Siapakah yang melakukan kegiatan peternakan dalam skala kecil dan skala besar

Ir. Zulhasmi   16 Februari 2021


Komoditas peternakan merupakan komoditas strategis dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat terutama protein hewani asal ternak, sejalan dengan kebijakan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat bahwa bidang peternakan sebagai salah satu unggulan untuk pengembangan ekonomi daerah. Berdasarkan evaluasi dilapangan dan data statistik peternakan Sumatera Barat tahun 2019 terlihat bahwa populasi sapi potong, kambing dan unggas mendominasi populasi ternak di Sumatera Barat begitu juga produksi ternak berupa daging, telur dan susu beserta produk olahannya. Terbukti bahwa produk hasil peternakan terutama daging dan telur mempunyai peran yang cukup besar dalam konteks ketahanan pangan serta dari produk daging, komoditas daging sapi memiliki kontribusi cukup besar [41.16%] terhadap kebutuhan daging Sumatera Barat pada tahun 2019 baik untuk kebutuhan daging segar maupun produk olahan daging yang meliputi dendeng, kerupuk kulit, sate, bakso,  burger, sosis, nugget dan rendang sebagai makanan spesifik Sumatera Barat yang sudah mendunia. 

Berdasarkan pemantauan lapangan dan evaluasi laporan dari pelaku usaha semenjak minggu I Januari 2020 sampai minggu IV April 2020 pada pelaku usaha pengolahan hasil peternakan terutama olahan daging dan susu [sapi dan kambing] bahwa penerapan jaminan mutu dan keamanan pangan dalam proses penanganan dan pengolahan produk masih terbatas sehingga mutu produk akhir yang dihasilkan belum standar atau bervariasi biarpun produk yang dihasilkan sudah dipasarkan secara luas. Sementara pada sisi konsumen semenjak diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN sejak tanggal 31 Desember 2015, tuntutan konsumen terhadap standar mutu dan keamanan pangan produk hasil pertanian terus meningkat yang juga sejalan dengan semikin tingginya tingkat kesadaran dan kepedulian konsumen akan gizi dan keamanan pangan [Hubeis, 1997]

Dalam rangka menyikapi kenyataan tersebut sekaligus untuk peningkatan daya saing produk olahan peternakan sangat diperlukan penerapan mutu dan keamanan pangan. Mutu dan Keamanan Pangan sendiri dapat dicapai dengan menerapkan program jaminan mutu dan keamanan pangan pada budidaya, pasca panen dan pengolahan mencakup penerapan persyaratan dasar [GFP, GHP dan GMP] dan penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan berdasarkan sistem HACCP nantinya. Menurut Syakir [2015] produk hasil peternakan dapat bermutu baik bila pada saat proses budidaya, peternak dapat menerapkan Good Farming Practices [GFP]. Tetapi tidak berhenti hanya sampai disitu, setelah penerapan GFP perlu dilanjutkan dengan Good Handling Practices [GHP] dan Good Manufacturing Practice [GMP] atau Cara Produksi Pangan yang Baik [CPPB]. Proses pengolahan merupakan aspek penting selanjutnya dalam menjaga mutu produk untuk meningkatkan nilai tambah.

Definisi dan Ruang Lingkup GMP

Good Manufacturing Practices adalah suatu pedoman cara memproduksi pangan yang baik dengan tujuan agar produsen menghasilkan produk yang bermutu sesuai tuntutan konsumen, yang berarti produk tersebut terjamin mutunya dan aman dikonsumsi. Ruang lingkup kegiatan Good Manufacturing Practice [GMP] meliputi : lokasi, bangunan, fasilitas sanitasi, mesin dan peralatan, bahan, pengawasan proses, produk akhir, laboratorium, karyawan, pengemas, label dan keterangan produk, penyimpanan, pemeliharaan dan program sanitasi, pengangkutan, dokumentasi dan pencatatan, pelatihan, penarikan produk dan pelaksanaan pedoman.

Kegunaan penerapan GMP

Kegunaan penerapan GMP bagi pelaku usaha/perusahaan/industri :

  1. Memproduksi dan menyediakan makanan yang aman dan layak bagi konsumen.
  2. Memberikan informasi yang jelas dan mudah dimengerti kepada masyarakat untuk melindungi makanan terhadap kontaminasi dan kerusakan
  3. Mempertahankan atau meningkatkan kepercayaan dunia internasional terhadap makanan yang diproduksi.

Kegunaan penerapan GMP bagi lembaga terkait/pemerintah :

  1. Melindungi konsumen dari penyakit atau kerugian yang diakibatkan oleh makanan yang tidak memenuhi persyaratan.
  2. Memberikan jaminan kepada konsumen bahwa makanan yang dikonsumsi merupakan makanan yang layak. Mempertahankan atau meningkatkan kepercayaan terhadap makanan yang diperdagangkan secara internasional.
  3. Memberikan bahan acuan dalam  program pendidikan kesehatan dibidang makanan kepada industri dan konsumen.

Strategi dalam penerapan GMP

Penerapan GMP akan lebih efektif setelah pelaku usaha/perusahaan benar-benar memperhatikan beberapa aspek berikut ini:

1. Membangun sebuah komitmen diantara seluruh personil yang terkait dalam suata usaha.

2. Memilih standar referensi dalam hal penerapan strategi GMP secara lebih tepat.

3. Menetapkan indikator tentang keefektifan dalam hal penerapan strategi GMP, dan melakukan evaluasi kinerja untuk penerapan GMP.

4. Membentuk tim yang benar-benar solid, dengan penanggungjawab utama dari tim tersebut adalah salah satu personel yang sudah terlatih dan memiliki jiwa kepemimpinan serta motivasi yang cukup kuat.

5. Secara terus-menerus berusaha untuk melakukan awareness [kesadaran] baik itu untuk level manajer, supervisor sampai setingkat karyawan.

Keterkaitan GMP dengan SSOP

Dewasa ini tuntutan jaminan mutu dan keamanan pangan terus meningkat sejalan dengan kesadaran masyarakat terhadap mutu dan keamanan pangan yang dikonsumsi. Untuk dapat memproduksi pangan yang bermutu baik dan aman bagi kesehatan, tidak cukup hanya mengandalkan pengujian akhir di laboratorium saja, tetapi juga diperlukan adanya penerapan sistem jaminan mutu atau penerapan sistem produksi pangan yang baik [GMP]. Pelaku usaha pengolahan hasil peternakan di Sumatera Barat yang secara berkelanjutan tetap menerapkan GMP diantaranya usaha pengolahan burger/daging Tom Burger, usaha rendang Dunia Rendang, Istana Rendang di Kabupaten Limapuluh Kota, usaha pengolahan susu sapi Rumah Susu, Koperasi Susu Mersi Kota Padang Panjang, usaha pengolahan susu kambing Rantiang Ameh, usaha rendang ACC di Kota Padang, merupakan pengolahan hasil peternakan dapat sebagai percontohan dalam penerapan sistem jaminan mutu dan keamanan pangan.

           Menurut Ananta [2008] bahwa GMP merupakan persyaratan dasar [pre requisite] yang berkaitan dengan persyaratan dasar suatu operasi bisnis pangan untuk mencegah kontaminasi akibat suatu operasi produksi atau penanganan pangan. Aplikasi dari kegiatan GMP merupakan operasi sanitasi dan higienis proses produksi atau penanganan pangan dalam bentuk Standard Sanitation Operating Prosedure [SSOP] atau dikatakan juga SSOP sebagai prosedur yang digunakan oleh industri untuk membantu mencapai tujuan atau sasaran keseluruhan yang diharapkan GMP dalam memproduksi pangan yang bermutu tinggi aman dan tertib.  Selain itu penerapan GMP akan meningkatkan kepuasan konsumen dan legalitas usaha/perusahaan terutama untuk mendapatkan sertifikat P-IRT, izin halal dan MD/izin edar produk.

Standard Sanitation Operating Prosedure umumnya terdiri dari 8 aspek utama yang harus diperhatikan dan wajib diterapkan [langkah – langkah] pelaku usaha/perusahaan yang meliputi :

1. Keamanan air [Air bersih].

2. Kebersihan permukaan yang kontak secara langsung dengan makanan.

3. Pencegahan kontaminasi [pencemaran] silang.

4. Kebersihan para pekerja.

5. Pencegahan/perlindungan dari adulterasi.

6. Pelabelan dan penyimpanan yang tepat.

7. Pengendalian dan pemeliharaan kesehatan para karyawan.

8. Pemberantasan hama.

Good Manufacturing Practices mencakup 18 aspek yang sudah ditetapkan berdasarkan peraturan Menteri Perindustrian nomor 75/M/IND/PER/7/2010 yang terdiri dari :

1.    Lokasi Usaha/Pabrik. Berada pada lokasi yang memiliki kemudahan akses jalan masuk, prasarana jalan yang memadai, jauh dari pemukiman penduduk, terbebas dari pencemaran serta memiliki pintu masuk dan keluar yang terpisah.

2.    Bangunan. Konstruksi, desain, tata ruang dan bahan baku dibuat berdasarkan syarat mutu dan teknik perencanaan pembuatan bangunan yang berlaku sesuai dengan jenis produknya. Bahan baku berasal dari bahan yang mudah dibersihkan, dipelihara dan dilakukan sanitasi serta tidak  bersifat toksik.

3.   Produk akhir. Produk akhir mengalami uji-uji secara kimia, fisik dan mikrobiologi sebelum dipasarkan.

4.   Peralatan pengolahan. peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan harus dibuat memenuhi standar baik teknik, mutu dan higienis, seperti bersifat tidak toksik, tahan karat, kuat, tidak menyerap air, tidak mengelupas, mudah dipelihara, dibersihkan dan dilakukan sanitasi.

5.  Bahan produksi. Bahan baku serta bahan tambahan yang digunakan untuk menghasilkan produk harus sesuai dengan standar mutu yang berlaku serta tidak membahayakan ataupun merugikan kesehatan konsumen. Seharusnya setiap bahan mengalami pengujian secara organoleptik, fisik, kimia, biologi dan mikrobiologi sebelum diproses.

6. Higiene personal. Seluruh karyawan yang berhubungan dengan proses produksi menjalani pemeriksaan rutin [minimal enam bulan satu kali], tidak diperbolehkan melakukan kebiasaan yang beresiko meningkatkan kontaminasi terhadap produk seperti: bersandar pada peralatan, mengusap muka, meludah sembarangan serta memakai arloji dan perhiasan selama proses produksi berlangsung.

7.    Pengendalian proses pengolahan. Pengendalian proses pengolahan dilakukan dengan cara, pengecekan alur proses secara berkala, penerapan SSOP dalam setiap langkah serta pemeriksaan raw material secara berkala yang dilakukan dengan pengujian secara organoleptik, fisik, kimia dan biologis.

8.    Fasilitas sanitasi. Fasilitas sanitasi yang digunakan harus memenuhi syarat mutu yang berlaku, seperti memiliki sarana air bersih yang mencukupi, saluran yang berbeda untuk proses sanitasi dan produksi, air yang digunakan untuk proses produksi sesuai dengan syarat mutu air minum dan dilakukan pengecekan berkala terhadap fasilitas sanitasi.

9.    Label. Label yang tertera pada kemasan harus sesuai dengan syarat yang telah disebutkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan tentang tata cara pelabelan makanan kemasan.

10. Keterangan produk. Keterangan produk yang tertera dalam kemasan harus lengkap serta dapat menjelaskan tentang tata cara penyimpanan, kandungan nutrisi, produsen dan tanggal kadaluarsa.

11. Penyimpanan. Proses penyimpanan bahan baku dan produk dilakukan secara terpisah dengan tujuan untuk meniadakan proses kontaminasi silang antara kedua bahan tersebut, selain itu proses penyimpanan terpisah pun dilakukan pada bahan yang bersifat toksik [bahan kimia] dan bahan pangan serta bahan yang dikemas dengan bahan tidak dikemas.

12.  Pemeliharaan sarana pengolahan dan kegiatan sanitasi. Aplikasi pemeliharaan sarana pengolahan dilakukan dengan selalu menerapkan proses sanitasi peralatan pengolahan pada saat sebelum dan setelah proses produksi berlangsung, sedangkan untuk kegiatan sanitasi dilakukan dengan cara mencegah masuknya binatang/hama [tikus, serangga, burung dan kecoa] kedalam ruang produksi, penempatan  pest control  pada titik yang dianggap kritis serta melakukan monitoring secara berkala dan recording terhadap proses sanitasi yang berlangsung.

13.  Laboratorium. Perusahaan/usaha yang bergerak dalam bidang pangan diharuskan memiliki laboratorium untuk melakukan uji secara fisik, kimia, biologis dan mikrobiologis terhadap bahan yang digunakan sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan.

14.Kemasan. Bahan baku kemasan yang digunakan untuk produk pangan umumnya tidak  bersifat toksik dan tidak mencemari atau mengkontaminasi produk sehingga aman untuk kesehatan konsumen

15.  Transportasi. Sarana transportasi yang digunakan untuk bahan pangan harus memiliki sifat atau fungsi untuk menjaga bahan pangan agar tidak terkontaminasi dan terlindungi dari kerusakan. Penjagaan bahan baku atau produk dilakukan dengan melengkapi sarana transportasi dengan fasilitas yang dibutuhkan seperti alat pendingin.

16. Pelatihan, Pelatihan dan pembinaan merupakan hal penting bagi industri pengolahan pangan dalam melaksanakan sistem higiene. Program pelatihan yang diberikan seharusnya dimulai dari prinsip dasar sampai pada praktek cara produksi yang baik terutama 1] dasar-dasar higiene karyawan dan higiene pangan olahan kepada petugas pengolahan; 2] faktor yang menyebabkan penurunan mutu dan kerusakan pangan olahan termasuk yang mendukung pertumbuhan jasad renik patogen dan pembusuk.

17. Penarikan produk merupakan tindakan menarik produk dari peredaran/ pasaran. Ini dilakukan apabila produk tersebut diduga menjadi penyebab timbulnya penyakit atau keracunan pangan olahan. Jika produk yang dihasilkan tersebut diduga menimbulkan bahaya [penyakit atau keracunan], maka diperlukan tindakan  penarikan produk dari peredaran/pasaran harus dilakukan oleh perusahaan.

18.  Pelaksanaan pedoman, pelaku usaha/perusahaan seharusnya mendokumentasikan operasionalisasi GMP. Selanjutnya managemen perusahaan harus bertanggung jawab atas sumber daya untuk menjamin penerapan GMP demikian juga karyawan/petugas.

Keamanan pangan dan menjaga mutu produk olahan peternakan merupakan suatu keharusan dengan tujuan untuk :

  • Memberikan jaminan dan perlindungan keamanan pangan kepada konsumen.
  • Mencegah peredaran pangan segar yang tidak memenuhi syarat keamanan pangan.
  • Meningkatkan daya saing produk segar.
  • Mendapatkan gambaran umum tingkat keamanan produk pangan segar yang beredar di masyarakat.
  • Meningkatkan kesadaran produsen dan pelaku usaha mengenai pentingnya penerapan cara-cara yang baik dan sistem jaminan mutu lainnya dalam seluruh rantai pasok

Selanjutnya dalam upaya menjaga komitmen serta mempertahankan penerapan GMP secara kontinyu harus dilakukan pengawasan dan penilaian dari Tim Gugus Mutu/Instansi/Lembaga terkait berdasarkan kriteria yang telah diatur dalam persyaratan GMP dengan kriteria sebagai berikut :

a.  Penyimpangan minor = penyimpangan yang mengind/kasikan apabila tidak dipenuhi mempunyai potensi yang kurang berpengaruh terhadap keamanan produk

b.  Penyimpangan mayor = penyimpangan yang mengindikasikan apabila tidak dipenuhi akan mempunyai potensi yang berpengaruh terhadap keamanan pangan

c.  Penyimpangan kritis = penyimpangan yang mengindikasikan apabila tidak dipenuhi akan mempengaruhi keamanan produk secara langsung.

Christine [2016] mengatakan bahwa apabila semua pihak terkait memiliki kesadaran dan tanggung jawab yang baik diharapkan terjadi peningkatan kegiatan pengawasan mutu dan keamanan pangan produk pertanian sehingga jumlah produk pertanian yang bermutu dan aman dikonsumsi akan semakin bertambah.

Daftar  Pustaka

Ananta, R. [2008]. Sistem Managemen Mutu dan Keamanan Pangan pada Perusahaan Jasa Boga. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 2[6], 263 - 272.

Christine, F., Mamuaji, MS. 2016. Pengawasan Mutu dan Keamanan Pangan. Universitas Sam Ratulangi. Menado

Departemen Perindustrian RI. 2010. Peraturan Menteri Perindustrian No. 75 tahun 2010 Tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik/Good Manufacturing Practice. Jakarta.

Hubeis, M. 1997. Menuju Industri Kecil Profesional di Era Globalisasi Melalui Pemberdayaan Manajemen Industri. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Manajemen Industri, Fakultas Tekhnologi Pertanian. Bogor: IPB.

Sudibyo, A., Sumarsi. 2004. Penelitian Terhadap Kesadaran dan Tanggung Jawab Industri Pangan Skala Kecil dalam Memproduksi Pangan yang Aman dan Bermutu. Warta IHP Vol. 21 No. 1 – 2 :hal. 41-54.

Syakir, M. 2015. Dukungan Teknologi Peternakan dan Veteriner dalam Mewujudkan Kedaulatan Pangan Hewani. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.

Video yang berhubungan

Bài mới nhất

Chủ Đề