak dibatalkan [oleh hakim] atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tadi [pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya secara tidak bebas].

Sedangkan, jika suatu perjanjian tidak memenuhi syarat objektif, maka perjanjian tersebut adalah “BATAL DEMI HUKUM”. Batal demi hukum artinya adalah dari semula dianggap tidak pernah ada dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.

Bahwa dari uraian tersebut diatas maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan antara perjanjian yang batal demi hukum dengan perjanjian yang dapat dibatalkan yaitu dilihat adanya unsur sebagaimana dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata yaitu dua unsur yang menyangkut  unsur subjektif dan dua unsur yang menyangkut unsur objektif dan pembatalan tersebut dapat dilakukan dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan.

INFORMASI

Syarat sahnya Perjanjian
Dikirim oleh Budi mw, alamat email pada 2019-08-22 13:50:54.120
 
 
Saya ingin tahu, apakah sebenarnya syarat sahnya suatu perjanjian itu ?  terima kasih

Jawaban :

Bahwa untuk Syarat sahnya suatu perjanjian menurut  pasal 1320 KUHPerdata adalah:  

Syarat Subyektif

  1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri Para pihak yang terlibat dalam perjanjian sepakat/setuju atas hal-hal pokok dari perjanjian.
  2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan yang dianggap tidak cakap ialah orang yang belum dewasa atau orang yang ditaruh di bawah pengampuan [sudah dewasa namun karena keadaan mental atau fisiknya dianggap tidak sempurna, sehingga disamakan dengan orang yang belum dewasa].
 
 Tidak dipenuhinya Syarat Subyektif oleh subyek hukum dapat membatalkan perjanjian     apabila ada pihak yang memohonkan pembatalan.  

Syarat Obyektif

  1. Suatu hal tertentu.yang menjadi pokok perjanjian hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan dan paling tidak sudah ditentukan jenisnya dan dapat dihitung jumlahnya.
  2. Suatu sebab yang halal tidak dilarang oleh Undang-undang atau tidak bertentangan dengan kesusilaan atau ketertiban umum.
 
 Tidak dipenuhinya syarat Obyektif oleh obyek perjanjian maka perjanjian batal demi hukum atau perjanjian dianggap tidak pernah ada.
 

 

Kontrak atau perjanjian adalah kesepakatan antara dua orang atau lebih mengenai hal tertentu yang disetujui oleh mereka. Ketentuan umum mengenai kontrak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia. Untuk dapat dianggap sah secara hukum, ada 4 syarat yang harus dipenuhi sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia:

  1. Kesepakatan para pihak
  2. Kecakapanpara pihak
  3. Mengenai hal tertentu yang dapat ditentukan secara jelas
  4. Sebab/causayang diperbolehkan secara hukum.

Kontrak sendiri memiliki 2 fungsi yaitu, fungsi yuridis dan ekonomis yang memiliki pengertian yang berbeda. Fungsi yuridis kontrak adalah memberikan kepastian hukum bagi para pihak sedangkan fungsi ekonomis adalah menggerakkan sumber daya dari nilai penggunaan yang lebih rendah menjadi nilai yang lebih tinggi.

Pada dasarnya perancangan yang dilakukan para pihak sebelum melakukan penandatanganan perjanjian/kontrak yang disebut dengan fase “prakontraktual”. Prakontraktual yang dilakukan perlu dilandasi oleh itikat baik para pihak sebagai acuan filosofisnya, sementara kepatutan atau kebiasaan yang baik sebagai acuan sosiologisnya, sehingga dapat menghasilkan rancangan perjanjian/kontrak yang mengakomodasi dan memfasilitasi kehendak dan pertukaran kepentingan bisnis para pihak dengan pasti dan efesien, serta menjamin terwujudnya keadilan dalam proses pengayaan kekayaan di antara para pihak yang akan membuat perjanjian/kontrak.

Menurut Suhardana, terdapat 2 [dua] aspek yang perlu diperhatikan dalam perancangan sebuah perjanjian/kontrak, yaitu:

  • Aspek akomodatif, artinya perancangan perjanjian/kontrak harus mempu kebutuhan dan keinginan yang sah, yang terbentuk dalam transaksi bisnis mereka ke dalam kontrak bisnis yang dicangnya;
  • Aspek legalitas, artinya perancang kontrak harus mampu menuangkan transaksi bisnis para pihak ke dalam kontrak yang sah dan dapat dilaksanakan;

Dalam penyusunan sebuah kontrak ada beberapa tahap yang perlu diperhatikan sebagai berikut,

Pembuatan Draft pertama, yang meliputi:

1] Judul kontrak, dalam kontrak harus diperhatikan kesesuaian isi dengan judul serta ketentuan hukum yang mengaturnya, sehingga kemungkinan adanya kesalahpahaman dapat dihindari.

2] Pembukaan, biasanya berisi tanggal pembuatan kontrak.

3] Pihak-pihak dalam kontrak, Perlu diperhatikan jika pihak tersebut orang pribadi serta badan hukum, terutama kewenangannya untuk melakukan perbuatan hukum dalam bidang kontrak.

4] Premis/Racital, yaitu penjelasan resmi/latar belakang terjadinya suatu kontrak.

5] Isi kontrak, bagian yang merupakan inti kontrak. Yang memuat apa yang dikehendaki, hak, dan kewajiban termasuk pilihan penyelesaian sengketa.

6] Penutup, memuat tata cara pengesahaan suatu kontrak.

Saling Menukar Draft Kontrak. Proses pertukaran ini bagian dari proses negosiasi diantara para pihak yang akan membuat kontrak.

Jika Perlu Diadakan Revisi. Jika dirasakan ada yang tidak sesuai, maka draft kontrak tersebut dapat dilakukan perbaikan.

Dilakukan Penyelesaian Akhir. Penyelesaian akhir ini memastikan kembali seluruh klausula sudah disepakati oleh para pihak.

Penutup yang ditandai dengan Penandatanganan Kontrak Oleh Masing-Masing Pihak.

Apabila tertarik untuk memiliki pemahaman tentang teknik penyusunan kontrak hingga keterampilan lain terkait keterampilan bernegosiasi, review kontrak hingga penanganan permasalahan yang mungkin timbul akibat perjanjian atau kontrak yang telah disusun anda dapat mengikuti kelas pengetahuan mandiri Teknik Penyusunan Kontrak.

Kelas Pengetahuan mandiri ini diampu oleh Asep Ridwan, Partner dari Assegaf, Hamzah, & Partner, salah satu firma hukum terbesar di Indonesia. Kelas ini bisa diakses secara gratis dengan menggunakan kode kupon belajaryuk!

Video yang berhubungan

Bài Viết Liên Quan

Bài mới nhất

Chủ Đề