Tuliskan nilai nilai yang dapat diteladani dari tokoh Rama

Saksat Manmantha silasang Raghusutamenuhi wisayadharma ring sarat ngkan Ramayana bhadrawada moga mawengi rumesep teka ri hati sang yogiswara Sista sang sujana suddha manah ira huwus maca sira

byaktawas ucapanta ring Julung adhomukha pinakanimitta ning lepas

Terjemahannya :

Seperti halnya Dewa Asmara perilaku Sri Rama dalam mengikuti kebajikan di bumi. Demikianlah Ramayana [selesai ditulis pada bulan] Bhadrawada semoga memberi keharuman dan dapat meresap ke dalam hati. Sang Yogiswara akan berhasil kehendaknya, orang budiman akan menjadi suci setelah membaca [cerita Ramayana ] ini. Demikian karya ini semoga dapat menjadi sarana dalam mencapai kelepasan [moksa]. [Ramayana XXXI.50]

Renungan

Janmana jayate sudrah karmana jayate dvijah

Terjemahannya:

Pada kelahirannya, setiap orang adalah Sudra, melalui karmanya seseorang menjadi Brahmana.

Wahai Sisya Sujana, Ayo berkarya!

Bentuklah kelompok yang terdiri dari 3 sampai 4 orang. Rancanglah sebuah karikatur yang menggambarkan nilai pendidikan dalam Ramayana yang diaplikasikan oleh umat Hindu di daerahmu! Buatlah karikatur semenarik mungkin, yang di dalamnya juga berisi propaganda untuk menghimbau umat untuk taat dan melaksanakan ajaran nilai tersebut!

Selamat berkarya! Subhamastu…

MEMAHAMI TEKS

A. Pengertian dan Hakikat Nilai Pendidikan

Popper [dalam Soelaeman, 2005: 35] mengatakan bahwa nilai adalah segala sesuatu tentang yang baik atau yang buruk. Sejalan dengan pengertian tersebut, Soelaeman [2005] juga menambahkan bahwa nilai adalah sesuatu yang dipentingkan manusia sebagai subjek, menyangkut segala sesuatu yang baik atau yang buruk, sebagai abstraksi, pandangan atau maksud dari berbagai pengalaman dalam seleksi perilaku yang ketat. Jadi  nilai sangat penting artinya dalam suatu kehidupan, sebab nilai tersebut mampu memberikan arah tujuan dan petunjuk dalam menuangkan inspirasi kehidupan. Dari beberapa pendapat tersebut, pengertian nilai dapat disimpulkan sebagai sesuatu yang positif dan bermanfaat dalam kehidupan manusia dan harus dimiliki setiap manusia untuk dipandang dalam kehidupan bermasyarakat, baik dalam konteks etika [baik dan buruk], logika [benar dan salah], maupun estetika [indah dan jelek].

Selanjutnya Purwanto [dalam Amalia, 2010] juga menyatakan bahwa pendidikan berarti segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan. Hakikat pendidikan bertujuan untuk mendewasakan anak didik, maka seorang pendidik haruslah orang yang dewasa, karena tidak mungkin dapat mendewasakan anak didik jika pendidiknya sendiri belum dewasa. Adler [dalam Amalia, 2010] mengartikan pendidikan sebagai proses dimana seluruh kemampuan manusia dipengaruhi oleh pembiasaan yang baik untuk untuk membantu orang lain dan dirinya sendiri mencapai kebiasaan yang baik.

Pendidikan berasal atau mempunyai kata dasar didik yang berarti memelihara dan memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Selanjutnya dari kata didik memperoleh awalan pe- dan akhiran -an, sehingga terjadi kata bentuk pendidikan yang berarti perbuatan untuk melakukan didik atau perbuatan untuk mendidik.

Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas dapat dirumuskan bahwa nilai pendidikan merupakan batasan segala sesuatu yang mendidik ke arah kedewasaan, bersifat baik maupun buruk sehingga berguna bagi kehidupannya yang diperoleh melalui proses pendidikan. Proses pendidikan bukan berarti hanya dapat dilakukan dalam satu tempat dan suatu waktu. Dihubungkan dengan eksistensi dan kehidupan manusia, nilai-nilai pendidikan diarahkan pada pembentukan pribadi manusia sebagai makhluk individu, sosial, religius, dan berbudaya.

AYO UJI DIRIMU!

1. Jelaskanlah pengertian dari Nilai Pendidikan secara etimologi dan konseptual! 2. Mengapa Pendidikan nilai sangat penting bagi umat Hindu? Apa yang melatar belakangi hal tersebut? 3. Apa sajakah unsur-unsur dari nilai pendidika? Jelaskan argumentasi Anda!

4. Bagaimanakah pendidikan nilai yang ideal itu? Sehingga dapat memberikan dampak yang positif bagi umat Hindu maupun kehidupan mahluk di alam semesta ini?

B. Nilai Pendidikan Tattwa dalam Ramayana

Tattwa adalah aspek pengetahuan agama atau ajaran-ajaran agama yang harus dimengerti dan dipahami oleh masyarakat terhadap aktivitas keagamaan yang dilaksanakan. Bila kita mengkaji lebih jauh tentang ajaran Sraddha, khususnya keyakinan  kepada Tuhan Yang Maha Esa, sejak proses penyusunannya sampai dengan bagian akhir kitab Ramayana, karya Maharsi Valmiki ini menunjukan pemujaan kepada dwa-dewi Trimurti. Hal ini ditunjukan pada waktu awal penyusunan kitab Ramayana yakni Valmiki mendapat visi Dewata dari Dewa Brahma, sehingga ia mengetahui proses penjelmaannya sampai pada kembalinya lagi Sri Rama sebagai avatara deva Visnu ke khayangan.

Indrām mitram varunam agnim ahur
Atho divyah sa suparno garutman,
Ekam sadvipra bahuda vadanti
Agnim yamam matarisvanam ahuh

Terjemahannya:

Mereka menyebutnya dengan Indra, Mitra, Varuna, dan Agni, Ia yang bersayap keemasan Garuda, Ia adalah Esa, para Maharsi [vipra/orang bijaksana] memberi banyak nama, mereka menyebutnya Indra, Yama, Matarisvan. [Rgveda I. 64. 46]

Berdasarkan terjemahan kutipan sloka Veda di atas, maka tampak adanya persamaan atau kesinambungan yang di dalam susastra dapat dirunut melalui teori intertekstualitas. Terkait hal itu, dj dalam kitab suci Veda, Tuhan Yang Maha Esa dipuuja melalui dewa-dewa, sepertihalnya Dewa Agni, Indra, Vayu, dan Surya. Ramayana disusun sebagai viracerita [war epic] yang dilanjutkan dengan pemujaan Tuhan Yang Maha Esa melalui Sivalingam [linga dari batu] yang kini di tempat tersebut berdiri sebuah pura.

Seperti halnya pemujaan kepada Tuhan Yang Maha Esa di dalam kitab-kitab Purana, maka di dalam kitab-kitab Itihasa [Ramayana dan Mahabrata] yang sangat penting dan dominan dipuja adalah Dewa Brahma, Visnu, Siva, Ganesa, Laksmi, dan Parvati. Demikian pula pemujaan kepada Deva Surya, Agni, dan lain-lain yang berasal dari zaman Veda masih berlanjut pada kitab-kitab Itihasa.

Hal ini dapat terlihat dari kisah kesetiaan Hanoman. Diceritakan, setelah penobatan Vibhisana sebagai maharaja dan kota Lengka sudah diganti namanya menjadi Srilanka, semua pasukan Sri Rama telah kembali ke Ayodhya. Sri Rama bersama Dewi Sita dan Laksmana mengendarai kereta terbang bernama Manipuspaka, yang merupakan hadiah dari Dewa Kuvera.

Setibanya di kraton Ayodhya, segera itu dilaksanakan upacara Abhivandan, yakni upacara syukuran atas kejayaan Sri Rama berhasil menundukkan Rawana. Pada persidangan agung yang mulia dihadiri oleh seluruh petinggi kerajaan, Sri Rama membagi-bagikan berbagai hadiah kepada siapa saja yang pernah berjasa dalam memenangkan perang untuk merebut kembali Dewi Sita.

Setelah setiap pejabat tinggi mendapatkan hadiah, selanjutnya dipanggillah Hanuman untuk menerima hadiah dari Sri Rama. Saat itu Hanuman tampil berdatang sembah, dengan sangat hormat dia menyatakan tidak bersedia lagi menerima hadiah. Namun demikian, Sri Rama dan Dewi Sita kembali mendesak Hanuman untuk bersedia menerima hadiah sebagai kenang-kenangan atas keberhasilan di medan perang. Saat itu Dewi Sita berbisik kepada suaminya, untuk mengijinkan kalung mutiara hadiah Prabhu Janaka, ayahanda Dewi Sita untuk diberikan kepada Hanuman. Sri Rama pun menyetujuinya, walaupun kalung mutiara itu memiliki arti yang istimewa bagi Sri Rama dan Sita, karena dihadiahkan saat Sri Rama berhasil mematahkan busur milik dewa Siva dalam sayembara dan berhasil memenangkan serta mempersunting Dewi Sita sebagai istrinya.

Setelah Hanuman menerima hadiah tersebut, satu-persatu butiran mutiara itu diperhatikan oleh Hanuman, maksudnya untuk menemukan gambar Sri Rama dan Sita pada biji-biji mutiara tersebut. Ia pun tidak menemukan hal itu, tanpa disadari ia menggeleng-gelengkan kepalanya kemudian menggigit rangkaian mutiara itu dan melemparkannya ke tanah.

Hadirin tercengang dan gemas menyaksikan kejadian itu. Panglima Sugriva sangat marah dan membentak Hanuman. “Hai Hanuman, engkau kera hina tidak tau diri, kelakuanmu itu memalukan, ku hancurkan wajahmu! Kau telah hina persidangan yang agung ini.”

Selanjutnya Sri Rama mendatangi Hanuman dan menepuk bahunya : “Engkau seperti anak kecil, mengapa engkau lakukan hal itu?” Hanoman pun menjawab, “Maaf tuan Sri Rama dan ibu Dewi Sita, hamba telah mengecewakan persidangan yang mulia ini. Memang hamba seekor kera yang hina, tetapi hamba kira diri hamba tidak lebih rendah dari seorang manusia. Bagi hamba dengan diijinkan sebagai abdi, hamba sudah bahagia, karena ketika hamba dekat dengan tuan dan ibu sebagai perwujudan Avatara Tuhan Yang Maha Esa dan Dewi Laksmi, saat itu pula kebahagiaan tiada taranya hamba peroleh dari tuan. Bukankah dengan pemberian hadiah ini, hamba menunjukkan kerakusan hamba?”.

Sri Rama kembali menepuk bahu Hanuman. “Tidak! Engkau tidak rakus, lalu apa yang kau minta Hanuman? Katakanlah,.”

“Baiklah tuan dan ibu Dewi Sita, bila hamba boleh meminta lagi, ijinkanlah hamba senantiasa dekat, tidak saja secara jasmaniah, tetapi tuan dan ibu Dewi Sita hendaknya selalu berada di hati kami. Untuk itu, sudikah tuan Sri Rama dan Ibu Dewi Sita untuk bersthana pada jantung hati kami. Pada singasana bunga hati kami. Bila tuan dan ibu Dewi Sita berkenan bersthana, maka itulah hadiah yang hamba senantiasa mohon.”

Sri Rama selanjutnya berdiri tegak dan bersabda : “Hai Hanuman dan hadirin yang trcinta dan supaya di dengar pula oleh seluruh jagat raya. Siapa saja yang maju satu langkah menghadap Aku dan mau mendekatkan dirinya serta membuka pintu hatinya. Aku akan datang sepuluh langkah mendekati mereka, masuk ke dalam hatinya dan memberikan kebahagiaan yang sejati tiada taranya!”. Mendengar sabda Sri Rama demikian merdu dan menggetarkan alam semesta, Hanuman dengan mencium kaki Sri Rama terlebih dahulu, kemudian menegakkan dadanya.

Dengan kekuatan “Bayubadjra” bagaikan kekuatan petir, tiba-tiba dengan kukunya yang tajam ia menoreh dadanya, dan dengan tenaganya yang dahsyat, tiba-tiba ia merobek dadanya, darah menyembur dan berhamburan ke berbagai arah. Saat itu pula Sri Rama dan Dewi Sita hilang dari singgasana kencananya yang indah. Suasana menjadi hening dan terdengar mantra-mantra para dewa dan rsi-rsi sorga dengan taburan bunga harum semerbak, nampaklah cahaya gemerlapan pada dada Hanuman yang menganga lebar.

Pada cahaya itu kemudian nampak sebuah singasana emas di atas padma hati Hanuman. Ketika itu kelihatan Sri Rama dan Dewi Sita duduk melambaikan tangan dengan sikap Abhaya dan Varamudra, yaitu sikap tangan menjauhkan serta menolak bencana dan memberi hadiah. Hadirin mengucapkan Jaya-jaya Sri Rama, Jaya-jaya Dewi Sita. Setelah suasana hening kembali. Hanuman pun menutup dadanya, tidak nampak ada luka dan tiba-tiba Sri Rama dan Dewi Sita sudah kembali bersthana pada singasana kencana di depan persidangan.

Demikianlah petikan singkat dari cerita Ramayana yang memberikan pendidikan secara simbolis, bila di hati kita sudah bersthana Sang Avatara, para dewa manifestasi Tuhan Yang Maha Esa, maka niscaya kebahagiaan akan selalu berada dalam diri kita. Berbagai upacara termasuk piodalan dan lain-lain mengandung makna untuk mendekatkan diri kita kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dengan mendekatkan diri, maka Tuhan Yang Maha Esa dalam wujud-Nya sebagai Anandarupa, yakni kebahagiaan yang sejati akan turun dan memberikan kebahagiaan yang tak terhingga kepada kita.

Setelah Anda membaca materi di atas, coba Anda praktekkan membuat sebuah gambar orang berdialog terkait nilai pendidikan  Tattwa dalam Ramayana. Buatlah gambar dialog  secara berkelompok yang terdiri dari 3sampai 4 orang. Nilai pendidikan tersebut dibuat sesuai dengan tradisi yang berkembang di daerah kalian! Setelah itu presentasikan hasil karyamu di depan kelas!

Sri Rama  adalah seorang raja yang sanga bijaksana dalam memimpin Negara, sangat berbakti kepda leluhur /orang tua dan keluarga, setia dan jujur dalam mengemban tugas. Sita, merupakan seorang istri yang patibrata dimulai saat Sri Rama meninggalkan istana [pembuangan kehutan], dewi Sita tetap menemani Sang Rama tanpa merasa lelah atau mengeluh sekalipun. Oleh sebab itu, umat manusia harus berbhakti pada Ida Sang Hyang Widhi, leluhur dan setia, serta bijaksana [ wiweka jnana] sebagai wujud syukur dan memohon perlindungan. Hal itulah yang mendasari sri Rama, dan Dewi Sta melakukan perjalanan suci secara rutin dan berkesinambungan.

Bagaimana pengamalaman kalian dalam mewujudkan sikap susila  kepada orang tua, saudara dan Tuhan? Amati perilaku susila yang dilakukan oleh  teman di sekolah , lingkungan belajar dan masyarakat di sekitar tempat tinggal kalian. Bagaimana cara yang mereka melakukan untuk mewujudkan bhakti tersebut? Tanyakan dan diskusikanlah hal tersebut bersama dengan orang tuamu atau tokoh-tokoh masyarakat di sekitarmu.

 C. Nilai Pendidikan Susila dalam Ramayana

Susila adalah aspek pembentukan sikap keagamaan yang menuju pada sikap dan perilaku yang baik sehingga manusia memiliki kebajikan dan kebijaksanaan, serta wiweka jnana. Jika dikaitkan dengan epos Ramayana, maka banyak tokoh dalam cerita tersebut yang mampu mencontohkan sikap susila dan subha karma sesuai dengan ajaran Dharma. Berikut beberapa sisipan tokoh beserta sikap susilanya yang patut diteladani:

1. Sri rama, beliau adaalah personifikasi dari kebenaran, kemuliaan, kebaikan, kerendahhatian, dan keberanian. Sebagai seorang putra dari seorang raja yang mulia dan baik, ia mengorbankan kehidupan pribadinya untuk membantu ayahnya guna memenuhi janji kepada dewi Kaikeyi [ibu tiri Sri Rama]. Sri Rama kemudian mengasinngkan diri ke hutan tanpa dendam atau kebencian kepada ibu tirinya itu, yang merupakan penyebab pembuangannya ke hutan. Sri rama bahkan memberi nasihat kepada adiknya, Bharata, untuk tetap mencintai ibunya dan menghormati keputusannya dengan tetap menjalankan pemerintahan di Ayodhya. Kualifikasi karakter yang mulia itu, Sri Rama pada akhirnya mengabadikan hidupnya untuk kebaikan dan kesajahteraan masyarakat dan mengorbankan kepentingan pribadi demi kepentingan rakyat.

2. Sita, merupakan seorang istri yang patibrata. Hal ini dimulai saat Sri Rama meninggalkan istana [pembuangan kehutan], dewi Sita tetap menemani Sang Rama tanpa merasa lelah atau mengeluh sekalipun. Lebih lanjut, kesetiaan dewi Sita kembali diuji setelah dirinya dilarikan oleh Ravana dan ditempatkan di Taman Asoka bersama para raksasa perempuan. Bahkan setelah berhasil mengalahkan Ravana, Sri Rama tidak serta merta bersedia menerima Dewi Sita dan meminta Dewi Sita untuk membuktikan kesuciannya. Dewi sita adalah perwujudan cinta, pengabdian, dan kesucian yang ideal bagi wanita yang sudah atau belum menikah. Ia mencintai pasangannya dengan pengorbanan dan pengabdiannya yang tidak pernah mendua, meskipun mengalami cobaan dan kesengsaraan sepanjang hidupnya. Ia melawan Ravana dengan berbagai usaha, setiap Ravana berusaha ingin mendapatkannya dengan paksa.

3. Laksamana, bila dikaji isi kitab Mahabarata maka akan dijumpai keakraban antara Sri Rama dengan Laksamana, baik dalam suka maupun duka, bagaikan seseorang dengan bayang-bayangannya. Karakter yang paling menonjol dari Laksmana kesetiaannya kepada Sri Rama adalah kejujuran, kejernihan berpikir, kemuannya yang keras, tanggung jawab, dan teguh berpendirian.

4. Bharata, adalah contoh ideal dalam hal cinta diantara saudara-saudaranya. Ia menjadi marah pada ibunya ketika ia tahu bahwa ibunya berkonspirasi untuk membuang Sri Rama. Ia bahkan mengikuti Sri Rama ke hutan dan berusaha untuk membujuknya kembali pulang dan menjadi Raja. Ketika Sri Rama menolak untuk kembali, Bharata akhirnya bersedia menjadi raja asalkan diatas nama Sri Rama.

5. Hanuman tidak pernah mengharapkan imbalan atas perbuatannya, hal itu dilakukan semata-mata untuk melayani serta memberi bantuan kepada Sri Rama.

6. Vibhisana, ia adalah adk bungsu Ravana, sikapnya sangat berlawanan dengan karakter kakaknya Ravana. Permohonan Vibisana kepada Devata ketika melakukan pertapaan adalah untuk menjadi manusia yang baik sesuai dengan ajaran Dharma.

Bacalah dengan dengan  teliti kitab suci kitab Ramayana [Smerti], Bhagavad Gita, Sarasamuccaya, Slokantara, dan atau kitab lainnya. Pada kitab-kitab tersebut, cobalah cari tahu apa saja pahala yang didapatkan oleh umat Hindu yang menjalankan persembahyangan dengan baik!

AYO BERDISKUSI!

Buatlah kelompok yang terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa, kemudian diskusikanlah permasalahan berikut ini!

Secara garis besar sarana inti dalam persembahyangan adalah api, air dan bunga. Ketiga sarana persembahyangan itu dimodifikasi dan divariasikan pemanfaatannya sehingga menghasilkan berbagai bentuk sarana upakara. Apakah makna yang terkandung pada api, air dan bunga tersebut? Apabila salah satu unsur tidak ada, apakah persembahyangan tersebut dibatalkan? Coba diskusikan kemudian presentasikan hasil diskusi kalian di depan kelas.

D. Nilai Pendidikan acara dalam Ramayana

Aspek acara adalah tata cara pelaksanaan ajaran agama yang diwujudkan dalam tradisi upacara sebagai wujud simbolis komunikasi manusia dengan Tuhannya. Terkait hal itu, Acara agama adalah wujud bhakti kehadapan Ida Sang Hyang Widdhi Wasa dan seluruh manifestasi-Nya. Pada dasarnya acara agama dibagi menjadi dua, yaitu upacara dan upakara. Upacara berkaitan dengan tata cara ritual, seperti tata cara sembahyang, hari-hari suci keagamaan [wariga], dan rangkaian upacara [eed]. Sebaliknya, upakara adalah sarana yang dipersembahkan dalam upacara keagamaan.

1. Dewa Yadnya, adalah yadnya yang dipersembahkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa atau Tuhan Yang Maha Esa beserta seluruh manifestasinya. Dalam cerita Ramayana banyak terurai hakikat dewa yadnya dalam perjalanan kisahnya. Seperti pelaksanaan Homa Yadnya [agnihotra] yang dilaksanakan oleh prabu Dasaratha. Upacara ini dimaknai sebagai upaya penyucian melalui perantara dewa agni. Jika istadewatanya bukan dewa agni, sesuai dengan tujuan yajamana, maka upacara ini dinamai homa yadnya. Istilah lainnya Hawana dan Huta mengingat para dewa diyakini sebagai penghuni svahloka, maka sudah selayaknya yadnya yang dilakukan umat manusia melibatkan sirkulasi langit dan bumi.

2. Pitra Yadnya
Upacara ini bertujuan untuk menghormati dan memuja leluhur. Kata pitra bersinonim dengan Pita yang artinya ayah atau dalam pengertian yang lebih luas yaitu orang tua. Sebagai umat manusia yang beradab, hendaknya selalu berbakti kepada orang tua, karena menurut agama hindu hal ini adalah salah satu bentuk yadnya yang utama. Betapa durhakanya seseorang apabila berani dan tidak bisa menunjukkan rasa baktinya kepada orang tua sebagai pitra. Seperti dalam Ramayana, dimana sri rama sebagai tokoh utama dengan segenap kebijaksanaan, kepintaran dan kegagahan tetap menunjukkan rasa bakti yang tinggi terhadap orang tuanya. Dari kutipan lontar tersebut tampak jelas nilai pitra yadnya yang termuat dalam epos Ramayana demi memenuhi janji orang tuanya [Raja Dasaratha], sri rama Laksmana dan dewi Sita mau menerima perintah dari sang Raja Dsaratha untuk pergi hidup di hutan meninggalkan kekuasaannya sebagai raja di Ayodhya. Walaupun itu bukan merupakan keinginan Raja Dasaratha dan hanya sebagai bentuk janji seorang raja terhadap istrinya Dewi Kaikeyi, Sri Rama secara tulus dan ikhlas menjalankan perintah orang tuanya tersebut. Bersana istri dan adiknya Laksmana hidup mengembara di hutan selama bertahun-tahun. Betapa kuat , pintar dan gagahnya sorang anak hendaknya selalu mampu menunjukkan sujud baktinya kepada orang tua atas jasnya telah memelihara dan menghidupi anak tersebut.

3. Manusa Yadnya
Dalam kitab suci veda dan sastra Hindu lainnya, Manusa Yadnya atau Nara Yadnya itu adalah memberi makan pada masyarakat [maweh apangan ring Kraman] dan melayani tamu dalam upacara [athiti puja]. Namun dalam penerapannya di Bali, upacara Manusa yadnya tergolong sarira samskara. Inti sarira samskara adalah peningkatan kualitas manusia. Manusa yadnya di Bali dilakukan sejak bayi masih berada dalam kandungan upacara pawiwahan atau upacara perkawinan. Pada cerita Ramayana juga tampak jelas bagaimana nilai Manusa Yadnya yang termuat di dalam uraian kisahnya. Hal ini dapat dilihat pada kisah yang menceritakan Sri Rama mempersunting Dewi Sita.

4. Rsi Yadnya, yadnya ini dimaksudkan untukk menghormati dan memuja Rsi atau pendeta. Dalam lontar Agastya Parwa disebutkan, Rsi Yadnya ngaranya kapujan ring pandeta sang wruh ring kalingganing dadi wang, artinya Rsi yadnya adalah berbakti pada pendeta dan pada orang yang tahu hakikat diri menjadi manusia. Dengan demikian melayani pendeta sehari-hari maupun saat-saat beliau memimpin upacara tergolong Rsi Yadnya. Pada kisah Ramayana, nilai-nilai Rsi Yadnya dapat dijumpai pada beberapa bagian dimana para tokoh dalam alur ceritanya sangat menghormati para Rsi sebagai pemimpin keagamaan, penasehat kerajaan, dan guru kerohanian.

5. Bhuta Yadnya

Upacara ini lebih diarahkan pada tujuan untuk nyomia butha kala atau berbagai kekuatan negative yang dipandang dapat mengganggu kehidupan manusia. Bhuta yadnya pada hakikatnya bertujuan untuk mewujudkan butha kala menjadi butha hita. Butha hita artinya menyejahterakan dan melestarikan alam lingkungan [sarwaprani] upacara butha yadnya yang lebih cenderung untuk nyomia atau mendamaikan atau menetralisir kekuatan-kekuatan negative agar tidak mengganggu kehidupan umat manusia dan bahkan diharapkan membantu umat manusia. Terkait hal itu, nilai-nilai bhuta yadnya juga Nampak jelas pada uraian kisah epos Ramayana, hal ini dapat dilihat pada pelaksanaan Homa Yadnya sebagai yadnya yang utama juga diiringi dengan ritual Bguta Yadnya untuk menetralisir kekuatan negative sehingga alam lingkungan menjadi sejahtera.

UJI KOMPETENSI

1. Jelaskan pengertian Yadnya berdasarakan pemahamanmu! 2. Carilah sumber dari kitab-kitab suci Agama Hindu yang mendasari pelaksanaan Yadnya! 3. Coba jelaskan fungsi dan manfaat melaksanakan Panca Yadnya dalam kehidupan global saat ini! 4. Dengan berbagai macam definisi Panca Yadnya, coba analisislah tujuan adanya pengkategorian yadnya tersebut! Mengapa yadnya dikelompokkan/dibeda-bedakan seperti itu?

5. Buatlah peta konsep tentang materi ini, sebagai bahan refeleksi diri terhadap pemahamanmu pada bab ini!

Was this article helpful?

Video yang berhubungan

Bài Viết Liên Quan

Bài mới nhất

Chủ Đề